SIKKA, KOMPAS.com - Sejumlah siswa Sekolah Dasar Inpres (SDI) Bura Bekor di Kampung Borablupur, Dusun Gade, Desa Bura Bekor, Kecamatan Bola, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), terpaksa berjalan kaki menembus perbukitan demi menuju sekolah induk mereka.
Sebab, gedung darurat yang biasa mereka gunakan untuk belajar rusak akibat terjangan angin.
Setiap pagi, para siswa harus menyingkirkan kantuk dan berangkat pukul 05.30 Wita dari rumah mereka, Desa Bura Bekor.
Siswa-siswa berjalan kaki lebih kurang selama satu jam untuk tiba di sekolah sebelum bel masuk berbunyi.
Baca juga: Kisah Usman, Guru di Pedalaman Flores Timur, Jalan Kaki 5 Kilometer Susuri Hutan untuk Mengajar
“Sekolah kami rusak diterjang angin, jadi kami harus berjalan kaki sejauh dua kilometer ke sekolah. Kalau adik-adik kami kelas satu sampai tiga mereka belajar di rumah warga,” ucap Yuliana Nona Ida, siswa kelas IV SDI Blora Blupur, Jumat (28/7/2023).
Menurut Yuliana, kondisi tersebut sudah terjadi selama tiga tahun. Selama itu pula, mereka harus menahan lelah karena harus pulang pergi berjalan kaki naik turun bukit.
Sementara siswa kelas satu hingga tiga memanfaatkan tiga rumah warga di kampung tersebut.
Yuliana menuturkan, perjalanan ke sekolah induk bukan hal mudah bagi anak sekecil mereka. Kadang mereka terpeleset ketika musim hujan.
“Ini sudah tiga tahun kami alami kondisi seperti ini, kami sudah capek sekali. Tiap ke sekolah harus naik turun bukit,” ucapnya.
Baca juga: Perjuangan Zidan, Anak Kuli Bangunan di Bandung yang Lolos Bintara Polri
Para siswa berharap Presiden Joko Widodo bisa membangun gedung sekolah di kampungnya.
“Pak Jokowi, Pak Panglima TNI, Pak Kapolri, tolong bangunkan sekolah supaya kami tidak jalan kaki jauh lagi,” pintanya.
Yosep Nong (40), warga setempat, menuturkan, mulanya bangunan darurat sebagai tempat anak-anak sekolah sudah dibangun di kampung tersebut.
Namun, baru enam bulan berdiri, tempat itu roboh akibat diterjang angin kencang.
“Sejak saat itu beberapa para siswa di kampung kami terpaksa belajar di rumah warga,” ujarnya.
Baca juga: Kisah SD Negeri di Lumajang, Hanya Punya 4 Siswa Baru, Kelas VI Cuma Ada 2 Siswa
Yosep mengungkapkan, warga telah melaporkan kondisi tersebut ke pemerintah daerah Sikka.
Pemerintah, menurut dia, berjanji bakal membangun satu gedung permanen di kampung itu. Namun hingga saat ini tak kunjung terealisasi.
Penjabat Kepala Desa Bura Bekor Nolastus mengatakan, gedung sekolah darurat dibangun secara swadaya oleh masyarakat setempat. Tujuannya untuk pendekatan pelayanan bagi para siswa.
“Saat itu masyarakat membangun tiga rumah darurat untuk KBM, tapi pada 2021 gedung darurat roboh akibat diterpa angin kencang,” ujar Nolastus.
Baca juga: Hamili Gadis Desa Lain, Pria Beristri di Sikka Didenda Adat Serahkan 3 Kuda dan Sebidang Tanah
Nolastus menuturkan, setahun lalu pemerintah Desa Wolonwanu dan Desa Bura Bekor telah bersepakat membangun tiga gedung baru secara swadaya. Namun, pembangunannya hanya sebatas fondasi lantaran ketiadaan biaya.
“Kami dari pemerintah desa kumpul uang Rp2,5 juta untuk biaya sensor kelapa, sementara warga kumpul satu lembar seng per KK, perangkat desa dua lembar, dan Ketua BPB 10 lembar untuk rencana pembangunan ke depan,” bebernya.
Nolastus menambahkan, telah melaporkan rencana pembangunan tersebut kepada Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga (PKO), Kabupaten Sikka.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.