Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Budaya Matrilineal Suku Minangkabau: Pengertian, Sejarah, hingga Keistimewaan

Kompas.com - 22/12/2022, 17:49 WIB
Puspasari Setyaningrum

Editor

KOMPAS.com - Suku Minangkabau atau suku Minang merupakan salah satu etnis di Pulau Sumatera yang menjunjung adat dan budaya Minangkabau.

Keberadaan masyarakat dari suku Minangkabau mendominasi populasi di Provinsi Sumatera Barat dengan jumlah yang besar.

Baca juga: 3 Pakaian Adat Minangkabau Sumatera Barat dan Ciri Khasnya

Salah satu budaya suku Minangkabau yang berbeda dari wilayah lain di nusantara adalah sistem kekerabatan matrilineal yang dianutnya.

Melansir artikel Town and Country, sejak tahun 2017 hingga saat ini suku Minangkabau masih menjadi masyarakat penganut matrilineal terbesar di dunia.

Baca juga: Mengenal Randai, Kesenian Khas Minangkabau: Asal-usul, Cara, dan Cerita

Pengertian Sistem Matrilineal Suku Minangkabau

Dilansir dari laman Gramedia.com, matrilineal adalah sistem kekerabatan yang menarik garis keturunan dari pihak ibu saja.

Dari asal katanya, istilah matrilineal terdiri dari kata matri artinya (ibu) dan lineal (garis), sehingga berarti garis ibu.

Dalam sebuah keluarga Minang, seorang anak akan mengikuti suku sang ibu, sehingga akan terhubung dengan kerabat ibu berdasarkan kepada garis keturunan perempuan secara unilateral.

Oleh karena itu, menarik keturunan dari garis ibu dipandang sangat penting bagi masyarakat Minangkabau.

Baca juga: 6 Tari Tradisional Asal Minangkabau, Ada Tari dengan Gerakan Pencak Silat

Sejarah Sistem Matrilineal Suku Minangkabau

Sejarah sistem matrilineal dalam budaya suku Minangkabau disebut telah ada sejak zaman nenek moyang.

Dilansir dari artikel Nilai Filosofis Budaya Matrilineal di Minangkabau (Relevansinya Bagi Pengembangan Hak-Hak Perempuan di Indonesia) yang ditulis Iva Ariani dalam Jurnal Filsafat (Februari, 2015), diungkap mengenai sejarah sistem matrilineal dalam suku Minangkabau.

Berdasar cerita para tokoh Minangkabau yang disampaikan secara turun-temurun, hal ini berawal pada masa kepemimpinan Datuk Katumanggungan dan Datuak Parpatiah Nan Sabatang di Minangkabau.

Saat itu panglima perang kerajaan Majapahit, Adityawarman berniat menyerang daerah ini karena tidak memiliki angkatan perang.

Kerajaan Minangkabau memang terkenal sebagai daerah yang cinta damai dan benar-benar berusaha untuk menghindari peperangan.

Setelah mengatur siasat, akhirnya Datuk Katumanggungan memutuskan tidak akan menyambut pasukan kerajaan Majapahit dengan barisan prajurit, melainkan dengan keramahan.

Selain itu, panglima perang kerajaan Majapahit, Adityawarman jug dipinang dan dijodohkan dengan adik kandungnya yang bernama Putri Jamilah.

Agar keturunan Putri Jamilah tetap menjadi orang Minangkabau dan mendapatkan warisan kerajaan, maka ditetapkan adat Batali Bacambua yang langsung merubah struktur masyarakat Minangkabau.

Adat Batali Bacambua mengubah aturan dari bapak mewariskan kepada anak menjadi harus diwariskan kepada kemenakan, serta suku yang semula didapat dari bapak, menjadi diturunkan dari pihak ibu.

Dengan ketentuan baru yaitu waris yang turun dari ibu dan bukan dari bapak, maka keberadaan sosok Adityawarman tidak lebih dari raja transisi di Kerajaan Minangkabau.

