Salin Artikel

Menjaga Kelestarian Sungai Batanghari dengan Lubuk Larangan

JAMBI,KOMPAS.com - Datuk Mangku Setio Alam, berdiri di atas rakit bambu yang tertambat di pinggir Danau Riak Tembakang.

Dengan suara lantang, di hadapan tetua adat Desa Cermin Alam, Kabupaten Tebo, Jambi, dia mengucap sumpah karang setio.

Tidak hanya warga setempat, ritual adat yang sakral ini juga disaksikan tim Ekspedisi Batanghari Kenduri Swarnabhumi.

Ekspedisi Batanghari Kenduri Swarnabhumi merupakan program Kemendikbudristek dari 27 Juni sampai 9 Agustus 2023. Tujuannya untuk menyelamatkan sungai Batanghari dengan mengangkat kearifan lokalnya.

Tim ekspedisi terdiri dari peneliti, komunitas lingkungan, komunitas budaya, mahasiswa, jurnalis dan tokoh adat.

Hal ini dilakukan setelah Danau Riak Tebakang ditetapkan sebagai kawasan lubuk larangan. Dengan kata lain, setiap orang dilarang memancing atau mengambil ikan dalam kawasan tertentu, kecuali pada waktu yang telah ditentukan.

“Siapa saja yang melanggar pantangan dengan berkhianat pada sumpah; maka dianjak layu, dianggur mati, dikutuk besi kawi, Al-Quran nan 30 Juz,” kata Datuk mengangkat sumpah dengan suara lantang.

Makna dari sumpah karang setio yang dibacakan adalah barang siapa yang berani melanggar sumpah, maka apa saja yang dikerjakan dan diusahakan akan sia-sia dan percuma.

Dengan disaksikan kesucian Alquran sebanyak 30 juz, orang tersebut akan mendapatkan kutukan besi kawi, apabila melanggar.

Kutukan besi kawi sangat menakutkan bagi masyarakat di pinggir Sungai Batanghari. Sebab, pelaku yang melanggar dipercaya akan menghadapi banyak kesulitan. Ketika dia menanam tanaman, ke pucuk tidak berbuah, ke bawah tidak berakar, di tengah dimakan kumbang.

Selain itu ketika pelanggar pergi ke sungai di makan buaya atau mati tenggelam, ke darat di makan harimau. Lalu padi ditanam akan jadi ilalang, kunyit ditanam buahnya putih pucat.

Dengan sumpah ini, lubuk larangan akan membuat ekosistem sungai terjaga dan ikan yang diperoleh saat panen melimpah.

Lubuk larangan di sungai Batanghari

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) berkolaborasi dengan 13 pemerintah daerah di Provinsi Jambi dan Sumatera Barat, untuk menghidupkan kembali lubuk larangan, khususnya yang berada di aliran Sungai Batanghari.

Lubuk larangan yang ditetapkan terdiri dari danau-danau tapal kuda dan anak-anak sungai cabang dari Batanghari dengan perairan yang tidak begitu dalam.

Kini lubuk larangan tidak hanya di Desa Cermin Alam, tetapi ada di Desa Teluk Kayu Putih, di Kecamatan VII Koto. Di kabupaten lain, lubuk larangan tersebar di Bungo, Merangin, Muaro Jambi dan Sarolangun.

Larangan pengambilan ikan di lubuk larangan pun bervariasi, tergantung aturan setempat. Misalnya, ada yang hanya boleh mengambil ikan setahun sekali atau boleh mengambil ikan asal tidak merusak dengan racun atau menyetrum.

Untuk lubuk larangan di Danau Riak Tebakang, diterapkan di jalan lama kampung hingga ke bendungan irigasi.

Sanksi bagi pelanggar, selain berbagai macam kutukan, juga diwajibkan untuk memotong kambing bagi warga desa.

“Apa yang kita tanam akan kita jaga, apa yang kita tebar akan kita pelihara bersama,” ujar Datuk Mangku Setio.

