BIMA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih mendalami kasus dugaan korupsi dana rehabilitasi dan rekonstruksi pascabanjir di Kota Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Sebanyak dua pejabat telah diperiksa KPK sebelumnya, yakni Kadis PUPR Kota Bima dan Kepala BPBD Kota Bima.
Sekretaris Daerah Kota Bima Muhtar Landa membenarkan dua pejabat itu telah diperiksa KPK.
Ia mengaku kedua kepala dinas itu bukan diperiksa sebagai saksi melainkan dimintai keterangan dan klarifikasi terhadap penyelidikan kasus yang sedang berjalan.
"Kemarin hanya dimintai klarifikasi saja," kata Muhtar kepada Kompas.com, Kamis (29/9/2022).
Ia mengtakan, pemeriksaan terhadap para pejabat ini menyusul adanya laporan masyarakat terkait dugaan korupsi dana rehabilitasi dan rekonstruksi pascabanjir 2017.
Pemkot pun telah menyerahkan dokumen yang diminta penyidik KPK. Dokumen tersebut diduga terkait dengan dugaan korupsi dana rehabilitasi dan rekonstruksi 2017.
Muhtar enggan menjelaskan lebih detail mengenai dokumen apa saja yang diminta KPK. Namun, kata dia, tidak semua dokumen terkait penggunaan dana Rp 166 miliar itu diserahkan.
"Dokumen yang dikirim ke KPK berkaitan dengan belanja modal, kecuali untuk rumah relokasi yang Rp 102 miliar tidak diberikan karena dikerjakan oleh Pokmas," kata Muhtar.
Sementara itu, Kepala BPBD Kota Bima Jaenab membenarkan telah dimintai klarifikasi oleh penyidik KPK.
Baca juga: Usut Dugaan Korupsi Rp 166 Miliar di Kota Bima, KPK Disebut Panggil 3 Kontraktor
"Hanya permintaan keterangan dan klarifikasi. Enggak ada pertanyaan apa-apa ke saya soal kegiatan. Saya hanya ditanya kapan pelantikannya? Beliau-beliau (penyidik KPK) juga tahu kalau saya dilantik tahun lalu," kata dia saat dikonfirmasi, Kamis.
Usai dimintai keterangan, Jaenab mengaku telah menyerahkan sejumlah dokumen penting ke KPK.
Ia mengatakan, dokumen yang diserahkan berkaitan dengan penggunaan dana rehabilitasi dan rekonstruksi yang ditangani BPBD.
Dokumen itu untuk mendukung penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di instansi tersebut. Hanya saja, Jaenab tidak memerinci dokumen apa saja yang diserahkan ke KPK.
"Beberapa dokumen sudah diserahkan. Sesuai surat permintaannya saja, sudah kita kasih semua. Pokoknya semua proyek yang ada surat perintah kerja yang kita serahkan dokumennya," tuturnya
Ketika ditanya detail permasalahan yang terjadi di BPBD, khususnya dalam penggunaan dana rehabilitasi dan rekonstruksi serta lokasi kegiatan fisik yang dikerjakan, Jaenab enggan menjelaskan.
Ia juga mengeklaim tak mengetahui perusahaan mana saja yang memenangkan tender dana hibah rehabilitasi dan rekonstruksi senilai Rp 166 miliar itu, karena baru dilantik menjadi Kalak BPBD pada Juni 2021.
"Kalau saya tidak tahu apa-apa soal kegiatannya, kan saya masuk di BPBD 2021 soalnya. Yang tahu itu kan semuanya ada di dokumen-dokumen itu. Siapa PPK dan siapa ini, saya enggak hafal," ujarnya.