Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melacak Jejak Kima Raksasa yang Terkubur Letusan Tambora di Teluk Nangamiro, NTB

Kompas.com - 11/04/2023, 12:47 WIB
Junaidin,
Farid Assifa

Tim Redaksi

Tim Kompas.com melakukan Tapak Tilas 208 Tahun Letusan Tambora untuk menelusuri jejak letusan Gunung Tambora di Nusa Tenggara Barat. Nantikan persembahan tulisan berseri kami tentang dampak dahsyatnya letusan besar Tambora pada 10 April 1815.

DOMPU, KOMPAS.com - Meletusnya Gunung Tambora di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), pada April 1815 atau 208 tahun lalu, tidak saja mengubur tiga kerajaan besar yang mengelilinginya.

Letusan hebat gunung api tersebut juga memusnahkan hewan laut yang berada di wilayah perairan. Hal itu tersirat pada tebing gamping di sepanjang Teluk Nangamiro, Desa Nangamiro, Kecamatan Pekat.

Adalah Kima, satu dari jutaan hewan laut yang ditemukan membatu setelah dua abad lebih meletusnya Gunung Tambora.

"Lapor dulu sama Pak Furkan," cetus Mustafa, menyarankan saat diminta menunjukkan letak Fosil Kima di Teluk Nangamiro.

Baca juga: Mengenang 208 Tahun Letusan Gunung Tambora dari Garis Keturunan Penduduk Desa Oi Bura

Pria kelahiran 1964 itu adalah orang pertama yang menemukan salah satu jejak letusan Gunung Tambora, 1815.

Fosil yang disebut Kima raksasa oleh warga setempat itu ditemukannya tahun 2021. Saat itu, ia tengah membersihkan lahan pribadi milik Furkan untuk dijadikan ladang jagung.

Lantaran terjadi konflik dengan warga setempat terkait kepemilikan lahan itu, Mik Apung, sapaan akrab ayah dua anak ini, lantas memutuskan berhenti menggarap lahan tersebut.

Karena alasan itu juga, Mik Apung tidak berkenan menemani untuk melihat langsung dan mengambil gambar Fosil Kima di Teluk Nangamiro.

Lebih kurang 30 menit duduk di serambi rumahnya. Mik Apung terlihat antusias menceritakan kisah hidupnya.

Sebelum menetap sebagai transmigran bersama puluhan warga suku sasak di Desa Nangamiro, Mik Apung dulunya adalah seorang penyelam mutiara.

Dia sudah 12 tahun bekerja sebagai penyelam di perusahaan mutiara milik Tien Soeharto yang berada di Selat Lombok.

Menurutnya, pada kedalaman 170 meter, di mana air laut sudah terasa tawar tak jarang dijumpai Kima raksasa yang masih hidup.

Besarnya bahkan dua kali lipat dari ukuran Kima yang ditemukannya di tebing gamping Teluk Nangamiro.

"Saya penyelamnya ibu Tien dulu di perusahaan mutiara. Dulu saya pakai oksigen, baru-baru ini saja pakai kompresor. Mutiara itu kalau ndak (menyelam) dalam tidak dapat. Lama saya, lebih kurang 12 tahun saya menyelam mutiara ibu Tien Soeharto," kata Mustafa sembari mengingatkan agar menghubungi Furkan untuk meminta izin melihat Kima di Teluk Nangamiro.

Baca juga: Mengenal 3 Kerajaan yang Terkubur Saat Tambora Meletus

Tidak berselang lama setelah gagal mencari kontak Furkan yang bisa dihubungi, entah apa yang terlintas dibenak Mik Apung. Dia akhirnya bersedia menemani untuk melihat Fosil Kima di Teluk Nangamiro.

Berangkat dari rumah Mik Apung yang jaraknya sekitar 30 meter dari gerbang masuk objek wisata Nangamiro, matahari masih sangat terik.

Jalan yang dilalui belum sepenuhnya diaspal, masih terdapat beberapa ruas jalan yang baru berupa pengerasan.

Tiba sekitar pukul 13.40 Wita, desir ombak tenang perlahan menghempas badan perahu nelayan di pesisir Teluk Nangamiro.