Selepas penetapan Danau Riak Tebakang sebagai lubuk larangan, tim Eskpedisi Sungai Batanghari Kenduri Swarnabhumi dan tokoh masyarakat melepaskan sekitar 56 ribu benih ikan ke danau.

Ikan-ikan tersebut diharapkan berkembang biak dan bisa diambil pada saat masa panen ikan.

Jambi, 1.000 Lubuk Larangan

Gubernur Jambi, Al Haris saat berdialog dengan tim Ekspedisi Batanghari dan masyarakat berkomitmen ingin menetapkan regulasi 20 persen dari kawasan Sungai Batanghari sebagai lubuk larangan.

Kearifan lokal lubuk larangan dapat melindungi sungai dari kerusakan dan pencemaran. Pasalnya warga dengan kompak menjaga sungai dengan nilai-nilai adat yang harmoni dengan alam.

Al Haris mengatakan, saat menjabat sebagai bupati di Merangin, ada 300 lubuk larangan di daerah itu. Kini, ia mencanangkan membuat 1.000 lubuk larangan di Jambi.

Untuk mencapai target ini, dia telah bekerja sama dengan lembaga adat untuk membuat aturan masyarakat sepanjang sungai Batanghari.

Hal ini bertujuan untuk melindungi sungai dengan warisan kearifan lokal untuk generasi mendatang.

Sejumlah peraturan adat yang direncanakan akan diberlakukan meliputi larangan menebang kayu di pinggir sungai, melarang pembuangan sampah ke sungai, serta menghindari praktik meracun ikan, menyentrum, dan menggunakan alat tangkap modern yang dapat merusak lingkungan dan habitat ikan secara tradisional.

Temuan tim ekspedisi

Tim Ekspedisi Batanghari 2023 turut memberikan laporan dari pengamatan, berdiskusi dengan masyarakat, tokoh adat, dan perempuan selama 11 hari perjalanan menyusuri sepanjang Sungai Batanghari.

Tedjo Sukmono, Ahli Perikanan Universitas Jambi menuturkan dari hasil pemantauan sepanjang perjalanan ekspedisi Batanghari ini, setidaknya ada 7 pemanfaatan sungai oleh masyarakat, yaitu: mandi cuci kakus (MCK), Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI),Penambangan Pasir, Pelayangan (penyeberangan), Nelayan (perahu kecil), Stockpile batubara, dan pelayaran tongkang.

Dari hasil sementara, terdapat pola yang berbeda-beda dari hulu ke hilir. Di daerah Dharmasraya bagian hulu Batanghari, walaupun aksesnya mencapai 17 km, ditemukan tiga penambang pasir dan batu kerikil.

Pada kabupaten Tebo, ditemukan banyak sekali PETI dan MCK, serta hanya beberapa karamba ikan.

Di kabupaten Batanghari, lebih banyak didapat karamba ikan, walaupun PETI dan MCK masih ada.

Sedangkan di kabupaten Muaro Jambi, lebih banyak tambang pasir dan karamba, namun PETI juga ada. Selain itu, hampir setiap kabupaten/kota memiliki inlet Pdam.

“Saat ini, tim peneliti yang ikut ekspedisi juga mengambil sampel organ dalam ikan untuk melihat tingkat kerusakan jaringan, serta mengambil data dari jaringan untuk melihat DNA dan kandungan logam berat,” jelasnya.

Peneliti Budaya Panji Kusumah, mengatakan praktik baik yang ditemukan selama ekspedisi adalah setiap lokasi yang disinggahi tim melakukan penebaran benih ikan (restocking) dan penanaman pohon di sepanjang sempadan Sungai.

Praktik lainnya adalah pembentukan lubuk larangan di Tebo dan pelepasan benih ikan di lubuk Guci Mas.

"Lubuk larangan saat ini berfungsi sebagai area konservasi insitu dan sebagai refuge area bagi ikan sungai Batanghari yang tercemar," kata Panji.

https://regional.kompas.com/read/2023/08/22/050600778/menjaga-kelestarian-sungai-batanghari-dengan-lubuk-larangan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke