Tidak berselang lama setelah gagal mencari kontak Furkan yang bisa dihubungi, entah apa yang terlintas dibenak Mik Apung. Dia akhirnya bersedia menemani untuk melihat Fosil Kima di Teluk Nangamiro.
Berangkat dari rumah Mik Apung yang jaraknya sekitar 30 meter dari gerbang masuk objek wisata Nangamiro, matahari masih sangat terik.
Jalan yang dilalui belum sepenuhnya diaspal, masih terdapat beberapa ruas jalan yang baru berupa pengerasan.
Tiba sekitar pukul 13.40 Wita, desir ombak tenang perlahan menghempas badan perahu nelayan di pesisir Teluk Nangamiro.
Dari tempat ini keindahan Pulau Satonda jelas terlihat.
"Air laut sedang naik jadi tidak mungkin kita jalan kaki ke tempat fosil itu," ujar Mik Apung.
Karena sudah berada di sekitar lokasi, Mik Apung kemudian berinisiatif meminjam perahu milik nelayan setempat.
Perahu kayu dengan panjang sekitar 6 meter dan lebar 40 sentimeter itu tidak dilengkapi mesin, dan hanya mampu memuat dua orang.
Untuk melaju di atas permukaan laut, Mik Apung harus mengayuhnya dengan alat dayung.
"Tempat ini masih angker," ucapnya sontak mengejutkan saat asyik mengabadikan momen perjalanan itu.
"Kalau datang wajah-wajah baru, sangat mungkin menemukan hal-hal aneh karena lokasi ini ada 'penunggunya'. Jadi kalau datang ke tempat ini harus ditemani warga setempat," imbuhnya.
Setelah beberapa menit mendayung sampan, perjalanan akhirnya tiba di tempat Fosil Kima bersemayam.
Tempat ini di luar dugaan. Suasananya hening. Arealnya juga rimbun oleh semak belukar. Untuk bisa melihat fosil itu, harus berjalan kaki di tengah semak mendekati tebing.
Mendongak dari dasar tebing, Fosil Kima terlihat menganga dan separuh kulitnya menempel di tebing yang tingginya lebih kurang 15 meter.
Pada tebing gamping ini juga terdapat karang-karang yang sudah membatu.