Dari tempat ini keindahan Pulau Satonda jelas terlihat.

"Air laut sedang naik jadi tidak mungkin kita jalan kaki ke tempat fosil itu," ujar Mik Apung.

Karena sudah berada di sekitar lokasi, Mik Apung kemudian berinisiatif meminjam perahu milik nelayan setempat.

Perahu kayu dengan panjang sekitar 6 meter dan lebar 40 sentimeter itu tidak dilengkapi mesin, dan hanya mampu memuat dua orang.

Untuk melaju di atas permukaan laut, Mik Apung harus mengayuhnya dengan alat dayung.

"Tempat ini masih angker," ucapnya sontak mengejutkan saat asyik mengabadikan momen perjalanan itu.

"Kalau datang wajah-wajah baru, sangat mungkin menemukan hal-hal aneh karena lokasi ini ada 'penunggunya'. Jadi kalau datang ke tempat ini harus ditemani warga setempat," imbuhnya.

Setelah beberapa menit mendayung sampan, perjalanan akhirnya tiba di tempat Fosil Kima bersemayam.

Tempat ini di luar dugaan. Suasananya hening. Arealnya juga rimbun oleh semak belukar. Untuk bisa melihat fosil itu, harus berjalan kaki di tengah semak mendekati tebing.

Mendongak dari dasar tebing, Fosil Kima terlihat menganga dan separuh kulitnya menempel di tebing yang tingginya lebih kurang 15 meter.

Pada tebing gamping ini juga terdapat karang-karang yang sudah membatu.

"Dulu tempat ini sudah kami bersihkan, karena katanya akan dikelola sebagai tempat wisata. Tapi ternyata tidak jadi, makanya kami biarkan terbengkalai seperti ini," jelasnya.

Di tempat ini, kata Mik Apung, ada dua Kima berukuran besar yang ditemukan. Hanya saja, karena lokasi tersebut sudah rimbun oleh semak belukar sulit untuk melihatnya secara langsung.

Jadi hiasan tebing gamping

Pemandangan Pulau Satonda dari pesisir Teluk Nangamiro.Kompas.com/Junaidin Pemandangan Pulau Satonda dari pesisir Teluk Nangamiro.

Penanggung Jawab Sekretariat Geopark Tambora Kabupaten Dompu, Hudan Ramadani mengemukakan, tebing gamping di sepanjang Teluk Nangamiro memang menyiratkan suatu keunikan.

Pada formasi batu gamping tersebut terdapat aneka macam hewan laut yang unik. Salah satunya adalah filum Mollusca kelas Pelecypoda atau lebih dikenal dengan sebutan Kima raksasa oleh masyarakat lokal.

Kima merupakan biota laut yang bertubuh lunak dan memiliki cangkang bertangkup. Karena bentuk yang unik dan besar, biota ini disebut Kima raksasa.

"Dengan ukuran garis tengah mencapai 1 meter, sehingga membuat keberadaan fosil ini sangat unik dibandingkan fosil lainnya," kata Hudan.

Keberadaan fosil Kima, lanjut dia, menandakan bahwa kondisi wilayah perairan Teluk Nangamiro sebelum letusan Gunung Tambora 1815 silam sangat baik.

Setelah peristiwa itu terjadi biota laut semacam ini hampir tak pernah dijumpai para nelayan di wilayah setempat.

"Kondisinya informasi terakhir yang kami terima memang sudah tidak terlihat karena semak belukar. Untuk melestarikan ini kita terkendala anggaran," ujarnya.

Kepala Desa Nangamiro, Saidin mengakui bahwa salah satu jejak letusan Gunung Tambora tersebut kondisinya memang tidak terawat.

Untuk menatanya manjadi salah satu tujuan wisata sejarah, ia beralasan tak punya anggaran khusus di desa.

"Sulit kita mau tata karena memang tidak ada alokasi anggarannya," kata Saidin.

Baca juga: Mengenal 3 Kerajaan yang Terkubur Saat Tambora Meletus

Sebagai salah satu situs Geopark Tambora, Saidin menyerahkan sepenuhnya penataan fosil Kima tersebut pada lembaga terkait, termasuk jajaran Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Dikbudpora) Kabupaten Dompu.

