Larangan pengambilan ikan di lubuk larangan pun bervariasi, tergantung aturan setempat. Misalnya, ada yang hanya boleh mengambil ikan setahun sekali atau boleh mengambil ikan asal tidak merusak dengan racun atau menyetrum.
Untuk lubuk larangan di Danau Riak Tebakang, diterapkan di jalan lama kampung hingga ke bendungan irigasi.
Sanksi bagi pelanggar, selain berbagai macam kutukan, juga diwajibkan untuk memotong kambing bagi warga desa.
“Apa yang kita tanam akan kita jaga, apa yang kita tebar akan kita pelihara bersama,” ujar Datuk Mangku Setio.
Selepas penetapan Danau Riak Tebakang sebagai lubuk larangan, tim Eskpedisi Sungai Batanghari Kenduri Swarnabhumi dan tokoh masyarakat melepaskan sekitar 56 ribu benih ikan ke danau.
Ikan-ikan tersebut diharapkan berkembang biak dan bisa diambil pada saat masa panen ikan.
Gubernur Jambi, Al Haris saat berdialog dengan tim Ekspedisi Batanghari dan masyarakat berkomitmen ingin menetapkan regulasi 20 persen dari kawasan Sungai Batanghari sebagai lubuk larangan.
Kearifan lokal lubuk larangan dapat melindungi sungai dari kerusakan dan pencemaran. Pasalnya warga dengan kompak menjaga sungai dengan nilai-nilai adat yang harmoni dengan alam.
Al Haris mengatakan, saat menjabat sebagai bupati di Merangin, ada 300 lubuk larangan di daerah itu. Kini, ia mencanangkan membuat 1.000 lubuk larangan di Jambi.
Untuk mencapai target ini, dia telah bekerja sama dengan lembaga adat untuk membuat aturan masyarakat sepanjang sungai Batanghari.
Hal ini bertujuan untuk melindungi sungai dengan warisan kearifan lokal untuk generasi mendatang.
Sejumlah peraturan adat yang direncanakan akan diberlakukan meliputi larangan menebang kayu di pinggir sungai, melarang pembuangan sampah ke sungai, serta menghindari praktik meracun ikan, menyentrum, dan menggunakan alat tangkap modern yang dapat merusak lingkungan dan habitat ikan secara tradisional.
Tim Ekspedisi Batanghari 2023 turut memberikan laporan dari pengamatan, berdiskusi dengan masyarakat, tokoh adat, dan perempuan selama 11 hari perjalanan menyusuri sepanjang Sungai Batanghari.
Tedjo Sukmono, Ahli Perikanan Universitas Jambi menuturkan dari hasil pemantauan sepanjang perjalanan ekspedisi Batanghari ini, setidaknya ada 7 pemanfaatan sungai oleh masyarakat, yaitu: mandi cuci kakus (MCK), Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI),Penambangan Pasir, Pelayangan (penyeberangan), Nelayan (perahu kecil), Stockpile batubara, dan pelayaran tongkang.
Dari hasil sementara, terdapat pola yang berbeda-beda dari hulu ke hilir. Di daerah Dharmasraya bagian hulu Batanghari, walaupun aksesnya mencapai 17 km, ditemukan tiga penambang pasir dan batu kerikil.