“Banyak warga yang menangkapi udang ini, ada yang dapat 3 kg, bahkan ada yang mampu mengumpulkan hingga 10 kg,” ujar Sria Latif.
Oleh para warga desa yang umumnya bekerja sebagai nelayan, udang ini digunakan untuk umpan ikan.
Sebagain besar lainnya dijemur untuk diawetkan dan dijual ke pasar dengan harga Rp 20.000 untuk setiap 1 kaleng wadah kental manis.
Menurut Sria Latif, udang ini setiap bulan memang muncul namun kemunculannya tidak sampai menaiki daratan.
Biasanya hanya ditemukan di perairan. Jika nelayan sudah menemukann udang ini, mereka percaya akan banyak ikan yang didapat.
Baca juga: Mantan Ketua DPRD Kota Gorontalo Ditangkap Polisi Terseret Kasus Narkoba
Sria mengakui baru kali ini kemunculan hele yinulo ini sampai naik ke daratan.
Biasanya kalau ditemukan di laut langsung menghindar jika disorot sinar senter.
Namun, saat di daratan ini jutaan udang ini tidak akan menghindar meskipun disorot lampu.
Dalam sebuah jurnal berjudul Life History Migrations of the Amphidromous River Shrimp Macrobrachium Ohione from a Continental Large River System yang ditulis Raymond Bauer dan James Delahoussaye menjelaskan ada beberapa jenis udang yang punya kebiasaan unik.
Betinanya bermigrasi dari hulu ke hilir untuk menetas.
Setelah telur-telurnya menetas, anak udang atau ukuran remajanya akan melakukan perjalanan migrasi lagi dari hilir ke hulu yang kadangkala melalui daratan, bukan ikut aliran sungai.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.