Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Munir Sara
Tenaga Ahli Anggota DPR RI

Menyelesaiakan Pendidikan S2 dengan konsentrasi kebijakan publik dan saat ini bekerja sebagai tenaga Ahli Anggota DPR RI Komisi XI

Sasaran Politik Ekonomi Pembangunan NTT

Kompas.com - 02/04/2023, 06:18 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Logika saya, daerah dengan IKF yang baik, sejatinya dia bisa mem-purpose pembangunannya sendiri dengan goals tiga indikator tersebut. Punya kemandirian fiskal untuk meng-create program yang relevan dengan kebutuhan major daerah.

Sebaliknya, daerah dengan IKF payah, justru IPM-nya tinggi seperti di daratan Sumba dan Timor (TTS & TTU). Daerah-daerah ini IPM-nya lebih tinggi dari rata-rata IPM di Flores bagian Barat!

Untuk daratan Lamaholot berdasarkan data referensi BPS tahun 2022, IPM Alor paling tinggi 66,6, Flotim 65,83, dan Lembata 65,47 (kategori sedang).

Jika kita bicara purpose dari politik dan pembangunan dengan meletakkan IPM sebagai indikator penting, maka daerah dengan IPM yang masih sedang dan rendah dapat diasumsikan masih memiliki mismatch antara kapasitas fiskal, program pembangunan dan prioritas serta goals-nya. Namun asumsi ini harus diuji lagi dengan data dan riset yang reliable.

Jika salah satu alat untuk memverifikasi capaian IPM kabupaten/kota di NTT adalah “politik sebagai suatu policy making,” maka pertanyaannya, kenapa daerah-daerah yang surplus politik dengan keterwakilan di eksekutif dan legislatif di kancah nasional, tapi justru angka IPM-nya masih di bawah daerah yang defisit representasi elite di level nasional dengan segala diskresi yang dipunyai?

Di sinilah perlu kehati-hatian untuk menjawabnya, agar kita punya “moral clarity” untuk melihat korelasi politik dan pembangunan di NTT.

Perdebatan tentang politik dan pembangunan NTT perlu melihat secara kritis beberapa variabel penting dari politik sebagai policy making.

Namun ada banyak variabel yang bisa digunakan untuk melihat politik dan pembangunan dalam locus NTT.

Tentu saja banyak sekali masalah di daerah. Mulai soal cash idle yang menjadi momok dari tahun ke tahun. Berkelimpahan anggaran justru mengendap dan tak terealisasi dengan baik.

Soal GCG (good and clean governance), soal prioritas dan tentu saja kapasitas fiskal daerah dan advokasi fiskal sebagai variabel penting.

Hal yang paling krusial adalah, menyelaraskan perencanaan, kapasitas fiskal dan praktik GCG di dalamnya.

Karena perencanaan pembangunan daerah terjadi secara bottom-up hingga menjadi APBD, idealnya merefleksikan kebutuhan objektif daerah.

Dan khittah utama dari APBD itu adalah “multiplier effect.” Kasarnya, kalau Anda punya APBD sekian triliun rupiah, berapa target IPM?

Dus pepatah Minang bertuah, “Basuluah mato hari, bagalanggang mato rang banyak.” Soal politik bukan barang baru. Soal pembangunan juga hal yang umum.

Tinggal bagaimana, suatu politik yang punya tujuan, agar menavigasi pembangunan dengan tolak ukur pembangunan manusia!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com