"(Proses keluar rumah) ditarik kepalanya dulu. Aku, ibuku, istriku, semua yang ada di rumah. Semua diamankan di belakang (rumah). Sore itu sebenarnya saya mau buka nasi liwet seribu rasa," sambung pria yang merupakan salah satu tokoh Tionghoa asal Solo.
Sumartono mengaku dirinya bersama keluarga berlindung di rumah warga selama sepekan sampai kondisi benar-benar aman. Sebab penjarahan dan pembakaran terjadi di mana-mana dan tidak ada aparat keamanan yang mencegah massa.
"Mudah-mudahan kerusuhan Mei ini menjadi yang terakhir terjadi di Kota Solo khususnya. Bahwa kerusuhan ini kan sebuah keadaan yang diciptakan oleh siapa yang punya kepentingan kelompok tertentu yang mengorbankan Kota Solo dan Jakarta waktu itu. Paling parah secara jumlah paling banyak Jakarta. Tapi presentasi Solo paling parah. Semua perempatan di bakar," jelasnya.
Pascakerusuhan, dirinya mendirikan posko di PMS dan setiap lima kecamatan memiliki perwakilan. Posko diririkan guna membantu pemulihan bagi warga korban kerusuhan dan pembakaran Mei 1998.
"Tiap kecamatan punya perwakilan masing-masing di PMS. Didata yang surat-surat hilang, terbakar, akta-akta lahir dan lain-lain dikasih uang untuk biaya hidup selama tiga bulan. Anggota keluarga Rp 100.000, kepala keluarga Rp 150.000 tergantung anaknya berapa," jelas Sumartono.
"Kemudian setelah tiga bulan mereka kita suruh datang ke PMS kalau siap kerja kita kasih Rp 7 juta untuk modal awal. Kalau belum mundur lagi tiga bulan kita kasih uang. Seluruhnya yang jadi korban ada sekitar 16.000 orang termasuk keturunan dari Tionghoa," katanya.
Pria kelahiran Solo, 21 Maret 1956 menyampaikan dirinya membutuhkan waktu 1,5 tahun untuk sembuh dari trauma peristiwa kerusuhan dan pembakaran Mei 1998. Bahkan dirinya sampai melakukan meditasi agar sembuh dari trauma tersebut.
"Aku dirawat dokter psikiater 1,5 tahun karena obat stres itu harus diberikan sampai normal. Keluarga juga stres semua tapi tidak separah aku," ungkap Sumartono yang menjabat CEO Palang Merah Indonesia (PMI) Solo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.