"Klien kami orang miskin, kami tidak mampu membayar Rp 30 juta saat mediasi di kepolisian. Bapaknya hanya mampu Rp 10 juta itu ditolak sama keluarganya (tersangka). Kemudian, orangtua dari pelaku menyampaikan apapun dia yang dikeluarkan kasih tahu ke kami. Kalau langsung Rp 30 juta mereka harus jual rumah," ujar dia.
Saat terjadi gebrak meja dan adu mulut itu, Andar mengaku melawan karena tidak terima atas perilaku jaksa.
"Saya marah pada waktu itu ketika dipukul meja. Seharusnya, dia harus memihak kepada orang-orang yang lemah juga gitu loh, kan kasihan kan, harus ada asas praduga tak bersalah selama belum diputus oleh hakim. Jangan begitu," ujar dia.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Solo Prihatin, membenarkan adanya insiden gebrak meja oleh stafnya dan beralasan stafnya melakukan aksi itu karena menerima tekanan dari kuasa hukum tersangka.
Baca juga: Rutan Kelas 1 Solo Pindah Sukoharjo, Yasonna Bakal Serahkan Aset Bekas Rutan ke Gibran
"Awalnya, petugas kami sudah sabar, menjelaskan kenapa penangguhannya tidak dikabulkan. Karena kuasa hukum terus memaksakan kehendaknya, menekan pihak kami, akhirnya emosinya terpancing. Dan itu hanya emosi sesaat ya," kata Prihatin.
Kajari mengatakan, pihaknya juga berpegang pada korban karena sudah membuat surat pernyataan bermaterai kalau tidak pernah ada perdamaian antara kedua belah pihak.
Serta tidak adanya uang santunan atau bantuan dari pihak tersangka. Padahal, kata dia, korban harus menjalani dua kali operasi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.