Tim Kompas.com melakukan Tapak Tilas 208 Tahun Letusan Tambora untuk menelusuri jejak letusan Gunung Tambora di Nusa Tenggara Barat. Nantikan persembahan tulisan berseri kami tentang dampak dahsyatnya letusan besar Tambora pada 10 April 1815.
DOMPU, KOMPAS.com - Meletusnya Gunung Tambora di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), pada April 1815 atau 208 tahun lalu, tidak saja mengubur tiga kerajaan besar yang mengelilinginya.
Letusan hebat gunung api tersebut juga memusnahkan hewan laut yang berada di wilayah perairan. Hal itu tersirat pada tebing gamping di sepanjang Teluk Nangamiro, Desa Nangamiro, Kecamatan Pekat.
Adalah Kima, satu dari jutaan hewan laut yang ditemukan membatu setelah dua abad lebih meletusnya Gunung Tambora.
"Lapor dulu sama Pak Furkan," cetus Mustafa, menyarankan saat diminta menunjukkan letak Fosil Kima di Teluk Nangamiro.
Baca juga: Mengenang 208 Tahun Letusan Gunung Tambora dari Garis Keturunan Penduduk Desa Oi Bura
Pria kelahiran 1964 itu adalah orang pertama yang menemukan salah satu jejak letusan Gunung Tambora, 1815.
Fosil yang disebut Kima raksasa oleh warga setempat itu ditemukannya tahun 2021. Saat itu, ia tengah membersihkan lahan pribadi milik Furkan untuk dijadikan ladang jagung.
Lantaran terjadi konflik dengan warga setempat terkait kepemilikan lahan itu, Mik Apung, sapaan akrab ayah dua anak ini, lantas memutuskan berhenti menggarap lahan tersebut.
Karena alasan itu juga, Mik Apung tidak berkenan menemani untuk melihat langsung dan mengambil gambar Fosil Kima di Teluk Nangamiro.
Lebih kurang 30 menit duduk di serambi rumahnya. Mik Apung terlihat antusias menceritakan kisah hidupnya.
Sebelum menetap sebagai transmigran bersama puluhan warga suku sasak di Desa Nangamiro, Mik Apung dulunya adalah seorang penyelam mutiara.
Dia sudah 12 tahun bekerja sebagai penyelam di perusahaan mutiara milik Tien Soeharto yang berada di Selat Lombok.
Menurutnya, pada kedalaman 170 meter, di mana air laut sudah terasa tawar tak jarang dijumpai Kima raksasa yang masih hidup.
Besarnya bahkan dua kali lipat dari ukuran Kima yang ditemukannya di tebing gamping Teluk Nangamiro.
"Saya penyelamnya ibu Tien dulu di perusahaan mutiara. Dulu saya pakai oksigen, baru-baru ini saja pakai kompresor. Mutiara itu kalau ndak (menyelam) dalam tidak dapat. Lama saya, lebih kurang 12 tahun saya menyelam mutiara ibu Tien Soeharto," kata Mustafa sembari mengingatkan agar menghubungi Furkan untuk meminta izin melihat Kima di Teluk Nangamiro.
Baca juga: Mengenal 3 Kerajaan yang Terkubur Saat Tambora Meletus
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.