Adityawarman hanya akan menjabat hingga nanti lahir kemenakan dari keluarga adiknya, Putri Jamilah yang akan jadi pewaris tahta sebenarnya.

Cerita inilah yang dipercaya oleh masyarakat Minangkabau sebagai cikal bakal dari budaya matrilineal yang masih dianut hingga sekarang.

Ilustrasi pakaian adat Sumatera Barat yang digunakan Suku Minangkabau.Shutterstock/Bagja89 Ilustrasi pakaian adat Sumatera Barat yang digunakan Suku Minangkabau.

Suku Minangkabau dan Bundo Kanduang

Budaya matrilineal ini membuat cara pandang terhadap status perempuan khususnya seorang ibu menjadi sangat sentral.

Salah satunya ditunjukkan dengan adanya istilah Bundo Kanduang pada masyarakat Minangkabau.

Dikutip dari laman Kemendikbud, kedudukan Bundo Kanduang dalam masyarakat diartikan sebagai perempuan yang diberi kehormatan dan keutamaan menurut adat.

Keunikan Sistem Matrilineal Suku Minangkabau

Dampak dari budaya matrilineal ini tak hanya membuat ikatan kekeluargaan jauh lebih kuat pada para keluarga dengan keturunan menurut garis ibu.

Budaya matrilineal juga membuat masyarakat Minangkabau memiliki beberapa keunikan, antara lain:

1. Pernikahan eksogami

Budaya matrilineal membuat pernikahan eksogami menjadi dianjurkan agar kedua belah pihak atau salah satu pihak dari yang menikah tidak lebur ke dalam kaum kerabat pasangannya

Pernikahan dengan perempuan dari luar suku Minangkabau tidak disukai karena anak tidak akan mempunyai suku.

Sebaliknya, perkawinan dengan laki-laki luar suku Minangkabau tidak dipermasalahkan, karena tidak merusak struktur adat dan anak tetap mengikuti suku dari ibunya.

2. Tradisi melamar laki-laki

Tradisi ini juga menjadi keunikan suku Minang, di mana tak jarang pihak perempuan yang datang melamar pihak laki-laki, bahkan memberi mahar.

Perempuan minang akan 'membeli' si laki-laki dengan uang yang disebut uang japuik, membawa seserahan, dan juga cincin emas untuk menghargai keluarga laki-laki.

Hal ini juga dilakukan karena nantinya laki-laki akan menjadi menjadi tumpuan keluarga perempuan.

Setelah menikah, seorang laki-laki akan menjadi “tamu” sebab mereka kemudian akan tinggal di rumah keluarga istrinya.

3. Ketentuan penggunaan harta

Dalam sebuah keluarga, terdapat wanita tertua atau dituakan di kaum yang dijuluki limpapeh atau amban puruak.

Ia akan mendapat kehormatan sebagai penguasa seluruh harta kaum dan mengatur pembagiannya.

Sementara laki-laki tertua di kaum akan diberi julukan sebagai tungganai.

Ia bertugas sebagai mamak kapalo warih yang hanya berkuasa untuk memelihara, mengolah, dan mengembangkan harta milik kaum, tapi tidak untuk menggunakannya.

4. Penentuan pembagian warisan

Termasuk dalam urusan pembagian warisan, nantinya orang-orang dari garis keturunan ibu akan mendapatkan porsi lebih banyak dibanding dari garis bapak.

Kuatnya hubungan ini sendiri dilandasi oleh tujuan serta berbagai kepentingan bersama, yaitu berupa kepemilikan atas rumah dan tanah.

Sehingga meski perempuan berperan besar dalam kesukuan, bukan berarti ia akan mendapatkan kuasa penuh pada harta warisan atau pusaka di keluarganya.

Dari pembagian harta warisan ini biasanya harta warisan akan digunakan secara bersama-sama oleh sang penerima warisan dengan anggota keluarga yang lain.

Bisa dibilang, harta warisan ini kemudian tidak bisa dibagi dan harus tetap utuh karena menjadi milik bersama.

