PERJALANAN menuju desa terpencil di pedalaman hutan, terkhusus di kawasan perbatasan Indonesia dengan negara tetangga, tidaklah mudah.
Begitulah yang Tria Sutrisna—jurnalis Kompas.com—rasakan saat menuju ke Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Yetetkun, Boven Digoel, Papua Selatan.
PLBN Yetetkun merupakan salah satu batas negara antara Indonesia dan Papua Nugini, selain PLBN Skow di Jayapura dan PLBN Sota di Merauke
Di gerbang masuk Kabupaten Boven Digoel, tepatnya di Distrik Tanah Merah, kesulitan belum terlalu terasa. Di area ini, sinyal telekomunikasi juga masih terbilang aman lantaran dekat dengan kantor bupati.
Pertokoan dan pasar yang menjual sandang dan pangan relatif mudah dijangkau pula di Tanah Merah. Jalan di kawasan ini terbilang mulus.
Namun, kondisi berbeda langsung terasa ketika tim Kompas.com bergeser dari pusat Distrik Tanah Merah, untuk menuju ke Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Yetetkun pada Rabu (16/8/2023) malam.
Sekitar pukul 21.00 WIB, mobil pikap kabin ganda atau double cabin yang mengangkut kami bertolak dari Tanah Merah menuju PLBN Yetetkun. Perjalanan kami ini sempat tertunda karena ada demonstrasi warga.
Baca juga: Tertunda Menikmati PLBN Yetetkun Boven Digoel karena Akses Diblokade Warga
Perjalanan dari Distrik Tanah Merah hingga PLBN Yetetkun di Distrik Ninati disebut akan memakan waktu hampir empat jam lewat jalur darat, meski kedua kawasan itu masih sama-sama di Kabupaten Boven Digoel.
Sudah begitu, baru beberapa menit berjalan, sinyal telekomunikasi dan lampu penerangan jalan pun sudah tiada. Padahal, aliran listrik tersambung di sepanjang jalur menuju pos perbatasan negara.
Alhasil, pencahayaan hanya mengandalkan lampu dari kendaraan dan pemukiman warga yang tersebar di beberapa titik. Selebihnya, sisi kiri dan kanan jalan hanyalah hutan belantara nan gelap gulita.
Kesulitan karena beberapa hal tersebut belum berakhir. Ternyata, jalan menuju PLBN Yetetkun belum 100 persen teraspal.
Masih terdapat beberapa lokasi jalan yang baru diratakan kemudian dicor dengan campuran batu-batu dan semen. Sebagian jalan yang sudah diaspal pun berlubang di beberapa tempat.
Kondisi ini membuat perjalanan tak bisa ditempuh dengan cepat. Ditambah lagi, debu berterbangan, semakin memperpendek jarak pandang.
Baca juga: Nakes Jadi Paskibra, Kisah Upacara HUT Ke-78 RI di Boven Digoel
Medan jalan yang seperti ini juga menjadi alasan masyarakat di Boven Digoel mayoritas menggunakan kendaraan 4WD.
Meski begitu, medan jalan saat ini dianggap jauh lebih bagus oleh Alfred (35), sopir yang membawa kami ke PLBN Yetetkun.
Pria asal Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) ini mengatakan bahwa sebelum jalan mulai dibangun pada 2019, medan yang harus dilewati adalah tanah merah dan lumpur.
Penerangan pada saat itu pun jauh lebih minim karena belum semua pemukiman teraliri listrik untuk memasang lampu di rumah.
"Ini sudah jauh lebih bagus dibandingkan dulu. Tahun 2019 ke bawah ini masih tanah, belum dibangun jalan. Mobil Hilux yang kita pakai ini susah melintas, harus pakai hingland," kata Alfred sambil fokus berkemudi.
Alfred mengaku sudah 10 tahun menjadi sopir di Papua Selatan, sejak merantau dari kampung halamannya pada 2012. Namun, jalan yang sebagian telah teraspal dan dicor ini menurut dia baru bisa dinikmati pada awal 2021.
"Ini baru dibangun 2019, dan baru bagus seperti sekitar 2021 inilah," kata Alfred.
Setelah 3,5 jam menembus hutan belantara, kami akhirnya sampai di Distrik Ninati. Pemukiman ini adalah yang terdekat dengan PLBN Yetetkun, jaraknya hanya dua kilometer.
Sinyal telekomunikasi kembali tersedia di distrik ini, tepatnya di sekitar Kantor Kecamatan Ninati. Selebihnya belum tersedia, bahkan di area PLBN Yetetkun.
Kamis (17/8/2023) pukul 01.00 WIT, atau 30 menit dari pemukiman warga Distrik Ninati, kami akhirnya sampai di zona inti PLBN Yetetkun.
Lokasi ini menjadi tempat penyelenggaraan upacara Hari Ulang Tahun (HUT) ke-78 Republik Indonesia di pos perbatasan negara.
Liputan peringatan dan perayaan kemerdekaan di PLBN Yetetkun merupakan bagian dari liputan khusus Merah Putih di Perbatasan yang digelar Kompas.com dengan kolaborasi bersama Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP).
Perjalanan ini membuka mata bahwa tak semudah itu untuk sekadar menjangkau perbatasan yang oleh Presiden Joko Widodo disebut sebagai wajah dan harga diri bangsa dan negara. Tak semudah itu....
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.