KUPANG, KOMPAS.com - Matahari masih malu-malu menampakan sinar saat Dominggus Hendrik Luin alias Rik beranjak keluar dari rumahnya di Desa Letbaun, Kecamatan Semau, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Minggu (23/7/2023).
Mengenakan kaus berkerah warna abu-abu dengan celana olahraga hijau tanpa alas kaki, Rik berjalan menuju pohon lontar yang berjarak sekitar 200 meter dari tempat ia tinggal.
Baca juga: Perjuangan Fadillah Arbi Juara JuniorGP Barcelona, 5 Bulan di Spanyol Tanpa Keluarga
Rik sempat berhenti di sebuah bak. Dia meraih segayung air dan membasuh wajah.
Kemudian, dengan langkah perlahan, Rik membawa dua jeriken bekas berukuran lima liter yang dipikul di bahunya, menggunakan alat dari bambu.
Langkah kaki pria berusia 47 tahun itu kadang terhenti, karena keterbatasan fisiknya. Rik adalah seorang penyandang tunanetra.
Namun hal itu tak menyurutkan langkah Rik menyadap nira demi menyambung hidup.
"Hanya ini yang bisa saya lakukan untuk membantu menafkahi diri dan orangtua," kata Rik sembari tersenyum, Minggu.
Baca juga: Perjuangan Siswa Fatih Bilingual School Aceh Ukir Prestasi di Olimpiade Fisika 2023 Jepang
Rik menyadap nira dari pohon lontar setinggi 20 meter. Selanjutnya hasilnya diolah menjadi minuman yang bisa dia jual.
Uang hasil penjualan minuman digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Dengan keadaan fisik Rik, proses untuk menyadap nira tidak mudah. Rik memanjat pohon lontar tanpa mengenakan alat pengaman apa pun.
Peralatan yang dibawanya saat naik ke pohon hanya sebilah pisau yang diselipkan di bagian pinggang kiri. Dia juga membawa karung plastik berwarna putih yang berisi dua jeriken.
Baca juga: Kisah Pilu Emanuel Johan, Bocah Tunadaksa dan Wicara, Orangtua Tak Punya Biaya untuk Pengobatan
Karung itu dililitkan di bagian pinggang dan dikaitkan dengan ikat pinggang, sehingga tidak terjatuh saat memanjat.
Rutinitas anak pertama dari delapan bersaudara pasangan suami-istri almarhum Hermanus Luin (alm) dan Dortia Luin-Neno (68) tersebut telah dilakukan selama 27 tahun.
Rik melakukan kegiatan tersebut setiap pagi dan sore dilakukan, tanpa bantuan orang lain.
Meski tak dapat melihat, Rik bisa mengetahui setiap pohon lontar yang disadap. Dia tidak pernah salah mendatangi pohon-pohon lontar mana yang akan dipanjat.