Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Sasi, Aturan Supranatural Masyarakat Misool Raja Ampat untuk Menjaga Kelestarian Laut

Kompas.com - 20/10/2023, 10:11 WIB
Farid Assifa,
Pythag Kurniati

Tim Redaksi

RAJA AMPAT, KOMPAS.com- Masyarakat Kampung Aduwei, Distrik Misool Utara, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat, menggelar buka sasi atau pencabutan larangan menangkap taripang dan lobster di tiga kawasan penangkapan ikan di wilayahnya, Kamis (18/10/2023).

Tradisi itu dilakukan dengan ritual adat yang dicampur dengan keagamaan.

Baca juga: 11 Penyu Hijau Hendak Diselundupkan untuk Jadi Hidangan di Bali, Polisi Tangkap 1 Pelaku

Apa itu sasi?

Ilustrasi laut.Shutterstock Ilustrasi laut.

Sasi merupakan kearifan lokal masyarakat di Misool dalam menjaga kelestarian laut.

Tradisi ini mengandung sanksi suprantural. Aturan ini menyatakan bahwa siapa pun dilarang menangkap ikan jenis teripang dan lobster dalam jangka waktu tertentu di kawasan tertentu pula. Kawasan ini biasa disebut lokasi Sasi.

Baca juga: Tradisi Sasi, Upaya Pelestarian Alam Masyarakat Maluku hingga Papua

Menurut tokoh adat di sana, barangsiapa yang melanggar Sasi maka akan mendapat hukuman supranatural berupa sakit keras sampai kematian.

Di Kampung Aduwei terdapat tiga lokasi Sasi dengan total luas 265,55 hektare yang terbentang dari Tanjung Hanta sampai Muara Ful (Joomsip) dan dikelola oleh kelompok perempuan bernama Joom Jak Sasi atau penjaga laut.

Ketuanya adalah Ribka Botot dengan anggota 60 orang.

Baca juga: 5 Upacara Adat dari Maluku, dari Tradisi Sasi hingga Obor Pattimura

Pemberlakuan Sasi di Aduwei sudah dilakukan setahun lalu tepatnya September 2022.

Setahun kemudian pada Kamis, 19 Oktober 2023 aturan sasi dicabut sementara atau “buka sasi”. Dalam pengertian umum, buka sasi berarti panen teripang dan lobster.

Prosesi

Warga Kampung Aduwei, Distrik Misol Utara, Raja Ampat, Papua Barat,  saat tiba di salah satu lokasi buka Sasi untuk pencabutan plang sasi, Kamis (18/10/2023). Foto Farid Assifa Warga Kampung Aduwei, Distrik Misol Utara, Raja Ampat, Papua Barat, saat tiba di salah satu lokasi buka Sasi untuk pencabutan plang sasi, Kamis (18/10/2023). Foto Farid Assifa

Pantauan Kompas.com prosesi pembukaan sasi diawali dengan ritual kebaktian di gereja setempat. Setelah berdoa, acara dilanjutkan dengan pencabutan plang sasi.

Masyarakat yang dipimpin tetua adat Aduwei bernama Karel Fatot didampingi ketua kelompok Jom Jak Sasi, Ribka Botot menuju tiga lokasi sasi dengan menggunakan long boat.

Setibanya di lokasi sasi, mereka menggelar doa terlebih dahulu dan selanjutnya mencabut plang sasi dengan digergaji. Di plang itu terdapat tulisan nama kelompok Jom Sak Sasi dan jenis ikan yang diberlakukan sasi, yaitu teripang dan lobster.

Setelah itu, sebagai simbol larangan penangkapan teripang dan lobster dicabut, salah seorang anak dari kaum adat menceburkan diri ke laut untuk menyelam.

Baca juga: Misool Timur Terapkan Sistem Sasi Adat untuk Kelola Teripang

Perempuan menyelam

Ada fenomena menarik dalam prosesi pencabutan sasi. Para perempuan atau mama-mama yang masuk kelompok Joom Jak Sasi menyelam untuk menangkap dengan menggunakan alat snorkeling.

Meski sasi dicabut, namun teripang dan lobster yang boleh ditangkap adalah yang memiliki ukuran tertentu. Untuk teripang minimal panjang 15 cm dan lobster 6-7 cm.

