Sebanyak 26 personel TNI berbaris dan mengucapkan selamat datang. Kami pun bersalaman saling memperkenalkan diri.
Pos Tanjung Karya memang tidak sesibuk pos-pos perbatasan lain. Terlebih lagi, lokasinya berada di ketinggian dan berjarak sekitar 2,8 km dari permukiman penduduk dengan jalan menanjak.
Tidak ada pelanggaran tapal batas yang ditangani, tak ada tindak pelanggaran hukum. Tugas mereka adalah membina dan menjamin tidak adanya ancaman keamanan yang terjadi di wilayah tugasnya.
"Kami berbaur dan bersahabat dengan warga. Dari keakraban tersebut, kami beri mereka pemahaman bela bangsa, nasionalisme dan patriotisme di tapal batas," ujar Danpos Tanjung Karya Lettu Arm Kusnadi.
Para prajurit, lanjut dia, selalu andil setiap kali musim tanam dan panen padi. Mereka juga terdepan saat ada pembangunan desa maupun kegiatan gotong royong.
Tak ada sekat antara penduduk dan TNI sehingga para penduduk sukarela membagi hasil panen mereka, meski harus menaiki bukit untuk mencapai pos. Para penduduk menggunakan bekang dan mengangkut beras atau hasil panen lain.
"Jadi kami memang wajib menjaga hubungan dengan masyarakat. Kita adalah Rakyat, sebagaimana slogan 'Dari Rakyat, Untuk Rakyat, kembali ke Rakyat'," tegasnya.
Listrik di Pos Tanjung Karya hanya menggunakan solar cell dengan kapasitas 10 KWP sejak 2015. Tidak ada televisi. Sinyal ponsel hanya bisa untuk panggilan telepon.
"Hiburan kami adalah kebersamaan dan kekompakan para personel. Satu yang kami pedomani, penempatan di mana pun atau apapun, kami selalu siap tanpa protes," kata Kusnadi.
Nihilnya jaringan internet menjadi kendala dalam mengirimkan laporan, terlebih lagi jika laporan bersifat segera dan harus secepatnya.
Para prajurit sering turun bukit dengan berlari untuk menuju balai desa untuk menumpang menggunakan WiFi.
Sebaliknya, jika atasan memberikan instruksi atau arahan hasil laporan untuk Danpos, maka prajurit pembawa pesan akan berlari menaiki bukit.
"Naik turun bukit sudah biasa. Memang nihilnya jaringan menjadi kendala kami, tetapi bagaimanapun, tetap kami upayakan bagaimana laporan bisa terkirim," imbuhnya.
Ada satu hal yang dijunjung tinggi warga Adat Lundayeh. Mereka sangat bergantung pada hukum adat. Penyelesaian di polisi hanya dilakukan setelah para tetua adat tidak bisa memutuskan perkara yang terjadi.
"Aturan adat lebih dihormati dibanding undang-undang. Oleh karena itu, kami selalu bertanya apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan," ujar Kusnadi.