Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hanif Sofyan
Wiraswasta

Pegiat literasi di walkingbook.org

Sebelas Serigala Berbulu Domba!

Kompas.com - 01/06/2023, 15:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

UU Perlindungan Anak atau UU TPKS

Menurut kajian kritis pakar hukum, Handra Deddy Hasan, kasus yang sedang bergulir saat ini didorong pada tuntutan para tersangka dengan UU Perlindungan Anak, bagaimana jika disangkakan dengan UU TPKS?

Meskipun keduanya memberikan perlindungan terhadap korban, namun di dalam UU TPKS perlindungan berupa pendampingan lebih jelas diatur dalam Pasal 26 antara lain korban dapat didampingi seperti oleh petugas UPTD PPA, tenaga kesehatan, psikolog, psikiater, advokat, sehingga untuk mengembalikan korban pada kemungkinan pulihnya secara fisik dan psikis bisa lebih memadai.

JIka ancaman hukuman pidana penjara dan dendanya berdasarkan Pasal 82 ayat 1 UU Perlindungan Anak lebih unggul karena ancaman hukuman maksimalnya lima belas tahun dan denda maksimalnya Rp 5 miliar.

Namun jika yang didorong adalah UU TPKS berdasarkan Pasal 6 ayat c, hukuman maksimalnya hanya 12 tahun dan denda maksimalnya hanya Rp 300 juta.

Namun kelemahan UU Perlindungan Anak tidak mengenal hukuman tambahan berupa hukuman restitusi.

Sedangkan dalam UU TPKS ada aturan hakim bisa menjatuhkan hukuman tambahan berupa hukuman restitusi, yaitu memberikan kompensasi atau pemulihan kepada korban kekerasan seksual setelah kejadian tersebut terjadi.

Restitusi ini bertujuan membantu korban mengatasi dampak medis, psikologis, dan sosial yang diakibatkan oleh kekerasan seksual.

Contohnya kebutuhan mendapatkan perawatan medis yang mendesak setelah kejadian tersebut, seperti pemeriksaan forensik, pengobatan luka fisik, atau penanganan infeksi yang mungkin terjadi akibat serangan seksual.

Restitusi dapat mencakup biaya pengobatan dan pemeriksaan medis, termasuk untuk terapi atau konseling yang membantu korban memulihkan diri, dan efek trumatis yang dapat berulang.

Kemudian perlu juga diperbandingkan dalam hal pemberatan hukuman, yaitu tambahan hukuman dari ancaman hukuman yang ada.

Dalam Pasal 82 ayat 2 UU Perlindungan Anak pelaku yang mendapatkan pemberatan dan ditambah hukumannya 1/3 hanya yang mempunyai profesi guru (salah satu pelaku kabarnya berprofesi guru).

Sedangkan dalam Pasal 15 ayat 1g UU TPKS seluruh pelaku akan mendapat bonus tambahan hukuman 1/3 dari hukuman maksimal karena tindak pidana kekerasan seksualnya terjadi pada anak di bawah umur.

Jadi penambahan ekstra tambahan hukuman dalam UU TPKS bukan kepada profesi pelaku, tapi penekanannya pada korban (anak), sehingga kalau menggunakan UU TPKS yang akan mendapat hukuman tambahan tidak hanya guru, tapi seluruh pelaku.

Namun sampai sejauh ini pada umumnya pihak kepolisian belum berani memproses dengan UU TPKS. Alasannya menunggu aturan turunan UU TPKS atau aturan pelaksanaannya. Sebagai catatan UU TPKS masih baru dan mulai berlaku 9 Mei 2022.

Terlepas dari pilihan yang menjadi dasar penetapan hukuman bagi sebelas tersangka-sebelas serigala berbulu domba-orang yang semestinya menjaga anak-anak yang rentan, justru menjadi pelakunya.

Publik harus mengawal kasus ini secara cermat agar para pelaku mendapat hukuman yang setimpal dan kasus ini juga menjadi pembelajaran bagi kita untuk semakin peduli dengan berbagai peristiwa yang terjadi di sekeliling kita.

Mungkin korban pernah berusaha meminta bantuan, namun ia berada dalam posisi sulit di kelilingi para pelaku yang punya power, dan tidak tahu kemana harus mengadu.

Memang kita sangat menyayangkan, mengapa korban sampai mendapat kekerasan oleh para oknum yang punya jabatan tersebut dalam waktu yang begitu lama. Kita khawatir jika para pelaku juga mendorong si korban pada situasi victim blaming.

Jika benar terjadi, maka malang benar nasib gadis muda itu sudah jatuh tertimpa tangga pula. Semoga ia diberi kekuatan dan ketabahan.

Apalagi kondisi terakhir, ia harus menjalani perawatan mengangkat rahimnya. Kekerasan “serigala” macam apa yang bisa menyebabkan si korban harus mengalami penderitaan yang luar biasa!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com