Pesta kue apangi ini tidak hanya sore itu, saat matahari tenggelam di sisi barat danau Limboto tetamu semakin ramai, jalan sempit yang terhimpit bukit di satu sisi dan sisi lain berbatas danau membuat desa ini semakin sesak dijejali tamu-tamu dari luar.
Saat malam tiba, semakin banyak orang berdatangan. Desa di tepi danau ini semarak, kendaraan yang memasuki desa semakin melambat tak leluasa melewati kelok-keloknya, jalan aspal mungil ini tidak muat dijejali berbagai kendaraan yang datang dan pergi.
Halaman rumah, sekolah atau masjid dijadikan tempat parkir, semua kendaraan memenuhi halaman, terasa sesak desa ini. Nyaris semua jalan dikepung kemacetan.
Namun tidak dengan hati warga Dembe, seberapa banyak tamu yang datang, hati mereka tetap luas menyambut tali persaudaraan, menyajikan apangi penuh keihlasan.
Baca juga: Melihat Kemeriahan Tradisi Petik Laut Nelayan Lampon Banyuwangi
Desa Dembe I ini merupakan desa tua yang berada di pinggiran Kota Gorontalo, berbatasan dengan Desa Iluta Kabupaten Gorontalo di sisi barat, dengan Desa Lekobalo di sisi timur.
Desa ini sudah ada sejak masa kerajaan, ini dibuktikan dengan keberadaan 3 benteng cincin di puncak bukit, Benteng Otanaha, Otahiya dan Ulupahu.
Benteng ini merupakan satu-satunya benteng di tepi danau di Indonesia. Benteng ini masih dilingkupi misteri tentang siapa dan bagaimana pembangunannya, belum ada sumber resmi yang menyebutkannya.
Namun dalam tradisi lisan masyarakat disebutkan ada beberapa versi, seperti dibangun oleh oleh pelaut Portugis atas permintaan Olongia (raja) Gorontalo, versi lain menyebutkan dibangun oleh pemimpin lokal yang bernama Naha, Pahu dan Ohihiya. Juga ada yang menyebut dibangun oleh Raja Ilato.
Beragam versi pembangunan benteng ini memperkaya khazanah pengetahuan kebudayaan Gorontalo. Sehingga menimbulkan rasa ingin tahu, hal ini juga membuat kunjungan wisatawan lokal, nusantara dan mancanegara terus meningkat.
Di bawah ketiga benteng ini banyak rumah warga berdiri, kontur perbukitan yang naik turun membuat bangunan rumah mengikuti tinggi rendahnya permukaan tanah, termasuk rumah-rumah panggung yang berdiri di atas permukaan air Danau Limboto.
Baca juga: Tradisi Grebek Suro di Lumajang, Ada Gunungan Hasil Bumi hingga Kubur Kepala Sapi
Dari atas benteng ini dapat diketahui semua tepi danau dan semua perkampungan di tepinya, inilah letak strategisnya benteng ini.
Sangat jelas pendirian benteng ini terkait dengan kawasan danau Limboto, yang pada masanya menjadi bagian dari 2 kerajaan, Limutu (Limboto) dan Hulontalo (Gorontalo).
Dari atas benteng ini juga dapat disaksikan denyut saktifitas kaum perempuan di dapur, aroma harum apangi menyebar dibawa angin yang menerobs di antara punggung bukit yang damai.
Jauh di ujung desa, daun pohon kelapa tua bergoyang ditiup angin, seakan memanggil semua orang untuk berkumpul di desa ini, menikmati lezatnya apangi yang disiram cairan gula merah.
Jumlah penduduknya desa ini sekitar 3400 jiwa, yang hampir semua kepala keluarganya menggantungkan mata pencarian di Danau Limboto, mencari ikan secara tradisional, budidaya keramba jarring apung, berdagang hasil perikanan, hingga mengelola warung.
Baca juga: 7 Tradisi Peringatan Satu Suro di Jawa, Kirab hingga Jamasan
Yang memiliki kebun, mereka juga mengolah ladang di punggung-punggung perbukitan kapur yang miring, ditanami jagung lokal atau tanaman lainnya. Tidak banyak unsur hara di ladang ini, tanaman tidak subur sehingga tidak produktif.
Dalam Schetskaart der Distrikten Rond de Hoofdplaats Gorontalo door GWWC Baron van Hoevell, yang dikeluarkan Asisten Residen Gorontalo pada Tijdschrift van het Koninklijk Nederlandsch Aardrijkskundig Genootschap 1891, Dembe I ini berada di perbatasan wilayah distrik onderafdeling Gorontalo dan distrik onderafdeling Limboto, tepatnya di pinggir Danau Limboto di sisi utara dan di bawah kaki Gunung Talapo di bagian selatan.
Posisi Dembe I sangat jelas dalam peta ini, bahkan nama Dembe tercantum. Ini membuktikan keberadaan desa ini sebagai desa tua yang memiliki peran penting pada masanya.
Pesta apangi ini sangat meriah, tidak ada sambutan formal dari pemerintah, tidak ada spanduk dan baliho kepala daerah. Semua mengalir indah penuh ritmis, keramahan, keterbukaan, dan kebersahajaan masyarakat menerima tamu, menyuguhkan dan memberi buah tangan bagi tamunya.
Kegiatan ini menunjukkan prakarsa masyarakat Dembe telah menghiasi nusantara dengan hidangan apangi dan keramahtamahannya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.