Salin Artikel

Dedikasi dan Loyalitas Para Penjaga Tapal Batas, Lari Naik Turun Bukit 2,8 Km demi Laporan

NUNUKAN, KOMPAS.com - Rabu (16/8/2023) pagi, sehari sebelum digelarnya perayaan HUT ke-78 Republik Indonesia, hujan mengguyur sejak malam di Krayan, Kalimantan Utara.

Rencana untuk mendaki bukit menuju Pos Pamtas Tanjung Karya harus ditunda sejenak sampai hujan sedikit reda agar tidak ada yang tergelincir atau terpeleset saat mendaki gunung nanti.

Menuju Pos Satgas Pamtas RI-Malaysia Tanjung Karya butuh perjuangan. Jalannya menanjak dan hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki karena harus melewati persawahan warga sebelum masuk hutan.

Pratu Alfi yang ditugaskan menjemput tim Kompas.com sudah siap di balai desa yang terletak di bawah bukit, tempat keberadaan Pos Satgas Pamtas Tanjung Karya yang ditempati 26 personel TNI dari Satgas Pamtas dari Batalyon 5/Pancagiri.

"Dah siap, Bang? Jalannya licin, kita pelan-pelan saja, Bang, naiknya," ujar Pratu Alfi, prajurit bagian IT di Pos Tanjung Karya.

Keramahan Pratu Alfi langsung mencairkan suasana. Di tengah gerimis yang turun, dia mengisi obrolan dengan cerita keakraban TNI dan masyarakat Adat Lundayeh, Krayan.

Hampir setiap bertemu penduduk setempat, Pratu Alfi selalu menebar sapa dan salam, melemparkan candaan yang dibalas warga dengan ramah, dan menawarkan agar mampir ke rumahnya.

"Mau balik pos dulu Mak, Pak, nanti kalau tugas selesai saya usahakan mampir," jawabnya dengan logat Lundayeh.

Setelah melewati pematang sawah, tim mulai masuk ke hutan. Jalanan licin menanjak menjadi tantangan tersendiri.

Pratu Alfi melambatkan langkahnya sambil sesekali menanyakan apakah harus istirahat atau meneruskan langkah.

Karena biasanya, menurut dia, mereka yang baru pertama kali naik ke Pos Tanjung Aru akan meminta istirahat beberapa kali.

"Bilang saja, Bang, kalau butuh rehat. Santai saja kita, pelan-pelan saja. Nanjak ini barang," lanjutnya.

Setelah sekitar 40 menit melewati tanjakan, akhirnya terlihat spanduk bertuliskan 'selamat datang' di Pos Tanjung Karya.

Tapi jangan salah, jalanan berikutnya ternyata lebih menanjak dan masih harus ditempuh sekitar 20 menit untuk mencapai pos.

Saat sampai di pos dengan napas kembang kempis, sambutan yang diberikan para prajurit penjaga perbatasan menghilangkan lelahnya menanjak bukit.

Sebanyak 26 personel TNI berbaris dan mengucapkan selamat datang. Kami pun bersalaman saling memperkenalkan diri.

Dari rakyat untuk rakyat dan kembali ke rakyat

Pos Tanjung Karya memang tidak sesibuk pos-pos perbatasan lain. Terlebih lagi, lokasinya berada di ketinggian dan berjarak sekitar 2,8 km dari permukiman penduduk dengan jalan menanjak.

Tidak ada pelanggaran tapal batas yang ditangani, tak ada tindak pelanggaran hukum. Tugas mereka adalah membina dan menjamin tidak adanya ancaman keamanan yang terjadi di wilayah tugasnya.

"Kami berbaur dan bersahabat dengan warga. Dari keakraban tersebut, kami beri mereka pemahaman bela bangsa, nasionalisme dan patriotisme di tapal batas," ujar Danpos Tanjung Karya Lettu Arm Kusnadi.

Tak ada sekat antara penduduk dan TNI sehingga para penduduk sukarela membagi hasil panen mereka, meski harus menaiki bukit untuk mencapai pos. Para penduduk menggunakan bekang dan mengangkut beras atau hasil panen lain.

"Jadi kami memang wajib menjaga hubungan dengan masyarakat. Kita adalah Rakyat, sebagaimana slogan 'Dari Rakyat, Untuk Rakyat, kembali ke Rakyat'," tegasnya.

Harus lari naik turun bukit untuk laporan

Listrik di Pos Tanjung Karya hanya menggunakan solar cell dengan kapasitas 10 KWP sejak 2015. Tidak ada televisi. Sinyal ponsel hanya bisa untuk panggilan telepon.

"Hiburan kami adalah kebersamaan dan kekompakan para personel. Satu yang kami pedomani, penempatan di mana pun atau apapun, kami selalu siap tanpa protes," kata Kusnadi.

Nihilnya jaringan internet menjadi kendala dalam mengirimkan laporan, terlebih lagi jika laporan bersifat segera dan harus secepatnya.

Para prajurit sering turun bukit dengan berlari untuk menuju balai desa untuk menumpang menggunakan WiFi.

Sebaliknya, jika atasan memberikan instruksi atau arahan hasil laporan untuk Danpos, maka prajurit pembawa pesan akan berlari menaiki bukit.

"Naik turun bukit sudah biasa. Memang nihilnya jaringan menjadi kendala kami, tetapi bagaimanapun, tetap kami upayakan bagaimana laporan bisa terkirim," imbuhnya.

Menjunjung aturan adat

Ada satu hal yang dijunjung tinggi warga Adat Lundayeh. Mereka sangat bergantung pada hukum adat. Penyelesaian di polisi hanya dilakukan setelah para tetua adat tidak bisa memutuskan perkara yang terjadi.

"Aturan adat lebih dihormati dibanding undang-undang. Oleh karena itu, kami selalu bertanya apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan," ujar Kusnadi.

Terlalu banyak tabu yang harus diketahui para pendatang. Bahkan di Krayan, mencari cacing di pematang sawah bisa masuk pengadilan adat apabila pemilik lahan tidak terima atau ada galangan sawahnya rusak.

Untuk mencegah melanggar tabu, pendekatan dan komunikasi yang baik harus terbina.

"Dengan pendekatan yang baik, warga mempercayai kami. Dan saat kami mensosialisasikan undang-undang kepemilikan senjata api, ada penyerahan enam pucuk senapan penabur secara sukarela," katanya lagi.

Tak terasa, waktu masuk jam makan siang sehingga obrolan ringan tentang tugas pokok, fungsi, serta keseharian para prajurit penjaga perbatasan terhenti.

Tercium aroma nasi beras Adan dan ayam kecap masakan prajurit. Semua berkumpul satu meja, makan berjamaah dan yang tidak pernah tertinggal adalah suasana keakraban yang kian menguatkan jiwa korsa.

Setelah menikmati makanan ala prajurit, Kompas.com meminta izin turun bukit. Sebagai salam perpisahan, prajurit memberikan bekal nanas Krayan dan menitip salam hormat untuk Tim Kompas.com lainnya yang tergabung dalam ekspedisi Menjadi Indonesia.

Liputan di Krayan ini menjadi rangkaian cerita serial di Kompas.com. Tim Kompas.com dalam liputan ini dibekali apparel dari Eiger. Simak dan ikuti terus cerita menarik lainnya di sini.

https://regional.kompas.com/read/2023/08/16/193603978/dedikasi-dan-loyalitas-para-penjaga-tapal-batas-lari-naik-turun-bukit-28-km

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke