KUPANG, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) Putu Elvina mengunjungi Kantor Ombudsman Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Kamis (16/3/2023).
Elvina bertemu Kepala Perwakilan Ombudsman NTT Darius Beda Daton untuk membahas kebijakan Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat terkait penerapan jam masuk sekolah pukul 05.30 Wita di 10 sekolah menegah atas (SMA) dan sekolah menengah kejuruan (SMK).
Darius menyampaikan pertanyaan, konsultasi, dan keluhan orangtua siswa, yang diterima Ombudsman terkait perubahan jam masuk sekolah itu.
"Ada beberapa upaya yang sudah kami lakukan yakni telah berkoordinasi langsung dengan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT, Linus Lusi," ujar Darius di Kupang, Kamis.
Darius menyatakan, orangtua dan guru menyampaikan sejumlah keberatan, seperti anak-anak yang harus bangun minimal pukul 04.00 Wita agar tidak terlambat ke sekolah. Sementara para guru dan orangtua harus banguna pukul 03.00 Wita.
Lalu, tak semua siswa dan siswi berasal dari kalangan mampu dan menggunakan kendaraan pribadi ke sekolah. Sedangkan transportasi umum baru beroperasi pada pukul 04.30 Wita.
Darius juga menyoroti keamanan dan keselamatan anak-anak selama di jalan karena berangkat pada dini hari.
"Untuk itu, ada beberapa saran yang saya sampaikan ke Kepala Dinas Pendidikan dan para guru melalui WhatsApp grup guru SMA dan SMK se-NTT," ujar dia.
Ombudsman menyarankan agar pemangku kepentingan, komite sekolah, dan orangtua, mengkaji kembali secara komprehensif kebijakan itu.
Demi keamanan dan kenyamanan siswa selama perjalanan menuju sekolah, dinas terkait, polisi, dan organda, diminta menyiapkan angkutan umum dalam kota di jalan raya.
Darius menambahkan, Ombudsman NTT telah diundang Kementerian Pendidikan Budaya dan Riset Teknologi, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlidnungan Anak pada 2 Maret 2023.
Dalam pertemuan itu juga hadir perwakilan Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Ombudsman Republik Indonesia, dan sejumlah pejabat kementerian terkait lainnya.
Berdasarkan hasil pertemuan tersebut, dihasilkan kesepaktan bersama agar Kementerian Pendidikan, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyampaikan rekomendasi kepada Gubernur NTT untuk mengkaji kembali kebijakan itu.
Alasannya, kebijakan itu harus disesuaikan dengan undang-undang dan mempertimbangkan kepentingan terbaik anak seperti diatur dalam Undang-Undang tentang Perlindungan Anak.
Berdasarkan Konvensi Hak Anak dan UU Perlindungan Anak, model keputusan ini harus merujuk pada dua prinsip hak anak yakni kepentingan terbaik dan partisipasi anak.
Dia mengatakan, belum ada studi yang menyebut, sekolah yang dimulai lebih pagi memiliki dampak terhadap etos belajar, kedisiplinan, dan prestasi siswa.
Kebijakan masuk pukul 05.30 Wita itu, kata Darius, justru menimbulkan dampak buruk jika tetap dijalankan dan tidak segera dilakukan mitigasi.