Hal ini mengingat tugasnya sebagai mediator untuk menjaga kelancaran komunikasi antara masyarakat suku Mentawai dengan alam arwah para leluhur.
Semuanya tak lepas dari kebiasaan hidup masyarakat Suku Mentawai yang dikenal masih bergantung penuh pada alam dan jauh dari peradaban modern.
Tidak semua orang dari suku Mentawai bisa menjadi Sikerei, namun hanya orang-orang pilihan saja.
Dilansir dari laman ksdae.menlhk.go.id, Penetapan Sikerei dilihat dari tiga cara, yaitu kemauan diri sendiri, perintah dari orang tua atau leluhur, dan karena sakit.
Bagi mereka yang menjadi Sikerei karena keinginan sendiri, maka orang tersebut cukup menjalankan aturan-aturan serta menghindari pantangan-pantangannya (kei-kei).
Adapun pantangan-pantangan (kei-kei) yang wajib dijauhi oleh seorang Sikerei antara lain tidak boleh bersetubuh bahkan dengan istri selama dalam proses Kerei, tidak boleh makan sembarang waktu (sesuai waktu ritual), serta tidak boleh memakan owa Mentawai (Bilou atau Simabilau) dan ikan panjang (belut).
Sementara bagi mereka yang ditunjuk oleh orang tua atau leluhur maka mereka juga wajib untuk menjadi Sikerei dan harus memenuhi syarat dan proses-prosesnya.
Begitu pula bagi yang disembuhkan penyakit oleh Sikerei, yang dalam keyakinan setempat adalah bentuk panggilan dari roh para leluhur untuk menjadi seorang Sikerei.
Masyarakat Suku Mentawai meyakini apabila hal tersebut tidak dijalankan dan dipatuhi, akan datang kutukan dan malapetaka yang menimpa orang tersebut.
Selain pantangan, untuk menjadi seorang Sikerei, seseorang harus melaksanakan upacara adat atau yang disebut dengan Lia.
Sebelum sampai kepada pelaksanaan upacara tersebut, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi.
Syaratnya tersebut antara lain, seorang calon Sikerei harus memiliki banyak ternak babi yang dipelihara, memiliki umur minimal 40 tahun, sanggup mematuhi aturan Kerei dan menjauhi pantangannya yakni kei-kei.
Setelah syarat-syarat tersebut terpenuhi, dilanjutkan proses yang disebut kerei yang diawali dengan Menyagu (mengolah sagu), Luluplup, Ulainok, Ugettek, Uogbug, dan diakhiri dengan pasigabah iba.
Dalam pelaksanaan tahapan-tahapan tersebut ada beberapa alat-alat yang digunakan, meliputi kabit, salipak dan bakluh, talatak, tetekuk, luat, singenyet, sibodhag, lai-lai, lekkau, sabot Kerei, sineibag dan ngalou.
Belakangan ini jumlah pertambahan Sikerei pada masyarakat Mentawai disebut kian berkurang.