Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beredar Pesan Hujan Buatan di Pekanbaru Berisiko bagi Kesehatan, BMKG dan BRIN Beri Penjelasan

Kompas.com - 22/08/2023, 16:33 WIB
Idon Tanjung,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

PEKANBARU, KOMPAS.com - Beredar pesan berantai tentang hujan yang turun di wilayah Kota Pekanbaru, Riau, disebut hujan buatan.

Dalam pesan itu juga disebutkan hujan buatan tersebut berisiko bagi kesehatan.

Berikut pesan yang beredar itu:

Assalamu'alaikum, Selamat Siang, mohon izin menginformasikan bahwa hujan yang berlangsung dalam beberapa hari terakhir di Kota Pekanbaru, adalah hasil Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) atau sering disebut Hujan Buatan, kerjasama BRIN-Lanud Roesmin Nurjadin-BPBD Riau.

Kualitas air hujannya sangat beresiko bagi kesehatan manusia jika bersentuhan langsung, karena tingkat keasaman airnya yang sangat tinggi.

Baca juga: Hujan Asam: Penyebab, Proses, Dampak, dan Cara Mencegahnya

Untuk itu kami sampaikan agar kawan-kawan yang bertugas dan berdomisilisi di Pekanbaru agar menjaga kesehatannya, dengan membatasi pergerakan saat turun hujan, atau mengenakan mantel atau jas hujan.

Menurut perencanaan TMC di Kota Pekanbaru dan sekitarnya, tengah dimodifikasi agar hujan bisa turun hanya di siang hari, hal ini terkait dengan kegiatan Latihan Txerbang Malam para Penerbang Lanud RSN, mulai Senin (21/08/2023) ini hingga 4 September 2023.

Agar menjadi catatan bagi seluruh jajaran, terutama pengguna kendaraan roda dua. Terima kasih.

Baca juga: Teknologi Modifikasi Cuaca BPPT, Ternyata Tidak Sekadar Menurunkan Hujan Buatan

Penjelasan BMKG

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pekanbaru menanggapi pesan yang beredar itu.

"Untuk hujan yang terjadi di wilayah Pekanbaru beberapa hari belakangan ini, dari pantauan kami lebih dominan hujan yang disebabkan oleh faktor alami," kata Kepala BMKG Pekanbaru, Ramlan kepada Kompas.com melalui keterangan tertulis, Selasa (22/8/2023).

 

Dia mengatakan, untuk kegiatan TMC ditargetkan untuk wilayah pesisir berlahan gambut yang berpotensi terjadi kebakaran hutan dan lahan.

Sedangkan untuk wilayah Pekanbaru sendiri umumnya adalah hujan dari faktor alami.

Lebih lanjut, Ramlan menjelaskan, kegiatan TMC hanya memaksimalkan awan yang tumbuh dapat mencapai titik jenuh dan terjadi Hujan.

Baca juga: Antisipasi Karhutla di Sumsel, 800 Ton Garam Disemai untuk Bentuk Hujan Buatan

TMC tidak dapat dilakukan apabila pertumbuhan awan hujan (awan rendah) tidak terbentuk. Bahan semai dari TMC untuk menyatukan awan-awan adalah NaCl (Natrium Clorida atau garam dapur.

Sehingga, jika sudah tercampur dengan awan (kondensasi atau air) semuanya akan melebur jadi air.

"Jadi sudah tidak bisa kita bedakan ini akibat hujan buatan atau hujan alami. Yang pasti hujan yang turun adalah hujan alami. Jika ada yang menyatakan ada komposisi hujan yang turun memiliki tingkat keasaman atau berbahaya bagi kesehatan kulit, perlu dikonfirmasi hasil uji lab air hujan yang diteliti. Jika tidak ada yg bisa menyampaikan hasil uji lab, berarti hanya asumsi saja, sehingga tidak bisa dipertanggungjawabkan," ujar Ramlan.

Karena itu, BMKG memastikan hujan yang turun hampir di sebagian wilayah Riau, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Aceh, merupakan hujan alami.

"Masyarakat tidak perlu panik dan khawatir secara berlebihan. Dapat kami sampaikan juga, mulai tanggal 21 Agustus 2023, kegiatan TMC sudah berakhir di Riau. Dalam beberapa hari ke depan, potensi hujan di Riau masih ada hujan ringan hingga sedang. Hal ini karena masih adanya suplai masa uap air (awan hujan) dari Samudera Hindia," jelas Ramlan.

Baca juga: Hujan Buatan Dinilai Berhasil Atasi Karhutla Kalimantan dan Sumatera

Penjelasan BRIN

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) turut menanggapi pesan berantai yang menimbulkan kekhawatiran bagi warga Pekanbaru.

Dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, BRIN menjelaskan hujan asam adalah hujan dengan air hujan dengan pH di bawah 5,6. Air yang netral memiliki pH 7.

Hujan secara alami bersifat asam lemah (pH sedikit di bawah 6), karena adanya gas karbondioksida (CO2) di udara yang larut dengan air hujan membentuk asam karbonat H-2CO3.

Jenis asam dalam hujan ini memiliki manfaat untuk melarutkan mineral di dalam tanah, sehingga dapat dimanfaatkan oleh hewan dan tumbuhan.

Hujan asam disebabkan oleh adanya gas pembentuk asam kuat di dalam atmosfer yang terlarut dalam air hujan.

 

Gas ini umumnya adalah oksida dari belerang (SOx) dan oksida dari Nitrogen (NOx). Belerang sendiri adalah pengotor dalam bahan bakar minyak, serta oksida nitrogen berasal dari udara dan pembakaran material organik termasuk lahan gambut.

