Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Eto Kwuta
Penulis Lepas

Penulis Buku Tungku Haram dan Bao

Agrowisata: Gairah Baru Ekonomi

Kompas.com - 26/07/2023, 14:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Ketika bicara agrowisata, hal lain yang dipahami adalah, ada pengembangan wisata yang berhubungan dengan kegiatan pertanian di desa untuk membangun kesejahteraan warganya. Jelas, pada akhirnya orang memahami agrowisata dalam konteks desa semata.

Konsep visioner telah dilakukan KUM dengan mengembangkan agrowisata dalam tata ruang kota. Satu pertanyaan, apakah bisa membangun agrowisata di dalam tata ruang kota itu?

Pada dasarnya, agrowisata identik dengan pedesaan, tetapi ruang untuk pembangunan sejatinya ada dalam konsep berpikir modern.

Jika dulu, desa dan kota memiliki jarak ruang yang jauh dan tak seimbang, maka sekarang, filsafat pembangunan maupun teologi kontekstual mendorong orang untuk belajar menganalisis sesuatu. Jadinya, kota dan desa telah benar-benar sejajar.

Hemat Penulis, tak ada lagi jarak. Intinya adalah ruang yang jauh, terbelakang, udik, menyentuh ruang modern kota secara dinamis.

Jadi, agrowisata yang dipikirkan seindah dan semewah desa, kini berpindah ke kota. Jelas sekali bahwa KUM sudah memikirkan jauh-jauh bagaimana ruang gerak pembangunan itu berpusat di kota.

Kota akan menarik yang tradisional untuk datang menjadi bagian dari modernisasi pembangunan yang menggerakkan produktivitas ekonomi.

Tujuannya ialah menghidupkan gairah ekonomi seutuhnya dan politik pasar dengan sendirinya menjadi ‘bumbu penyedap’ untuk memberikan daya tarik wisata.

Sejarah daya tarik wisata pada awal perkembangan pariwisata di Indonesia adalah untuk mengistilahkan obyek wisata, namun setelah Peraturan Pemerintah (PP) tahun 2009 terbit, kata obyek wisata selanjutnya tidak lagi digunakan (Bdk. I Gusty Bagus Ray dan I Wayan, 2019:3).

Di sini, kita mesti memahami daya tarik wisata berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009, bahwa daya tarik wisata mempunyai keunikan, kemudahan, dan nilai yang berwujud keanekaragaman, kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran dan kunjungan wisatawan.

Dengan begitu prinsip agrowisata sebaiknya memberi daya tarik wisata supaya memancing daya kunjung wisatawan dalam skala besar.

Gereja terlibat

Uskup Keuskupan Maumere, Mgr. Ewaldus Martinus Sedu, Pr, melihat bahwa KUM memiliki tanggung jawab besar terhadap umat manusia seutuhnya.

Uskup Ewal menegaskan, agrowisata dan pusat pembelajaran hortikultura mesti menjadi tempat belajar yang terbuka untuk umum.

Dengan hadirnya kebun hortikultura, mendorong umat paroki-paroki di KUM untuk mengambil bagian, khususnya, menggerakkan orang muda mencontohi apa yang dikerjakan Yance Maring dan teman-teman petani lainnya.

Jelas, agrowisata ini menggerakkan yang jauh dari desa untuk datang ke kota. Pikiran kecilnya, manusia yang terisolir jauh di desa akan mendatangi Kota Maumere karena di sana ada pusat pelatihan hortikultura.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com