Dilansir dari laman Antara, Kepala Kemenag Kota Pariaman, Muhammad Nur, menyebut bahwa tradisi tersebut tidak melanggar hukum Islam.
"Dalam Islam tidak ada dibahas secara detail tentang uang jemputan karena itu termasuk ke dalam fikih kontemporer atau di luar fikih Islam secara umum," kata Muhammad Nur kepada Antara.
Ia juga menjelaskan bahwa tradisi bajapuik di Pariaman lebih mengacu kepada adat istiadat dan tidak terkait dengan agama.
Hal tersebut karena prosesi tradisi bajapuik dilakukan sebelum pernikahan berlangsung, sehingga tidak termasuk kepada syarat pernikahan.
Lebih lanjut, Muhammad Nur juga menyebut mengenai adanya uang jemputan pada tradisi bajapuik.
"Istilah uang jemputan yang ada di Kota Pariaman merupakan kesepakatan kedua belah pihak sehingga lebih mengacu pada nikah adat," katanya.
Oleh karena itu ia berharap masyarakat perlu memahami bahwa tradisi bajapuik di daerah itu sama sekali tidak bersinggungan dengan agama Islam.
Lebih lanjut, Sekretaris Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Kota Pariaman, Priyaldi mengatakan pemerintah daerah mengupayakan melindungi tradisi bajapuik di daerah itu.
"Perkawinan bajapuik merupakan suatu kearifan lokal di Pariaman yang perlu dijaga dan dilindungi di tengah kemajuan zaman saat ini," kata Priyaldi.
Tak heran apabila kemudian tradisi bajapuik ditetapkan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) pada tahun 2022.
Sumber:
Azami. 1997.Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Sumatera Barat. Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.
sumbar.antaranews.com
padang.tribunnews.com
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.