Jika bereaksi dengan air hujan, maka oksida belerang dan oksida nitrogen akan berubah menjadi asam sulfat (H2SO4) dan asam nitrat (HNO3) yang merupakan asam kuat.

Hujan asam sendiri memiliki pH hingga 4 (semakin kecil nilai pH, semakin asam).

Jika terkena manusia, dan hewan darat, umumnya tidak memberikan efek secara langsung dan kurang berbahaya.

Baca juga: Antisipasi Karhutla di Sumsel, 800 Ton Garam Disemai untuk Bentuk Hujan Buatan

Namun, hujan asam sangat berbahaya untuk tumbuhan dan hewan air karena proses hidupnya bergantung dengan kondisi air di lingkungan.

Selain itu, hujan asam akan merusak struktur bangunan karena mudah menyebabkan korosi di bangunan dan logam.

Teknologi hujan buatan sendiri tidak menggunakan bahan kimia yang bersifat asam.

Bahan kimia yang digunakan hanya NaCI atau garam dapur yang bersifat netral dan dikonsumsi setiap hari oleh manusia.

Pembeda garam untuk TMC dan konsumsi manusia adalah proses pembuatannya.

Garam untuk hujan buatan mengalami proses penggilingan hingga dua sampai tiga kali untuk memperoleh ukuran yang jauh lebih kecil daripada garam dapur.

Baca juga: Water Bombing dan Hujan Buatan Tak Efektif, Ini Cara Baru BNPB Padamkan Karhutla

Konsentrasi garam yang ditaburkan ke dalam awan juga memiliki konsentrasi yang sangat rendah dibandingkan dengan ukuran awan, sehingga tidak merusak sifat kimia dari air hujan.

Jadi, air hujan buatan tidak memiliki rasa, dan bau yang berbeda dari air hujan biasa.

Air hujan dari proses hujan buatan sudah teruji di laboratorium bahwa air hujan buatan tidak memiliki sifat yang berbeda dengan air hujan biasa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cemburu, Mahasiswi di Pekanbaru Tusuk Seorang Pria

Cemburu, Mahasiswi di Pekanbaru Tusuk Seorang Pria

Regional
Hamil 7 Bulan, Remaja di Wonogiri Tewas Gantung Diri

Hamil 7 Bulan, Remaja di Wonogiri Tewas Gantung Diri

Regional
Empat Pelajar Jateng Dikirim Jadi Calon Paskibraka Nasional

Empat Pelajar Jateng Dikirim Jadi Calon Paskibraka Nasional

Regional
Alami Penurunan Kesadaran, Seorang Calon Haji Embarkasi Solo asal Banjarnegara Meninggal di Madinah

Alami Penurunan Kesadaran, Seorang Calon Haji Embarkasi Solo asal Banjarnegara Meninggal di Madinah

Regional
Polemik Rencana Pemindahan Makam Theys Hiyo Eluay di Jayapura

Polemik Rencana Pemindahan Makam Theys Hiyo Eluay di Jayapura

Regional
Petahana Bupati Tegal Umi Azizah Kembali Ikuti Penjaringan PKB di Pilkada 2024

Petahana Bupati Tegal Umi Azizah Kembali Ikuti Penjaringan PKB di Pilkada 2024

Regional
Misteri Potongan Tubuh Bercelana Biru Dalam Parit di Pontianak

Misteri Potongan Tubuh Bercelana Biru Dalam Parit di Pontianak

Regional
Remaja Putri 15 Tahun di Kapuas Hulu Dicabuli 8 Pemuda, 4 Pelaku Bawah Umur

Remaja Putri 15 Tahun di Kapuas Hulu Dicabuli 8 Pemuda, 4 Pelaku Bawah Umur

Regional
Hampir Sebulan Buron, Rutan di Lampung Baru Minta Bantuan Polisi Cari Napi Kabur

Hampir Sebulan Buron, Rutan di Lampung Baru Minta Bantuan Polisi Cari Napi Kabur

Regional
Saat 15 Ton Garam Disemai di Langit Gunung Marapi untuk Cegah Hujan Lebat...

Saat 15 Ton Garam Disemai di Langit Gunung Marapi untuk Cegah Hujan Lebat...

Regional
[POPULER REGIONAL] Pensiunan Guru Ditipu Rp 74,7 Juta | Buntut Dugaan Pemalakan Dishub Medan

[POPULER REGIONAL] Pensiunan Guru Ditipu Rp 74,7 Juta | Buntut Dugaan Pemalakan Dishub Medan

Regional
Cerita Korban Banjir Luwu yang Rumahnya Hanyut Terbawa Arus, Kini Menanti Perbaikan

Cerita Korban Banjir Luwu yang Rumahnya Hanyut Terbawa Arus, Kini Menanti Perbaikan

Regional
Ada Ritual Biksu Thudong, Polresta Magelang Siapkan Pengamanan Estafet

Ada Ritual Biksu Thudong, Polresta Magelang Siapkan Pengamanan Estafet

Regional
Mahakam Ulu Banjir Bandang, BPBD Baru Bisa Dirikan 1 Posko Pengungsian karena Akses Terputus

Mahakam Ulu Banjir Bandang, BPBD Baru Bisa Dirikan 1 Posko Pengungsian karena Akses Terputus

Regional
Mahakam Ulu Terendam Banjir: Ketinggian Air Capai 4 Meter, Ratusan Warga Mengungsi

Mahakam Ulu Terendam Banjir: Ketinggian Air Capai 4 Meter, Ratusan Warga Mengungsi

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com