Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hery Wibowo
Ketua Program Studi Sosiologi FISIP Universitas Padjadjaran

Pengamat Sosial, praktisi pendidikan dan pelatihan

Pembangunan Sosial, Rasionalisme, dan Antagonisme Kasus Pandeglang

Kompas.com - 13/02/2023, 15:21 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Aksi kekerasan,perlu dikonstruksi (secara sosial) sebagai sesuatu yang buruk, tabu, keji dan perlu dijauhi.

Jika memungkinkan bangunlah stereotype bahwa pelaku kekerasan adalah strata terburuk dari lapisan masyarakat. Sehingga individu akan berpikir ratusan kali sebelum melakukan aksi kekerasan kepada orang lain.

Melalui analisa Robert K. Merton, mungkin benar bahwa aktivitas pacaran akan menghasilkan manfaat fungsional, seperti antarcalon pasangan yang semakin mengenal satu sama lain, juga antarkeluarga bisa saling bersilaturahim lebih dekat.

Namun demikian, ternyata dimensi disfungsionalnya (berpotensi) lebih banyak, seperti rasa cemburu buta, perasaan curiga, sakit hati karena dikhianati, perasaan disingkirkan, perasaan tidak berharga jika kurang mendapatkan perhatian, sampai sakit hati dan perilaku menyakiti pasangan karena ditolak ungkapan cintanya.

Sehingga, jika ditilik dari perspektif rasionalisme, seharusnya seseorang sudah bisa memperhitungkan, seberapa bermanfaat ini bagi saya, dan seberapa berbahaya aktivitas ini?

Jangan sampai remaja terbuai dengan mimpi indah sesaat, namun kemudian terlena dengan potensi petaka di kemudian hari.

Jangan sampai luapan emosional sesaat, menggugurkan rasionalisme dan logika sehat akan potensi mudaratnya.

Perlukah pacaran?

Apakah asumsi klasik bahwa ”pacaran adalah ajang untuk saling mengenal?” masih relevan hari ini? Apakah dalih ’untuk saling memahami satu sama lain’ harus dilakukan dengan pergi berdua, tidak didampingi orangtua, dan bahkan sering kali pulang malam?

Bagi para orangtua, tentunya hal ini merupakan ’early warning’ ataupun sinyal penting untuk berpikir ribuan kali sebelum membolehkan putrinya berpacaran, ataupun pergi berduaan dengan bukan mahram-nya.

Aksi pembunuhan sadis ini, jelas merupakan kode keras bagi keluarga untuk melindungi anggotanya, apakah itu anak-anaknya, cucu-cucunya, adik-adiknya, sepupunya dan lain-lain.

Peristiwa ini merupakan sinyal kuat untuk menghadirkan proteksi ekstra bagi anggota keluarga yang terindikasi akan melakukan tindakan berpacaran.

Ini nasihat penting bagi orangtua untuk tidak terlalu mudah percaya pada ’orang lain’ yang membawa putri remajanya pergi berduaan, apalagi sampai malam hari.

Masyarakat Indonesia secara umum, perlu membangun kohesi sosial yang lebih berkualitas, keinginan saling melindungi, serta kekawatiran terhadap potensi keburukan bagi satu sama lainnya, sehingga mampu menyebarkan moral sosial yang (semakin) baik kepada seluruh anggotanya.

Norma, nilai serta kekuatan moral kolektif masyarakat seharusnya mampu membentuk individu-individu dalam masyarakat tersebut untuk terdorong melakukan perbuatan baik, serta takut melakukan perilaku buruk.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com