Selain masalah obat dan BMHP, Ihsan juga mengakui terjadi keterlambatan pembayaran gaji terhadap tenaga kesehatan dan meminta mereka untuk bersabar serta terus memberikan pelayanan kesehatan.
“Kondisi daerah memang dalam kondisi di mana ini tidak direkayasa. Jadi transfer dana dari pusat yang mempengaruhi keterlambatan gaji mereka,” kata Ihsan.
“Kalau pemerintah ada uang pasti dibayarkan jasa pelayananya. Kalau kondisi belum ada, kita bersabar. Tidak pernah ada kasus di mana RS menelantarkan petugasnya,” ujarnya.
Baca juga: Dua Kali Baku Tembak Aparat dan KKB di Nduga Papua, Ada yang dari Pagi sampai Sore
Kabag Protokol Dan Komunikasi Pimpinan Setda Sorong Selatan, Abraham Thesia, membantah kelangkaan obat di Kabupaten Sorong Selatan pada 2023.
Walau sempat mengalami kekurangan obat tahun lalu, Abraham mengatakan, Pemkab Sorong Selatan telah menganggarkan dana sebesar Rp3,5 miliar untuk pasokan obat pada tahun 2023. Anggaran itu pun, tambahnya, telah digunakan untuk membeli obat.
“Dan stok ini akan bertahan sampai dengan kisaran Maret 2024. Pasokan obat untuk Sorong Selatan itu dinyatakan stabil, aman dan terkendali,” kata Abraham.
Mengenai belum dibayarkannya gaji pegawai kontrak di RSUD Scholoo Keyen, Abraham mengakui hal tersebut, namun untuk pembayaran triwulan kedua yaitu dari April hingga Juni.
Baca juga: ASN Ditemukan Membusuk di Rumahnya, Teluk Wondama, Papua Barat
“Pengajuan SPJ pembayaran gaji tenaga kontrak bulan keempat sudah diproses, sementara akan segera dibayar. Sedangkan bulan lima dan enam melalui SIPD terbaru, memang daerah lagi dipacu pusat untuk bisa memberikan pelayanan merata seperti wilayah lain,” katanya.
Abraham mengatakan, jumlah pegawai kontrak mencapai sekitar 350 orang (sekitar 70%) dan sisanya adalah PNS di RSUD itu.
“Jumlah pegawai kontrak karena kearifan lokal. Kalau tempatnya di situ berarti semua komunitas masyarakat harus dimasukkan sebagai pegawai harian, dan ini mejadi jumlah yang sangat besar. Dan ini tetap terbayar,” katanya.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi, mengatakan urusan obat, BMHP hingga gaji pegawai kontrak di RSUD Scholoo Keyen berada di bawah kewenangan pemda.
Walau demikian, katanya, Kemenkes tetap memberikan dukungan setiap tahun melalui DAK non-fisik ke daerah untuk menunjang layanan di fasilitas kesehatan milik pemda.
Saat ditanya mengenai permasalahan obat, bahan medis dan penundaan gaji di RSUD itu, Siti mengatakan, “Ini internal manajemen RS di sana.”
Chief Strategist dan Acting Chief of Primary Health Care (PHC) CISDI Yurdhina Meilissa mengatakan, apa yang terjadi di RSUD Scholoo Keyen menunjukkan bahwa, dari sisi beban kesehatan, Papua masih masuk ke provinsi dengan angka tahun yang hilang akibat kematian dini (years of life lost) tertinggi di Indonesia.
Walaupun akses fisik membaik dalam satu dekade terakhir di Indonesia, dia mengatakan, disparitas akses layanan kesehatan antara di Jawa-Bali dengan Papua masih terasa.
Yurdhina mencontohkan, rasio puskesmas berbanding populasi menurun di wilayah Papua. Kemudian, rasio tenaga kesehatan per-1000 penduduk juga turun.
“Puskesmas supply side readiness indeks 7 dari 24 kabupaten di Papua dan Papua Barat berada di bawah 70%. Tingkat pertumbuhan RS per 100,000 penduduk juga relatif rendah. Walaupun coverage JKN secara relatif terus membaik, masalah physical access menghambat perbaikan ketimpangan,” katanya.
Selain itu, Yurdhina juga mengatakan bahwa sistem desentralisasi juga memiliki dampak terkait layanan kesehatan di Indonesia, di mana pemda kini berkuasa menentukan keputusan, “Bagaimana dua pertiga dari total pengeluaran publik untuk kesehatan mau diatur.”
“Budget planning dan execution-nya seringkali beda jauh. Apabila pemerintah daerahnya mengandalkan dana transfer dari pusat, seringkali ada keterlambatan turunnya dana juga di awal tahun, sehingga harus nombok. Inefisiensi di sektor kesehatan ini sayangnya susah dilacak."
“Manajemen kesehatan dan sistem informasi yang terfragmentasi, dan koordinasi yang buruk di antara para pemangku kepentingan utama pusat-daerah seringkali menyulitkan kita menilai apa yang sebenarnya terjadi,” katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.