TEGAL, KOMPAS.com- Petani padi di wilayah pantura Kecamatan Warureja, Suradadi, dan Kramat, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah mengeluhkan kurangnya pasokan air atau krisis air yang sudah terjadi selama puluhan tahun.
Keberadaan Bendungan Cipero Warureja dan Waduk Cacaban Kedungbanteng, Tegal belum mampu mengalirkan air ke saluran irigasi untuk persawahan wilayah hilir yang mencapai 10.000 hektare di tiga kecamatan.
Tak hanya persoalan air, petani juga mengeluhkan kelangkaan dan mahalnya harga pupuk subsidi di lapangan. Karena dua alasan itu, alhasil panen padi hanya bisa terjadi sekali dalam setahun.
Baca juga: Kisah Petani Talio Hulu Kalteng Diminta Tanam Padi di Lahan Gambut, BRGM: Cegah Karhutla
Salah satu petani asal Warureja, Karjani (52) mengatakan, kondisi pertanian diperparah ketika musim kemarau seperti sekarang. Bahkan saat ini banyak sawah yang terancam gagal panen.
"Permasalahannya ya debit air. Apalagi kemarau pasti kurang air," kata Karjani kepada Kompas.com, usai menghadiri Dialog Pertanian Bulan Bung Karno yang digelar Anggota DPR RI Dewi Aryani, di Bendungan Cipero, Kedungjari, Warureja, Kabupaten Tegal, Sabtu (17/5/2023).
Karjani mengatakan, para petani juga akhirnya menagih janji yang sebelumnya pernah disampaikan pemerintah pusat jika akan dibangun embung atau cekungan penampung air di wilayah Kecamatan Jatinegara.
"Menagih janji. Katanya akan ada Embung Jatinegara, namun sampai sekarang belum ada realisasinya. Maka kami menagih janji. Karena kalau pengairan bagus kita bisa panen lebih dari satu kali," kata Karjani.
Baca juga: Polisi Selidiki Temuan Pupuk Palsu yang Beredar di Situbondo
Kepala Desa Sidamulya, Warureja, Tegal, Pramono mengatakan, selain persoalan air juga terkait dengan pupuk. Menurutnya, harga pupuk sudah berubah atau tak sekadar naik.
"Sebagai kepala desa saya banyak menerima keluhan warga yang rata-rata petani. Karena memang lahan pertanian kita tadah hujan," kata Pramono.
Selama enam tahun menjabat kades, baru pertama kali mendapat undangan yang membahas persoalan air dan pupuk.