Tradisi memiliki rumah dengan menimbun lautan, menyebabkan pulau yang awalnya memiliki luas 4,5 hektare ini semakin bertambah luas menjadi lebih dari 8,5 hektare.
Meskipun sudah mendapat julukan sebagai pulau terpadat di dunia, luas tanah reklamasi adat tidak berbanding lurus dengan naiknya angka pertumbuhan penduduk yang saat ini telah mencapai 3.600 jiwa dengan rincian 900 kepala keluarga. Mahalnya biaya reklamasi dan membangun tempat tinggal, tak pelak dalam satu rumah terdiri dari satu sampai tiga kepala kepala keluarga.
Di sepanjang pulau yang berdiri di atas tumpukan karang ini, sulit menjumpai pepohonan. Salah satu alasannya karena area pemukiman padat penduduk dan bibir pantai yang luas. Bahkan, wisatawan kerap melihat keunikan dari kambing warga di Pulau Bungin yang terkenal memakan kertas dan plastik. Sebab sulit menemukan padang rumput sebagai sumber makanan bagi hewan herbivora itu.
Baca juga: Pelajar SMP di Sumbawa Diduga Dicabuli Lebih dari 1 Pelaku, Diketahui Saat Petugas Lakukan Razia
Bertambahnya daratan di Pulau Bungin dari tahun ke tahun masih tidak sejalan dengan luas hutan mangrove sebagai penyangga kawasan. Kondisi ini semakin menambah kerentanan terhadap risiko bencana abrasi yang dapat terjadi kapan saja.
Selain itu, ancaman naiknya permukaan air laut akibat perubahan iklim di wilayah pesisir harus dilakukan mitigasi. Oleh karena itu, perlu penanaman mangrove lebih banyak lagi sebagai langkah rehabilitasi dan meningkatkan laju penyerapan emisi di atmosfer.
Baca juga: Kantongi 11 Poket Sabu Seberat 15,27 Gram, Pria di Sumbawa Dibekuk
Hal itu seperti yang disampaikan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi NTB, Julmansyah pada Kamis (27/10/2022). Julmansyah menjelaskan, 11.000 hektare luas hutan mangrove yang ada di NTB semakin berkurang karena laju deforestasi dan alih fungsi menjadi tambak. Pemerintah berupaya memberikan bantuan dan pemberdayaan kelompok.
"Menjaga lingkungan menjadi tanggung jawab kita semua. Apabila lingkungan itu rusak maka kita semua yang akan menanggung akibatnya," kata Julmansyah.
Melihat kondisi tersebut, Komunitas Bungin Peduli telah bergerak melakukan penanaman mangrove sejak tahun 2013.
"Kami hadapi tantangan luar biasa. Karena mengajak masyarakat untuk menanam pohon, dan mencintai lingkungan bukan hal mudah. Saya terus berikan keteladan, hingga kesadaran itu muncul," kata Sukiman (35), anggota Komunitas Bungin Peduli, Kamis (27/10/2022).
Upaya menumbuhkan kesadaran dilakukan secara terus menerus melalui diskusi rutin dan kolaborasi dengan anak muda melalui Karang Taruna di Desa Pulau Bungin. Setelah para pemuda satu visi, sambung Sukiman, kegiatan komunitas Bungin peduli dapat menjadi gerakan bersama.
"Kami tidak bisa bergerak sendiri tanpa dukungan dan kolaborasi dari semua stakeholders yang peduli terhadap keberlangsungan hidup manusia dan ekosistem laut di Pulau Bungin," harap Sukiman.