Sumber:
Ariani, Iva. 2015. Nilai Filosofis Budaya Matrilineal di Minangkabau (Relevansinya Bagi Pengembangan Hak-Hak Perempuan di Indonesia). Jurnal Filsafat, Vol. 25, No. 1, Februari 2015.
 townandcountrymag.com  
 sumbarprov.go.id  
 gramedia.com  
 sonora.id  
 kebudayaan.kemdikbud.go.id  

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Korsleting Genset, Kapal Nelayan di Bangka Terbakar dan Karam, 5 ABK Lompat ke Laut

Korsleting Genset, Kapal Nelayan di Bangka Terbakar dan Karam, 5 ABK Lompat ke Laut

Regional
Kenal di Facebook, Bocah SMP Dibawa Kabur Seorang Pemuda, Berkali-kali Dilecehkan dan Diajak Ngamen

Kenal di Facebook, Bocah SMP Dibawa Kabur Seorang Pemuda, Berkali-kali Dilecehkan dan Diajak Ngamen

Regional
Gali Tanah untuk Bangun Rumah, Seorang Pekerja Temukan Mortir

Gali Tanah untuk Bangun Rumah, Seorang Pekerja Temukan Mortir

Regional
Serunya Nonton Indonesia Vs Korsel di Pasar Pagi, Pedagang Fokus ke Jualan dan Sepak Bola

Serunya Nonton Indonesia Vs Korsel di Pasar Pagi, Pedagang Fokus ke Jualan dan Sepak Bola

Regional
Kecewa Tuntutan Turunkan UKT Belum Terpenuhi, Mahasiswa Unsoed Lepas Jaket Almamater

Kecewa Tuntutan Turunkan UKT Belum Terpenuhi, Mahasiswa Unsoed Lepas Jaket Almamater

Regional
Polda Aceh Tangkap 2 Pembawa Gading Gajah di Pidie

Polda Aceh Tangkap 2 Pembawa Gading Gajah di Pidie

Regional
Ketahuan Curi Motor, Seorang Residivis Ditelanjangi dan Ditandu Warga Saat Sembunyi di Sungai

Ketahuan Curi Motor, Seorang Residivis Ditelanjangi dan Ditandu Warga Saat Sembunyi di Sungai

Regional
Pemburu Badak Jawa di TNUK, Jual Cula Seharga Rp 525 Juta

Pemburu Badak Jawa di TNUK, Jual Cula Seharga Rp 525 Juta

Regional
Aksi Bejat 3 Pria Paksa Siswi SMP Hubungan Badan dengan Pacar dan Ikut Perkosa Korban

Aksi Bejat 3 Pria Paksa Siswi SMP Hubungan Badan dengan Pacar dan Ikut Perkosa Korban

Regional
Bunuh 6 Badak Jawa di TNUK, Polda Banten Tangkap 1 Pemburu, 5 Buron

Bunuh 6 Badak Jawa di TNUK, Polda Banten Tangkap 1 Pemburu, 5 Buron

Regional
10 Kuliner Salatiga yang Legendaris, Ada Enting-enting Gepuk

10 Kuliner Salatiga yang Legendaris, Ada Enting-enting Gepuk

Regional
Curi Sepeda Motor Petani, 2 Pria di Sumba Timur Ditangkap Polisi

Curi Sepeda Motor Petani, 2 Pria di Sumba Timur Ditangkap Polisi

Regional
Kapolda Riau: Tak Ada lagi yang Namanya Kampung Narkoba, Sikat Habis Itu

Kapolda Riau: Tak Ada lagi yang Namanya Kampung Narkoba, Sikat Habis Itu

Regional
Saksikan Pertandingan Timnas U-23 Lawan Korsel, Ibunda Pratama Arhan Mengaku Senam Jantung

Saksikan Pertandingan Timnas U-23 Lawan Korsel, Ibunda Pratama Arhan Mengaku Senam Jantung

Regional
Kisah Ernando Ari, Dididik ala Militer hingga Jadi Kiper Jagoan Timnas Indonesia

Kisah Ernando Ari, Dididik ala Militer hingga Jadi Kiper Jagoan Timnas Indonesia

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com