Yuni Sere juga sadar memblokade jalur Long Midang – Ba’kelalan justru membuat warga Krayan kian sulit.
Tetapi, kondisi itulah yang sebenarnya disuarakan warga Krayan.
Sulitnya warga Krayan, geografis Krayan, ketersediaan bahan pokok dan semua hal tentang perbatasan, kata dia, bukan terjadi baru-baru ini melainkan sudah sejak dahulu dan butuh perhatian khusus pemerintah.
Aksi yang terjadi hampir sebulan ini pun, tidak lain agar ada ruang komunikasi antara warga Krayan dan pemerintah daerah, khususnya Pemprov Kaltara.
‘’Kami tahu ada surat yang dilayangkan ke Pemerintah Malaysia dan kami harus menunggu keputusan pemerintah Malaysia. Tapi apakah itu dianggap cukup tanpa datang dan melihat kondisi kami?,’’kata dia.
Terpisah, Camat Krayan Ronny Firdaus mengatakan, sejauh ini, pemerintah kecamatan terus membuka keran diskusi dan komunikasi dengan Pemerintah Kabupaten Nunukan, maupun Provinsi Kaltara.
Sejumlah surat juga sudah dikirimkan untuk Negara Malaysia, menjabarkan kondisi dan situasi perbatasan dua negara.
"Gubernur bersurat, KJRI juga terus berkomunikasi dengan Pemerintah Malaysia, berikutnya tergantung kebijakan negara tetangga. Memang prosesnya agak lambat karena ini berkaitan dengan dua negara,’’katanya.
Ronny juga mengakui, pihak Malaysia melalui forum Sosek Malindo, kerap menegaskan posisi perbatasan yang masih dibutuhkan kearifan lokal.
Namun demikian, kondisi politik dan keadaan tertentu, butuh pengkondisian yang tidak sebentar.
Sehingga yang bisa dilakukan untuk kembali jalannya perdagangan lintas batas, hanya menunggu jawaban Malaysia.
Dalam kondisi saat ini, pembangunan di Krayan sama sekali mandek, baik itu proyek negara seperti PLBN, proyek pemerintah daerah, sampai proyek perorangan.
Material bangunan selama ini didatangkan dari Malaysia. Jika kondisi ini berlarut, material harus menunggu didatangkan dari dalam negeri, seperti dari Tarakan atau Nunukan Kota, yang dikhawatirkan harganya melambung cukup tinggi dibandingkan biasanya.
Sebagai contoh minyak goreng. Harga di kota sekitar Rp 25.000 per liter. Harga tersebut akan ditambahkan Rp 15.000 untuk biaya ongkos pesawat per kilogramnya.
Harga akan kembali naik manakala barang tersebut dimuat dari bandara menuju gudang dan semakin melonjak saat dikirim ke kios atau toko kelontong di kota.
‘’Makanya sampai kios di desa, harga normal sekitar Rp 45.000, karena komponen biaya itu tadi. Nanti tergantung penjual ambil untung berapa dan memberikan banderol harga berapa,’’jelasnya.
Masalah ini pula yang dikeluhkan masyarakat Krayan. Mereka meminta perdagangan lintas batas kembali aktif sehingga akan menjawab kesulitan warga mendapatkan kebutuhan pokok dengan harga wajar.
‘’Cuma kalau untuk makan, masyarakat Krayan surplus beras dan hasil kebun. Sejak blokade, tidak ada alur perdagangan lintas batas, dan Padi Adan khas Krayan tidak bisa terjual ke luar negeri seperti biasanya,’’tambahnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.