Para pemuka agama dan tetua adat mulai mempersiapkan satu prosesi sakral, yaitu zikir liuk dalam.
Prosesi ini dilaksanakan sebagai wujud permohonan perlindungan kepada Tuhan agar pelaksanaan Mudzakarah berjalan lancar serta mendatangkan keberkahan dan keselamatan bagi Tau dan Tana Samawa (orang Sumbawa).
Baca juga: Gempa M 4,4 Guncang Sumbawa Barat, Tak Berpotensi Tsunami
Menurut Syukri Rahmat, kata dalam pada ungkapan zikir liuk dalam memiliki dua makna.
Pertama, berzikir itu harus dilakukan dari relung hati yang terdalam atau dari kedalaman batin.
Kedua, kata dalam diambil dari simbol pemaknaan Istana Dalam Loka sebagai representasi Sumbawa.
Baca juga: Siswa SD di Sumbawa Dicabuli hingga Hamil, Pelaku Diduga Lebih dari 1 Orang
Setelah prosesi zikir liuk dalam, selanjutnya dilakukan prosesi pengibaran Bendera Kesultanan Sumbawa (bergambar macan putih) dan Panji Lipan Api yang mengapit sisi kiri dan kanan bendera Merah Putih.
Bendera itu berkibar, mengisyaratkan keselarasan hubungan antara Kesultanan Sumbawa dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pada masa lalu, Panji Lipan Api merupakan panji perang Kesultanan Sumbawa.
Panji ini telah dibuat duplikatnya pada saat penobatan Sultan Sumbawa tahun 2011.
Sedangkan Panji Lipan Api yang asli masih tersimpan di Pulau Bungin, Kecamatan Alas dan dipelihara oleh Ua’ Makadia yang merupakan keturunan Panglima Kesultanan Sumbawa, Panglima Abdullah Mayo.
Baca juga: UPDATE Covid-19 di Jatim, DIY, Bali, NTB, NTT, Kalbar, dan Kalsel 31 Oktober 2022
Syukri menjelaskan, Mudzakarah Rea merupakan hajatan besar sekitar lima tahunan yang diselenggarakan oleh Lembaga Adat Tana Samawa (LATS).
"Bertujuan merumuskan pemikiran-pemikiran ke depan dalam membaca kemungkinan-kemungkinan perubahan yang terjadi karena adanya perkembangan sains dan teknologi kemudian bagaimana memperkuat eksistensi adat Samawa pada masyarakat Sumbawa," kata Syukri.
Menjelang perhelatan adat Mudzakarah Rea 2022 yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali, Dewa Masmawa Sultan Muhammad Kaharuddin IV menyampaikan pasatotang (nasihat) kepada masyarakat Sumbawa terkait dengan nilai-nilai luhur orang Sumbawa yang masih relevan hingga saat ini.
Petuah disampaikan di Istana Bala’ Kuning pada Jumat (28/10/2022).
Dalam kesempatan tersebut, Sultan Sumbawa menegaskan kembali sikap dan pandangan terhadap Adat Samawa agar dapat dipahami dan diendapkan dalam pemikiran Tau Samawa (orang Sumbawa).
Menurutnya Adat Samawa di masa kini tidak boleh dipahami dengan kaku.
Baca juga: Manjakan Penonton WSBK, Pemprov NTB Siapkan 200 Stan UKM di Dalam Sirkuit Mandalika
Sultan menyebutkan, perlu ada cara pandang baru dalam memahami dan mengimplementasikan adat Samawa dalam kehidupan sehari-hari.
“Saat saya bersumpah di hari penobatan, saya meneguhkan hati dan menjernihkan pemikiran bahwa kita tidak akan kembali ke masa lalu sepenuhnya karena tantangannya sangat berbeda. Ketika menjadi Sultan di masa sekarang dengan di masa Jaja (ayah) atau Jape (kakek) saya," kata Sultan Muhammad Kaharuddin IV Dewa Masmawa.
Dia menegaskan, Kesultanan Sumbawa telah menjadi bagian dari NKRI.
Di masa lalu, pemerintahan dipegang oleh Kesultanan Sumbawa, sehingga Sultan dapat mengangkat pangkat adat untuk menjalankan roda pemerintahan. Namun hal tersebut berbeda dengan kondisi saat ini, pemerintahan telah dijalankan oleh bupati.
"Tugas saya adalah sebagai pengayom adat Tau Tana Samawa dan bersama Bupati dan masyarakat Sumbawa, kita harus menjaga Marwah Tau Samawa (orang Sumbawa),” tegasnya.