Menurutnya, selain dua fosil Kima yang menempel di tebing gamping tersebut, juga ada temuan Kima yang jauh lebih besar di pesisir pantai Nangamiro. Namun, keberadaan Kima tak diketahui saat ini.

"Kalau air surut bisa kita lihat Kima itu dulu, dan dia lebih besar dari yang di tebing, cuma saya tidak tahu siapa yang mengambilnya," kata Saidin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Saiful Tewas Usai Ditangkap Polisi, Istri: Suami Saya Buruh Tani, Tak Terlibat Narkoba

Saiful Tewas Usai Ditangkap Polisi, Istri: Suami Saya Buruh Tani, Tak Terlibat Narkoba

Regional
KLB Diare di Pesisir Selatan Sumbar, Ada 150 Kasus dan 4 Orang Meninggal

KLB Diare di Pesisir Selatan Sumbar, Ada 150 Kasus dan 4 Orang Meninggal

Regional
Guru Honorer di Maluku Dipecat Setelah 11 Tahun Mengabdi, Pihak Sekolah Berikan Penjelasan

Guru Honorer di Maluku Dipecat Setelah 11 Tahun Mengabdi, Pihak Sekolah Berikan Penjelasan

Regional
Pikap Pelat Merah Angkut Ribuan Liter Miras di Gorontalo

Pikap Pelat Merah Angkut Ribuan Liter Miras di Gorontalo

Regional
Pengantin Wanita Tak Datang di Pernikahan, Pria di Lamongan Rugi Rp 24 Juta, Kenal di Medsos

Pengantin Wanita Tak Datang di Pernikahan, Pria di Lamongan Rugi Rp 24 Juta, Kenal di Medsos

Regional
Sempat Tertutup Longsor, Jalur Ende-Wolotopo NTT Sudah Bisa Dilalui Kendaraan

Sempat Tertutup Longsor, Jalur Ende-Wolotopo NTT Sudah Bisa Dilalui Kendaraan

Regional
Kronologi Pembunuhan Wanita PSK di Kuta Bali, Korban Ditikam dan Dimasukkan dalam Koper

Kronologi Pembunuhan Wanita PSK di Kuta Bali, Korban Ditikam dan Dimasukkan dalam Koper

Regional
7 Bacalon Bupati dan Wakil Bupati Daftar di PDI-P untuk Pilkada Pemalang

7 Bacalon Bupati dan Wakil Bupati Daftar di PDI-P untuk Pilkada Pemalang

Regional
Kades Terdakwa Kasus Pemerkosaan di Mamuju Divonis Bebas, Kejari Ajukan Kasasi

Kades Terdakwa Kasus Pemerkosaan di Mamuju Divonis Bebas, Kejari Ajukan Kasasi

Regional
Kakak Angkat di Ambon Bantah Telantarkan Adik di Indekos

Kakak Angkat di Ambon Bantah Telantarkan Adik di Indekos

Regional
7 Pria Perkosa Anak di Bawah Umur di Bangka, 5 Pelaku Masih Buron

7 Pria Perkosa Anak di Bawah Umur di Bangka, 5 Pelaku Masih Buron

Regional
Ibu dan Anak di Ende Tertimpa Material Longsor, 1 Tewas

Ibu dan Anak di Ende Tertimpa Material Longsor, 1 Tewas

Regional
Diduga Dipukuli Anak Kandung Pakai Kursi, Ibu di Palembang: Lama-lama Saya Bisa Mati karena Dia

Diduga Dipukuli Anak Kandung Pakai Kursi, Ibu di Palembang: Lama-lama Saya Bisa Mati karena Dia

Regional
Marliah Kaget Tiba-tiba Jadi WNA Malaysia, Padahal Tak Pernah ke Luar Negeri

Marliah Kaget Tiba-tiba Jadi WNA Malaysia, Padahal Tak Pernah ke Luar Negeri

Regional
Marliah Kaget Tiba-tiba Jadi WNA Malaysia, Padahal Tak Pernah ke Luar Negeri

Marliah Kaget Tiba-tiba Jadi WNA Malaysia, Padahal Tak Pernah ke Luar Negeri

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com