Pemadaman api di darat maupun melalui udara masih diupayakan oleh petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Manggala Agni, TNI dan Polri.
Namun menurut Kepala Balai Pengendalian Perubahan Iklim Sumatra KLHK Ferdian Krisnanto, kondisi cuaca yang kering membuat upaya pemadaman menjadi kian sulit.
“Selain cuaca memang panas, kondisi sumber air mulai kering,” kata Ferdian terkait upaya pemadaman di Sumatra Selatan.
Titik yang menjadi sumber api juga sulit dijangkau, dan mayoritas titik kebakaran terjadi di lahan gambut yang sulit dipadamkan.
"Akses ke titik awal api perlu beberapa jam, kadang selain pakai mobil kami harus menyambung pakai perahu kecil atau jalan kaki dengan membawa pompa, selang, logistik, dan lain-lain," jelas Ferdian.
Sementara itu, teknik modifikasi cuaca juga telah dilakukan, salah satunya di Kalimantan Barat, demi menurunkan hujan.
Baca juga: Pemprov Jabar Ambil Alih Tangani Kebakaran TPA Sarimukti, Status Darurat Dilanjutkan
Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari mengatakan telah terjadi 499 kejadian karhutla yang terlapor hingga Agustus 2023.
Jumlah itu cukup tinggi apabila dibandingkan tiga tahun sebelumnya, mengingat baru mencakup data selama delapan bulan. Padahal, fase El Nino tahun ini masih tergolong lemah hingga moderat.
BNPB, kata dia, justru khawatir situasi karhutla akan memburuk pada 2024 ketika fase El Nino menguat.
“Kalau tahun ini masih lemah ke moderat, kalau tahun depan moderat sampai kuat, kita harus benar-benar waspada,” kata dia.
Sementara itu, Kepala Pusat Layanan Iklim Terapan BMKG Ardhasena Sopaheluwakan mengatakan potensi karhutla yang terjadi pada tahun ini "tidak seburuk" pada 2015 dan 2019, ketika El Nino juga melanda dan membakar jutaan hektare lahan.
“Itu karena kemarau keringnya tidak separah 2015 dan 2019, dan mitigasinya juga sudah lebih baik,” kata Ardhasena.
Sejauh ini, KLHK mencatat sebanyak 90.405 hektare lahan telah terbakar sepanjang 2023.
Namun jumlahnya masih berpotensi meluas mengingat dampak kekeringan El Nino diprediksi masih akan berlangsung hingga Oktober 2023.
"Fenomena El Nino memang terjadi sampai Februari-Maret tahun depan, tapi dampak kekeringannya sampai akhir Oktober karena pada November secara gradual wilayah-wilayah di Indonesia akan memasuki musim hujan," jelas Ardhasena.
Baca juga: Natuna Diselimuti Kabut Asap Kiriman dari Kalbar, Mata Jadi Perih dan Kualitas Udara Buruk
Menteri Siti Nurbaya mengatakan sebanyak 2.608 titik api telah terdeteksi di provinsi-provinsi tersebut hingga September.
Namun dia juga menuturkan bahwa pemerintah "turut mewaspadai" situasi di Pulau Jawa.
Dalam sepekan terakhir, lahan di sejumlah gunung di Pulau Jawa terbakar. Di antaranya di Gunung Bromo, Gunung Arjuno, Gunung Sumbing, Gunung Welirang, Gunung Gede, Gunung Lawu, dan Gunung Andong.
Baca juga: Diselimuti Kabut Asap, 7 Penerbangan di Bandara Syamsudin Noor Banjarbaru Delay
90% peristiwa karhutla di Indonesia "disebabkan oleh ulah manusia", sedangkan kondisi panas yang dipengaruhi El Nino "hanya katalis yang mempercepat kebakaran", kata Abdul Muhari dari BNPB.
Senada, manajer kampanye hutan Walhi, Uli Arta Siagian mengatakan fenomena El Nino hanya "pemantik" dan prediksi akan situasi ini semestinya bisa dimitigasi oleh pemerintah untuk mencegah karhutla.
Namun Walhi justru mendeteksi 12.468 titik api pada tahun ini --berbeda dengan data KLHK--, di mana hampir 50% di antaranya terjadi di wilayah konsesi perusahaan.
Dari pemantauan itu pun, Uli mengatakan masih ditemukan kasus-kasus kebakaran hutan di titik yang sama dengan sebelumnya.
"Di Kalimantan Tengah, Sumatra Selatan, Jambi, kami melihat terjadi titik api terjadi di wilayah yang 2015 dan 2019 itu terjadi kebakaran juga. Artinya dia berulang, bukan hanya waktunya, tapi juga lokasinya, di tempat konsensi-konsensi yang sebelumnya juga terjadi," kata Uli.
Baca juga: Bahaya Kabut Asap, Dampak, dan Cara Melindungi Diri
Menurut Uli, kasus kebakaran hutan semestinya tidak terulang apabila pemerintah menindak tegas pelakunya dan mengevaluasi izin konsesi yang dimiliki.
Pemerintah dinilai "tidak tegas mengawasi dan menindak korporasi yang menyebabkan karhutla".
"Pemerintah tidak melakukan pengawasan yang ketat, tidak mengevaluasi perizinan, tidak melakukan penegakan hukum," tutur Uli.
Dalam penegakan hukum terkait karhutla, Walhi mengatakan subjek penegakan hukumnya pun "lebih banyak masyarakat adat dibandingkan korporasi".
Pemerintah dinilai tidak memiliki kemauan kuat untuk memeriksa lahan-lahan yang terbakar di wilayah konsensi untuk memastikan apakah itu sengaja dibakar atau sebuah insiden.
Sementara itu, Menteri LHK Siti Nurbaya mengklaim mengontrol titik-titik kebakaran setiap hari malalui sistem pengawasan oleh Direktorat Jenderal Penegakan Hukum.
Baca juga: Kabut Asap akibat Karhutla Semakin Tebal, Aktivitas Pelayaran di Sungai Kapuas Terganggu
"Ketika dia [titik panas] ada di area konsensi langsung kita tegur. 'Ini ada hotspot sekian, kamu harus hati-hati, kamu kena sanksi.' Mekanismenya di Gakkum seperti itu," jelas Siti.
Pada awal September lalu, KLHK menyegel lokasi kebakaran hutan dan lahan dari empat perusahaan pemegang konsesi di Kalimantan Barat.
Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di wilayah Sumatra turut diwaspadai oleh Singapura.
Pada Minggu (3/9), Badan Lingkungan Hidup Nasional Singapura memonitor puluhan titik api yang terdeteksi di Sumatra dan mengingatkan warganya soal risiko kabut asap.
Singapura sendiri termasuk salah satu negara tetangga yang sebelumnya pernah terdampak kabut asap karhutla dari Indonesia. Malaysia dan Thailand juga pernah terdampak.
Kabut asap telah berulang kali menjadi masalah di kawasan Asia Tenggara, terutama ketika kebakaran hutan masif terjadi pada 2015 dan 2019.
Baca juga: BPBD Sebut Karhutla Belum Timbulkan Kabut Asap di Riau
Belakangan, dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Jakarta, negara-negara ASEAN meresmikan Pusat Koordinasi Pengendalian Pencemaran Asap Lintas Batas untuk mengembangkan sistem peringatan dini dan mobilisasi sumber daya demi mengatasi masalah pencemaran udara lintas batas.
Namun hingga Kamis (8/9), Ardhasena Sopaheluwakan dari BMKG mengklaim belum ada kabut asap akibat karhutla yang terdeteksi melintasi batas negara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.