MATARAM, KOMPAS.com- Kementrian Agama (Kemenag) di Lombok Timur menyebutkan bahwa sebuah asrama dan pondok pesantren di wilayahnya saat ini berstatus dalam pengawasan.
Hal tersebut menyusul mencuatnya dugaan kasus kekerasan seksual di dua pondok pesantren di Lombok Timur. Polisi juga telah menangkap dua pimpinan pondok yang berbeda berinsial LM (40) dan HSN (50).
Baca juga: Bupati Lombok Timur Minta Pelaku Pencabulan 41 Santriwati Dihukum Berat
Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Lombok Timur, Sirojudin mengatakan salah satu lokasi dugaan kekerasan seksual terjadi adalah asrama siswa.
"Asrama ini tidak terdaftar di Kementerian Agama, tidak ada nomenklatur ponpesnya," kata dia, Senin (22/5)2023).
Baca juga: LSBH: Korban Kekerasan Seksual Pimpinan Ponpes di Lombok Timur Merasa seperti Dihipnotis
Menurutnya, ada sejumlah syarat pendirian pondok seperti memiliki tempat ibadah, pimpinan, dan lain sebagainya.
"Sementara asrama yang dipimpin LM tidak memenuhi syarat sebagai pondok dan tidak terdaftar di Kementerian Agama. Aktivitasnta mengasramakan para santri dan santriwati, lalu sekolahnya di mana-mana," katanya.
Sementara Ponpes yang dipimpin HSN (50) sama-sama berada di Kecamatan Sikur, Lombok Timur dan memiliki izin.
"Sudah lama terdengar informasi itu, baru sekarang ada yg melaporkan," ungkapnya.
Menurutnya, kasus di ponpes yang dipimpin HSN ini, adalah tindakan oknum.
"Jika kasus ini terbukti, kita akan koordinasi dengan Kementerian, Kanwil, dan pusat, karena izin mendirikan pondok pesantren itu dikeluarkan pusat, akan ditentukan nanti apakah izin ponpes tersebut beraktivitas akan dibekukan atau dibiarkan dengan perombakan pengurus," katanya.
Setelah kejadian tersebut, Sirojudin mengatakan, Kemenag lebih intensif mengawasi dengan membentuk satgas pengawasan ponpes.
Baca juga: Kunjungan ke Ponpes Al Munawwir, Mahfud MD Tak Bahas Politik, Hanya Tapak Tilas Saat Cari Istri
Sirojudin juga berpesan agar warga tidak ragu menitipkan anak mereka di ponpes.
Sebab menurutnya, perbuatan tersebut dilakukan oknum.
"Karena pondok pesantren kita lebih dari 200 ratus lembaga. Ini hanya satu lembaga, jangan terlalu dibesar-besarkan," jelasnya.
Baca juga: Ponpes di Temanggung Terbakar, Baju dan Buku Milik Santri Ludes
Ketua Lembaga Studi dan Bantuan Hukum (LSBH) NTB, Badaruddin mengatakan bahwa pihaknya bersama tim Koalisi Anti Kekerasan Perempuan dan Anak membentuk pos pengaduan di Kantor LSBH Mataram dan LBH APIK di Mataram.
"Kami menjaga kemungkinan jika ada korban yang ingin melapor dan mendapat perlindungan, karena kami yakin jumlah korban akan terus bertambah jika mereka diyakinkan mendapat perlindungan jika melapor," kata Badar.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.