Uang hasil tangkapan teripang dan lobster dibagi dalam beberapa alokasi. Sebanyak 10 persen untuk gereja, 40 persen untuk adat dan sisanya dibagikan ke anggota kelompok serta uang kas.
Menurut Mama Almina dan Mama Ribka, hasil tangkapan ikan setelah sasi ini bisa dipakai untuk kebutuhan sehari-hari sampai membantu orang sakit. Bahkan mereka juga bisa membantu biaya kuliah dan wisuda anak-anak mereka di luar daerah.
Baca juga: Dishub Sorong Telusuri Pegawainya yang Memalak Sopir Truk Pasir
“Kami bisa bantu biaya anak-anak sekolah dan wisuda. Kalau saat sasi berlaku dan ada kebutuhan mendesak, kami mengambil dari Tabanas (tabungan),” kata Almina.
Menurut Almina, jangka waktu sasi disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Namun lamanya minimal enam bulan dan maksimal satu tahun.
“Kalau ada kebutuhan dalam jangka waktu dekat, kami lakukan sasi selama enam bulan dan maksimal satu tahun. Sasi tidak lebih dari satu tahun karena teripang akan mati,” katanya.
Berdasarkan data dari Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), pendapatan dari sasi selama enam bulan di Kapatcol rata-rata bisa lebih dari Rp 15 juta.
Sementara di Aduwei ini masih pendataan, karena masih sasi perdana. Hanya saja, tangkapan teripang dan lobster cukup banyak.
Baca juga: Protes Ojek Online di Sorong, Sopir Angkot Blokade Jalan dan Bakar Ban
Sementara itu, Executive Director YKAN Herlina Hartanto menjelaskan, Raja Ampat dijadikan sasaran kawasan konservasi laut dengan konsep penghidupan kembali tradisi sasi karena kawasan tersebut kaya akan biota laut.
Menurutnya, secara umum Indonesia masuk wilayah Coral Triangle dan bagian timur belum banyak “tekanan” atau upaya perusakan.
Namun demikian, saat ini sudah ada tanda-tanda “tekanan” itu seperti mencari ikan dengan bom.
“Dan itu merusak. Sebelum terlanjur rusak parah maka kita melakukan pendampingan,” katanya.
Untuk upaya konservasi sumber laut di kawasan yang disebut Kepala Burung itu, YKAN melakukan pendekatan kultural. Apalagi di Misool ini masyarakat masih memegang kuat budaya lokal, salah satunya adalah Sasi.
Baca juga: 10 UNESCO Global Geopark di Indonesia, dari Batur hingga Raja Ampat
“Sasi ini, terlihat dari penelitian, catatannya sudah ada sejak zaman Belanda. Awalnya adalah sasi darat. Lalu kemudian dipakai juga untuk laut,” ujar Herlina yang juga hadir dalam pembukaan sasi perdana di Kampung Aduwei.
Ia menyebutkan, hingga saat ini YKAN sudah melakukan perlindungan laut (marine protective area) seluas 9,1 juta hektare di tujuh provinsi.
“Ini sesuatu yang sudah kita lakukan sejak dulu. Dan ini untuk membantu pemerintah. Target atau komitmen perlindungan pemerintah dari 10 juta hektare menjadi 30 kita hektare pada tahun 2045. Ini kan besar sekali. Pemerintah USA (Amerika Serikat) bantu USAID kolektif, bantu kita dapat dana tersebut (konservasi),” jelas Herlina.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.