LAMPUNG, KOMPAS.com - Warga Kota Metro dari berbagai lapisan mengandalkan "sambatan" untuk merevitalisasi cagar budaya yang ada di kota tersebut.
Sambatan (bahasa Jawa: gotong royong) ini mulai dari perancangan desain, tenaga pembangunan, hingga pendanaan.
Salah satu cagar budaya yang sedang direvitalisasi yakni halaman rumah asisten wedana Kota Metro.
Baca juga: Pedagang di Lampung Tengah Dihipnotis, Perhiasan Emas 20 Gram Diganti Uang Palsu
Arsitek perancangan cagar budaya ini, Andi mengungkapkan konsep yang digunakan adalah memaksimalkan bahan baku yang ada.
"Hampir semua bahan yang ada di lokasi didaur ulang, digunakan kembali sebagai upaya efisiensi dan implementasi filosofi desainnya sendiri," kata Andi, dihubungi dari Bandar Lampung, Jumat (10/2/2023).
Andi mengaku revitalisasi rumah kuno yang dibangun pada 1938 silam itu dilandasi filosofi bahwa masa depan dibangun dari fondasi masa lalu.
Halaman yang tadinya dipenuhi rumput liar diubah menjadi area publik dengan tribune, kamar mandi, panggung, mushola, lampu taman, ruang kegiatan dan pengerasan lantai.
“Selain itu dalam perkembangannya juga hadir partisipasi para seniman lewat mural, hanya tinggal ruang kegiatan," kata Andi.
Baca juga: 3 Benda Cagar Budaya Diduga Peninggalan Era Majapahit di Desa Sukowidi Magetan Hilang
Pendanaan revitalisasi ini berasal dari sejumlah donatur yang telah mencapai Rp 200 juta dan melibatkan puluhan warga untuk pembangunannya.
Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Metro Oki Hajiansyah Wahab memaparkan geliat partisipasi warga untuk ikut serta dalam revitalisasi cagar budaya itu terlihat sejak tiga tahun kebelakang.
Pada 2021, revitalisasi Dokterswoning (rumah dokter) yang kini menjadi Rumah Informasi Sejarah (RIS) Kota Metro, partisipasi warga lokal sebanyak 30 persen dan warga luar kota 70 persen.
Kemudian pada cagar budaya Santa Maria, partisipasi warga lokal mencapai 60 persen dan warga luar 40 persen.
Baca juga: Janji Lindungi Observatorium Bosscha, Kang Emil: Sedang Persiapan Jadi Kawasan Cagar Budaya
Lalu pada rumah asisten wedana, partisipasi warga lokal mencapai 90 persen dan 10 persen warga luar kota.
"Partisipasi dari warga sendiri berupa pikiran atau gagasan, desain, tenaga, dana, waktu hingga berbagai bentuk material seperti pasir, batu, semen batu alam, batu bata dan lainnya," kata Oki.
Oki mengapresiasi meningkatnya kesadaran dan partisipasi warga akan pentingnya pelestarian dan pemanfaatan cagar-cagar budaya sebagai ruang publik yang edukatif, rekreatif dan membawa kemanfaatan bagi masyarakat.
"Kami menyadari bahwa Metro tak memiliki destinasi alam, karenanya kami optimis pengembangan destinasi wisata berbasis sejarah dan cagar budaya dan kreatifitas sumber daya manusia memiliki potensi untuk dikembangkan," kata Oki.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.