Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pramono Dwi Susetyo
Pensiunan

Pemerhati masalah kehutanan; penulis buku

Ilusi Hutan Tropika Basah Asli Kalimantan di IKN Nusantara

Kompas.com - 09/02/2023, 11:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Fenomena instrusi air laut yang dapat menembus sampai di bawah Monas di Jakarta tidak akan terjadi di IKN Nusantara. Karena pembangunan IKN Nusantara dimulai dari nol maka pengaturan drainase air kota akan lebih mudah merancangnya.

Maka, konsep kota spons yang memiliki sistem perairan sirkuler yang menggabungkan arsitektur, desain tata kota, infrastruktur dan prinsip keberlanjutan bukanlah suatu angan-angan.

Pemilihan jenis pohon dan penyiapan bibit berkualitas

Dalam kondisi aslinya, kawasan IKN dahalunya hutan alam primer tropika basah yang telah mencapai tahap klimaks setelah terbentuk ratusan tahun.

Hutan klimaks adalah komunitas hutan yang berada dalam tahap puncak pemantapan suksesi alam sesuai dengan kondisi alam setempat.

Tahap klimaks dari hutan ditunjukan dengan berbagai ragam jenis yang ditemukan di dalam hutan tersebut sehingga keseimbangan ekosistem semakin baik. Termasuk di dalamnya keseimbangan hidrologis (tata air) di dalam tanah yang membentuk ekosistem lingkungan holistik.

Dengan adanya alih fungsi hutan alam primer menjadi hutan tanaman, pertambangan, kebun, semak belukar dan sebagainya; maka keseimbangan ekosistem yang telah tercapai akan terganggu, termasuk keseimbangan hidrologis.

Untuk mengembalikan kondisi seperti semula menjadi hutan alam yang klimaks sudah tentu membutuhkan proses dan waktu serta sentuhan teknologi untuk mempercepatnya.

Untuk mewujudkan realisasi kota hutan tersebut, sudah tepat Menteri LHK mengundang para akademisi, ahli kehutanan dan lingkungan dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia untuk memberi masukan dan gagasan guna menyempurnakan rancangan pembangunan Ibu Kota Negara.

Dari kunjungan di persemaian modern yang sementara dibangun di Mentawir, Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara, terungkap bahwa pembangunan persemaian modern yang dimaksud masih bersifat konvensional dengan jenis-jenis ala kadarnya seperti meranti, belarengan, kapur, gaharu dan jambu-jambuan.

Kekurangan dan belum idealnya persemaian modern yang dibangun di Mentawir, jelas tergambar dari pernyataan Guru Besar Fakultas Kehutanan UGM, Muhammad Naim- dari mulai ketersediaan air yang kontinyu bagi sebuah persemaian modern, ukuran polybag yang terlalu kecil, sampai kualitas bibit yang dihasilkan.

Dalam pembuatan persemaian tanaman hutan, apalagi persemaian modern yang menggunakan input teknologi, produksi bibit berkualitas mutlak diperlukan.

Dengan bibit berkualitas, tanaman sudah dapat dianggap mempunyai harapan hidup 40 persen, sisanya 60 persen adalah persiapan lahan tanam, waktu tanam, pemupukan, pemeliharaan dan pengawalan sampai bibit pohon menjadi pohon dewasa.

Paling cepat bibit tanaman jika berhasil menjadi pohon dewasa membutuhkan waktu paling sedikit 15 tahun dengan melalui tahapan sebagai anakan (seedling), sapihan (sapling), tiang (pole) dan baru menjadi pohon dewasa (trees).

Dalam konsep menanam pohon dalam suatu areal seperti kawasan IKN Nusantara, pemilihan jenis dan jumlah pohon yang ditanam tergantung dari karakteristik pohon itu sendiri, agroklimat dan fungsi kawasannya.

Tidak semua bibit pohon dapat serta merta ditanam di tempat terbuka. Contohnya untuk tanaman pohon yang mempunyai karakteristik intoleran (membutuhkan cahaya terbatas) dalam pertumbuhannya seperti jenis meranti membutuhkan nauangan (pengaturan cahaya dalam pertumbuhannya).

Sebaliknya untuk jenis bibit pohon yang toleran (membutuhkan cahaya penuh), sangat cocok untuk ditanam di tempat terbuka seperti jenis pionir pinus atau beberapa jenis pohon yang masuk dalam katagori cepat tumbuh (fast growing species).

Dari penelusuran data tipe iklim menurut schmidt dan ferguson, kawasan IKN mempunyai tipe A sampai B yang berarti bulan hujan masuk katagori basah, agak basah sampai sedang.

Dengan demikian menurut agroklimat, pemilihan jenis tanaman pohonnya dapat diarahkan kepada jenis-jenis berdaun lebar yang mampu menyerap air untuk berinfilitrasi kedalam tanah secara penuh.

Sebuah penelitian mengatakan, hutan dengan pohon berdaun jarum mampu membuat 60 persen air hujan terserap tanah.

Sedangkan, hutan dengan pohon berdaun lebar mampu membuat 80 persen air hujan terserap tanah. Makin rapat pohon yang ada dan makin berlapis lapis strata tajuknya makin tinggi pula air hujan yang terserap kedalam tanah, bahkan hampir 100 persen air hujan terserap tanah.

Dari aspek fungsi kawasan hutan, kawasan IKN Nusantara yang disiapkan untuk menjadi area hijau seluas 70 persen, diarahkan sebagai kawasan lindung untuk menjaga keseimbangan ekologis dan hidrologis kawasan IKN, khususnya ketersediaan air untuk mencukupi kebutuhan warganya nanti sebagai kota metropolitan.

Oleh karena pemidahan penduduk ke IKN direncanakan mulai tahun 2024 secara bertahap, maka penghutanan kembali kawasan 70 persen IKN sebagai areal hijau dengan tutupan hutan harus dipercepat dan segera dapat dimulai dari tahun 2022 ini.

Rekayasa dan manipulasi ruang (space), lingkungan dan juga cahaya seperti kata Prof.M. Naim sudah harus dapat digunakan sebagai salah satu intervensi teknologi untuk mempercepat realisasi kota hutan IKN Nusantara sebagaimana yang diharapkan dan dibayangkan Presiden Joko Widodo selama ini. Semoga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com