KOMPAS.com - Masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat terutama yang tinggal di daerah Pariaman mengenal tradisi bajapuik dalam prosesi pernikahan adatnya.
Tradisi Bajapuik dalam bahasa setempat bermakna menjemput, yang merujuk pada tradisi menjemput calon pengantin pria pada prosesi pernikahan adat Minang Pariaman.
Baca juga: Mengenal Sumbang Duobaleh, UU Adat Minangkabau yang Dianggap Tak Pernah Ada
Tradisi bajapuik tidak terlepas dari sistem kekerabatan matrilineal yang dianut oleh masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat.
Dalam hal ini terdapat falsafah adat Minangkabau yang memandang bahwa suami merupakan orang datang, di mana hukum adat memposisikan suami adalah tamu di rumah istrinya.
Baca juga: Budaya Matrilineal Suku Minangkabau: Pengertian, Sejarah, hingga Keistimewaan
Sebagai tamu atau orang datang, maka berlaku nilai moral ‘datang karano dipanggia, tibo karano dijapuik’ yang bermakna ‘datang karena dipanggil, tiba karena dijemput’.
Azami dalam bukunya yang berjudul Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Sumatera Barat (1997) menjelaskan bahwa umumnya dalam adat Minang, meminang biasanya dilakukan oleh keluarga dari wanita kepada keluarga pria.
Adapun tradisi bajapuik dilaksanakan setelah menjalani tahap batimbang tando atau memberikan sesuatu untuk mengikat perjanjian sebelum pernikahan dan sebelum berlangsungnya akad nikah.
Baca juga: Mengapa Desa di Sumatera Barat Disebut Nagari?
Tak hanya menjemput, dalam tradisi bajapuik juga dikenal dengan pemberian uang jemputan (uang japuik) yang diberikan oleh keluarga calon mempelai wanita kepada keluarga calon mempelai pria.
Pada awalnya, uang jemputan diberikan kepada orang yang terpandang dalam masyarakat yaitu keturunan raja-raja atau bangsawan yang bergelar bagindo, sidi, atau sutan.
Adapun besaran uang jemputan yang diberikan keluarga calon mempelai wanita tergantung kepada kesepakatan dari kedua belah pihak.
Pandangan yang kurang tepat adalah tentang bajapuik yang dilihat sebagai bentuk usaha keluarga calon mempelai wanita yang ‘membayar’ atau ‘membeli’ keluarga calon mempelai pria dengan sejumlah uang yang disesuaikan dengan status sosial calon mempelai pria.
Hal ini karena uang jemputan ini nantinya akan dibalas oleh keluarga calon mempelai pria pada waktu anak dara berupa barang-barang hadiah yang nilainya mencapai satu setengah kali uang jemputan.
Biasanya balasan yang diberikan keluarga calon mempelai pria terdiri dari bahan pakaian, perhiasan, dan pecah-belah.
Masyarakat Minangkabau juga dikenal memiliki falsafah yaitu ‘Adat Basandi Sarak, Sarak Basandi Kitabullah’ sehingga biasanya berlakunya adat akan sejalan atau tidak bertentangan dengan nilai agama.
Begitu juga dengan tradisi bajapuik yang dimaknai sebagai prosesi menjemput pengantin laki-laki oleh pihak perempuan dengan membawa uang jemputan.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.