PANJANG perbatasan darat Indonesia-Malaysia di sektor barat mencapai 360 kilometer. Sepanjang itu, sedikitnya ada hampir 100 pintu keluar-masuk ilegal melalui jalur setapak. Jalur ilegal ini biasa disebut sebagai jalan-jalan tikus di perbatasan.
Jumat (18/8/2023), saya, Hendra Cipta, jurnalis Kompas.com, mengunjungi Pos Bantan di Desa Bungkang, Kecamatan Sekayam, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat (Kalbar). Dari pos ini, saya akan mengikuti patroli menyusuri jalan tikus di perbatasan.
Wilayah Pos Bantan merupakan akses terakhir yang bisa dijangkau menggunakan kendaraan bermotor. Sesudah pos ini, apalagi sampai ke jalan tikus dan patok batas negara Indonesia-Malaysia, saya harus ikut berjalan kaki sejauh kurang lebih 10 kilometer.
Baca juga: Sisi Lain Prajurit Penjaga Perbatasan Indonesia-Malaysia: Jadi Petani, Guru, dan Nakes Sekaligus
Anak Sungai Sekayam menjadi penanda, jalur perjalanan yang bisa dilalui sepeda motor akan segera berakhir. Selebihnya, jalan setapak, jalan setapak, dan jalan setapak.
Sesekali ada jalan yang cukup lebar, meski tetap jalan tanah. Namun, itu juga tak pernah panjang, segera terhalang hutan atau aliran sungai.
Saya memulai perjalanan pada Jumat siang itu dari kawasan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat.
Sejak awal, kami—saya dan seorang staf Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP)—sengaja memilih menggunakan sepeda motor begitu berencana menyusuri jalan tikus perbatasan.
Dari PLBN Entikong, perjalanan berhenti dulu di Pasar Balai Karangan. Jarak kedua lokasi sekitar 20 kilometer. Perjalanan lalu berlanjut ke Pos Bantan, yang jaraknya sekitar 20 kilometer juga dari pasar.
Waktu menunjukkan sekitar pukul 13.00 WIB ketika perjalanan dimulai dari Pasar Balai Karangan. Butuh waktu setengah jam dari pasar, mampir ke Pos Bantan, dan akhirnya bertemu dengan jalan tikus pertama. Ini sudah pakai acara menyeberangi Anak Sungai Sekayam.
Baca juga: Dari Perbatasan Indonesia-Malaysia: Ringgit Laku di Entikong, Rupiah Bisa Dipakai di Tebedu
Sepeda motor kami parkirkan di tepi hutan dan perjalanan menyusuri lika-liku jalan tikus di perbatasan Indonesia-Malaysia pun dimulai. Jalan kaki.
Saya diajak serta oleh Komandan Pos Bantan, Letda Sugeng, untuk mengikuti mereka melakukan patroli jalan tikus dengan berjalan kaki.
Di depan saya, ada enam personel TNI dari Pasukan Pengamanan Perbatasan (Paspamtas) Batalyon Armed 16 Tumbak Kaputing (TK).
Setelah perjalanan setengah jam menggunakan sepeda motor hingga lokasi terakhir yang bisa dijamah menggunakannya, tiba juga kami di jalur ilegal perlintasan warga Indonesia ke Malaysia dan sebaliknya.
Jalur ini kerap disebut sebagai jalan tikus sekaligus jalur sutra Indonesia-Malaysia. Sayangnya, ini jalur sutra bagi perdagangan ilegal narkotika dan obat berbahaya (narkoba).
“Kami melalukan patroli rutin dan berkala setiap sepekan sekali untuk menjaga 74 patok yang ada di wilayah Pos Bantan,” kata Sugeng.