Mama-mama Jom Jak Sasi itu begitu cekatan dan lihai saat menyelam. Sesekali mereka menyembul ke permukaan sambil menunjukkan hasil tangkapan berupa teripang dan lobster.

Para mama ini awalnya tidak bisa menyelam. Namun setelah bergabung dengan Jom Jak Sasi dengan pendampingan aktivis konservasi kelautan, Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), mereka diberi pelatihan menyelam.

“Mama (Ribka Botot) sebelumnya tidak bisa menyelam. Namun setelah menjadi ketua kelompok, akhirnya bisa menyelam. Kami dilatih menyelam oleh kakak-kakak di YKAN,” kata Rifka, Kamis.

Diketahui, untuk memberi pelatihan kepada mama kelompok Jom Jak Sasi, YKAN mengontrak Aida Free Dive. Mereka melatih mama Joom Jak Sasi menyelam sampai lihai.

Baca juga: Sopir Angkot Bakar Ban di Depan Kantor Wali Kota Sorong

Awal pembentukan Joom Jak Sasi

Salah satu mama anggota Jom Sak Sasi saat menunjukkan teripang hasil tangkapan dengan cara menyelam (molo) di lepas pantai Misool Utara, Raja Ampat, Papua Barat, Kamis (18/10/2023). Foto: Farid Assifa Salah satu mama anggota Jom Sak Sasi saat menunjukkan teripang hasil tangkapan dengan cara menyelam (molo) di lepas pantai Misool Utara, Raja Ampat, Papua Barat, Kamis (18/10/2023). Foto: Farid Assifa

Pembentukan kelompok Jom Jak Sasi ini merupakan replikasi dari kelompok serupa yang didirikan pada 2008 silam.

Kelompok ini berada di kampung tetangga, Kapatcol dan Waifuna, yang dipimpin Mama Almina Kacili. Mereka juga dibentuk dengan pendampingan YKAN.

Mama Almina memberi inspirasi kepada perempuan Kampung Aduwei hingga akhirnya tebrentuklah Joom Jak Sasi pada tahun 2022.

Pembukaan sasi atau pencabutan larangan menangkap teripang dan lobster yang dilakukan kelompok Jom Jak Sasi pada Kamis kemarin adalah kegiatan perdana mereka.

Baca juga: Menteri Susi Puji Tradisi Sasi dalam Merawat Alam Maluku

Mama Almina kepada Kompas.com mengatakan, tradisi sasi ini sebenarnya sudah lama berlaku di wilayahnya dan merupakan warisan leluhur di Papua. Namun tradisi ini mulai ditinggalkan.

Ia mengatakan, sasi ini dihidupkan kembali berangkat dari keprihatinan para mama ketika melihat cara masyarakat di Kapatcol dan Waifuna menangkap ikan.

Menurut Mama Almina, masyarakat menangkap ikan dengan cara merusak lingkungan seperti menggunakan bom ikan atau racun dari akar pohon.

“Sasi bagaimana bikin laut bagus. Dengan adanya sasi, ikan, terumbu karang tidak
Musnah. Karang tumbuh dengan baik. Tanpa sasi semuanya bisa hancur karena ada bom ikan. Dengan sasi mereka akan takut,” ujarnya.

Baca juga: Eksplorasi Misool, Surga Dunia di Timur Indonesia

Ilustrasi ukuran ikan laut mulai menyusut akibat pemanasan global.pixabay.com Ilustrasi ukuran ikan laut mulai menyusut akibat pemanasan global.

Mama Almina berinisiatif untuk menghidupkan kembali sasi dengan pendampingan LSM YKAN.

Mama Almina yang merupakan seorang perempuan kuat diberi kepercayaan oleh suku Matbat, salah satu suku terbesar di Misool, untuk mengelola sasi bersama mama-mama lainnya.

Mama Ribka, ketua Joom Jak Sasi, mengatakan, berkat saran Mama Almina, ia dan perempuan lainnya di Aduwei membentuk kelompok sasi.

Awalnya, Mama Ribka ragu untuk memimpin kelompok sasi karena tidak mengerti tentang organisasi dan tidak bisa berbicara di depan umum. Namun berkat saran dan dorongan dari Mama Almina, Mama Rifka pun akhirnya bersedia memimpin.

Ia mengaku mengambil banyak hikmah saat memimpin kelompok Jom Jak Sasi. Ia bisa mengenal karakter seseorang, bisa berbicara di muka umum dan bahkan berkat berorganisasi, ia bisa melancong ke luar daerah sebagai narasumber.

“Saya akhirnya bisa ke Sorong dan menginap di hotel. Saya juga tahu bagaimana cara membuka pintu hotel di sana,” kata Ribka lantas tersenyum.

Mama Ribka dan anggotanya diberi pelatihan oleh LSM YKAN tentang monitoring wilayah sasi, manajemen keuangan hingga menyelam.

Baca juga: Misool Timur di Raja Ampat Terapkan Deklarasi Adat untuk Kelola Perairan

Bantu biaya anak kuliah

Pembentuk kelompok sasi perempuan di Misool Utara memberi banyak manfaat bagi kehidupan masyarakat di sana. Selain menjaga alam laut tetap lestari, kelompok sasi ini memberi dampak ekonomi.

Uang hasil tangkapan teripang dan lobster dibagi dalam beberapa alokasi. Sebanyak 10 persen untuk gereja, 40 persen untuk adat dan sisanya dibagikan ke anggota kelompok serta uang kas.

Menurut Mama Almina dan Mama Ribka, hasil tangkapan ikan setelah sasi ini bisa dipakai untuk kebutuhan sehari-hari sampai membantu orang sakit. Bahkan mereka juga bisa membantu biaya kuliah dan wisuda anak-anak mereka di luar daerah.

Baca juga: Dishub Sorong Telusuri Pegawainya yang Memalak Sopir Truk Pasir

“Kami bisa bantu biaya anak-anak sekolah dan wisuda. Kalau saat sasi berlaku dan ada kebutuhan mendesak, kami mengambil dari Tabanas (tabungan),” kata Almina.

Menurut Almina, jangka waktu sasi disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Namun lamanya minimal enam bulan dan maksimal satu tahun.

“Kalau ada kebutuhan dalam jangka waktu dekat, kami lakukan sasi selama enam bulan dan maksimal satu tahun. Sasi tidak lebih dari satu tahun karena teripang akan mati,” katanya.

Berdasarkan data dari Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), pendapatan dari sasi selama enam bulan di Kapatcol rata-rata bisa lebih dari Rp 15 juta.

Sementara di Aduwei ini masih pendataan, karena masih sasi perdana. Hanya saja, tangkapan teripang dan lobster cukup banyak.

Baca juga: Protes Ojek Online di Sorong, Sopir Angkot Blokade Jalan dan Bakar Ban

Pencegahan dengan kearifan lokal

Ilustrasi lautiStockphoto/Dougall_Photography Ilustrasi laut

Sementara itu, Executive Director YKAN Herlina Hartanto menjelaskan, Raja Ampat dijadikan sasaran kawasan konservasi laut dengan konsep penghidupan kembali tradisi sasi karena kawasan tersebut kaya akan biota laut.

Menurutnya, secara umum Indonesia masuk wilayah Coral Triangle dan bagian timur belum banyak “tekanan” atau upaya perusakan.

Namun demikian, saat ini sudah ada tanda-tanda “tekanan” itu seperti mencari ikan dengan bom.

“Dan itu merusak. Sebelum terlanjur rusak parah maka kita melakukan pendampingan,” katanya.

Untuk upaya konservasi sumber laut di kawasan yang disebut Kepala Burung itu, YKAN melakukan pendekatan kultural. Apalagi di Misool ini masyarakat masih memegang kuat budaya lokal, salah satunya adalah Sasi.

Baca juga: 10 UNESCO Global Geopark di Indonesia, dari Batur hingga Raja Ampat

“Sasi ini, terlihat dari penelitian, catatannya sudah ada sejak zaman Belanda. Awalnya adalah sasi darat. Lalu kemudian dipakai juga untuk laut,” ujar Herlina yang juga hadir dalam pembukaan sasi perdana di Kampung Aduwei.

Ia menyebutkan, hingga saat ini YKAN sudah melakukan perlindungan laut (marine protective area) seluas 9,1 juta hektare di tujuh provinsi.

“Ini sesuatu yang sudah kita lakukan sejak dulu. Dan ini untuk membantu pemerintah. Target atau komitmen perlindungan pemerintah dari 10 juta hektare menjadi 30 kita hektare pada tahun 2045. Ini kan besar sekali. Pemerintah USA (Amerika Serikat) bantu USAID kolektif, bantu kita dapat dana tersebut (konservasi),” jelas Herlina.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Disdikbud Jateng Larang 'Study Tour' Sejak 2020, Alasannya agar Tak Ada Pungutan di Sekolah

Disdikbud Jateng Larang "Study Tour" Sejak 2020, Alasannya agar Tak Ada Pungutan di Sekolah

Regional
Cemburu, Seorang Pria Tikam Mahasiswa yang Sedang Tidur

Cemburu, Seorang Pria Tikam Mahasiswa yang Sedang Tidur

Regional
Momen Iriana Jokowi dan Selvi Ananda Naik Mobil Hias Rajamala, Tebar Senyum dan Pecahkan Rekor Muri

Momen Iriana Jokowi dan Selvi Ananda Naik Mobil Hias Rajamala, Tebar Senyum dan Pecahkan Rekor Muri

Regional
Pemkab Bangka Tengah Larang Acara Perpisahan di Luar Sekolah

Pemkab Bangka Tengah Larang Acara Perpisahan di Luar Sekolah

Regional
Kenangan Muslim di Sungai Bukik Batabuah yang Kini Porak Poranda

Kenangan Muslim di Sungai Bukik Batabuah yang Kini Porak Poranda

Regional
2 Tahun Buron, Tersangka Perusak Hutan Mangrove Belitung Timur Ditangkap di Palembang

2 Tahun Buron, Tersangka Perusak Hutan Mangrove Belitung Timur Ditangkap di Palembang

Regional
Kasus Korupsi Impor Gula PT SMIP, Mantan Kepala Bea Cukai Riau Jadi Tersangka

Kasus Korupsi Impor Gula PT SMIP, Mantan Kepala Bea Cukai Riau Jadi Tersangka

Regional
Soal Mahasiswa KIP Kuliah Salah Sasaran, Rektor Baru Undip Masih Buka Aduan

Soal Mahasiswa KIP Kuliah Salah Sasaran, Rektor Baru Undip Masih Buka Aduan

Regional
Gubernur Jambi Tuntut Ganti Rugi dari Pemilik Tongkang Batu Bara Penabrak Jembatan

Gubernur Jambi Tuntut Ganti Rugi dari Pemilik Tongkang Batu Bara Penabrak Jembatan

Regional
Dugaan Korupsi Bantuan Korban Konflik, Kantor Badan Reintegrasi Aceh Digeledah

Dugaan Korupsi Bantuan Korban Konflik, Kantor Badan Reintegrasi Aceh Digeledah

Regional
Kepala Dinas Pendidikan Riau Ditahan, Korupsi Perjalanan Dinas Rp 2,3 Miliar

Kepala Dinas Pendidikan Riau Ditahan, Korupsi Perjalanan Dinas Rp 2,3 Miliar

Regional
Keluh Kesah Pedagang Pasar Mardika Baru Ambon: Sepi, Tak Ada yang Datang

Keluh Kesah Pedagang Pasar Mardika Baru Ambon: Sepi, Tak Ada yang Datang

Regional
Pilkada Kota Magelang, Syarat Parpol Usung Calon Minimal Ada 5 Kursi DPRD

Pilkada Kota Magelang, Syarat Parpol Usung Calon Minimal Ada 5 Kursi DPRD

Regional
Update Banjir Bandang Sumbar: 59 Orang Meninggal, 16 Hilang

Update Banjir Bandang Sumbar: 59 Orang Meninggal, 16 Hilang

Regional
Kejagung Dalami Perjanjian Pisah Harta Harvey Moeis dan Sandra Dewi

Kejagung Dalami Perjanjian Pisah Harta Harvey Moeis dan Sandra Dewi

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com