LARANTUKA, KOMPAS.com - Paulus Kabelen (25), duduk termenung di pelataran kantor desa, Senin (1/11/2022) sore. Sesekali ia menggoyangkan telepon selulernya, sembari berharap sinyal segera membaik.
Sayangnya, hingga sejam menunggu, dokumen yang hendak dikirim masih tertahan di draf surat elektronik. Dengan raut wajah kecewa, Paulus pun meninggalkan kantor itu.
Begitu potret susah sinyal yang dialami warga Desa Ojandetun, Kecamatan Wulangnggitang, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Kesulitan akses sinyal dan jaringan internet sudah lama dikeluhkan warga desa ini.
Meski ada tower mini yang dibangun tepat di samping kantor desa, tetapi itu tak cukup untuk memenuhi kebutuhan warga.
Baca juga: Kisah Migu, Warga di Flores Timur yang Dikurung 6 Tahun di Gubuk Reyot
"Tower ini kita bangun tahun 2021 dari dana desa. Tetapi jangkauan dan pengguna terbatas. Kalau lebih dari 20 pemakai, sinyal tidak bisa diakses," ujar Kepala Desa Ojandetun Yohanes Nani Ipir saat ditemui, Senin (1/11/2022).
Yohanes mengungkapkan, keterbatasan kapasitas dan jangkauan tower mini yang hanya 50 meter, membuat warga mencari alternatif lain.
Mereka terpaksa menempuh perjalanan sejauh empat kilometer menuju Desa Hewa. Belum lagi, para siswa yang hendak mengerjakan tugas sekolah.
"Para siswa harus susah payah mencari sinyal. Bahkan ada yang rela naik di atas pohon asam untuk mencari sinyal," ujarnya.
Warga, kata Yohanes, beberapa kali mengusulkan kepada pemerintah desa untuk membangun tower dengan jangkauan yang lebih luas.