Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pramono Dwi Susetyo
Pensiunan

Pemerhati masalah kehutanan; penulis buku

Intensitas Hujan Tinggi sebagai Kambing Hitam Bencana

Kompas.com - 07/03/2023, 15:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Banjir di Kalsel saat itu tergolong parah dibanding banjir tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah pusat dan daerah secara reaktif memberikan penjelasan penyebab banjir.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Dirjen Pencermaran dan Kerusakan Lingkungan menyatakan bahwa faktor dominan penyebab banjir adalah anomali cuaca (hujan ekstrem/intensitas hujan yang tinggi), daerah banjir berada pada pertemuan dua anak sungai yang cekung dan morfologinya merupakan meander dan tekuk lereng serta beda tinggi hulu hilir sangat besar.

Sementara itu, Sekretaris Daerah Provinsi Kalsel mengungkapkan kondisi banjir ini mungkin merupakan periode ulang 100 tahunan.

Apapun faktor penyebabnya, banjir tetap mengikuti kaidah ilmu hidrologi. Air mengikuti mekanisme alur neraca air yang telah diatur oleh alam dan akan mengalir dari daerah ketinggian kearah daerah yang lebih rendah dengan berbagai macam cara.

Banjir terjadi akibat aliran air di permukaan tanah (run off) lebih besar volume dibanding dengan yang berinfiltrasi kedalam tanah.

Dalam konsep pengelolaan daerah aliran sungai (DAS), air hujan yang jatuh di suatu wilayah daratan akan ditangkap oleh daerah tangkapan air (catchment area) dan dialirkan kesungai utama dan bermuara kelaut.

Konektivitas hulu-hilir DAS menjadi penting karena DAS tidak mengenal wilayah administratif. Meskipun DAS Barito, terdapat dalam wilayah empat provinsi di Kalimantan, namun karena posisi wilayah Kalsel di bagian tengah dan hilir, sementara daerah hulu masuk dalam wilayah Kaltim dan Kalteng, maka apabila terjadi limpasan air dengan volume tinggi, yang paling terdampak banjir adalah daerah Kalsel.

Menjaga tutupan hutan (forest coverage) di daerah hulu dan tengah menjadi suatu keharusan untuk menjaga keseimbangan hidrologis di daerah hilir.

Makin luas tutupan hutannya dan makin rapat pohon serta makin berlapis strata tajuknya, maka makin banyak pula air hujan yang masuk ke dalam tanah.

Kesimpulannya adalah tutupan hutan di daerah hulu DAS Barito merupakan faktor dominan terjadinya banjir di daerah hilir terlepas dari faktor lain yang disebut di atas.

Bagaimana mungkin luas hutan di DAS Barito yang tinggal 18,2 persen, mampu menahan volume hujan ekstrem yang mencapai 8-9 kali lipat curah hujan normal?

Sudah cukupkah luasan tersebut dan berapa persen luas kawasan hutan yang harus dipertahankan sesuai dengan kondisi fisik dan geografis DAS Barito/atau Provinsi Kalsel?

Wajar apabila alih fungsi lahan hutan untuk pertambangan dan kebun sawit dituding sebagai faktor penyebab banjir.

Pemerintah seharusnya antisipatif mengkaji ulang izin-izin pemanfaatan kawasan hutan yang tidak mendukung kelestarian lingkungan sambil menggalakkan program rehabilitasi hutan dengan penanaman pohon-pohonan secara massal dan masif dan berskala luas sebagai salah satu solusi efektif dan jangka panjang dalam mengendalikan banjir, agar drama banjir di Kalsel tidak berulang kembali.

Banjir di daerah pesisir

Kasus Kabupaten Bekasi, Kabupaten Pati dan Kabupaten Kudus merupakan contoh nyata persoalan bencana hidrometeorologi di daerah pesisir di Pulau Jawa yang mulai dirasakan secara signikan dampaknya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com