Sekretaris Desa Pasar Ketahun, Yundrik Azandi membenarkan bahwa warganya merupakan bagian dari massa yang mendatangi kantor PT Pamorganda.
Yundrik mengatakan, memang ada surat kesepakatan yang diketahui pihak kepolisian, Pemda Bengkulu Utara, dan perusahaan.
Surat tersebut berisikan pihak perusahaan menunda penanaman (replanting) di lahan yang berkonflik antara perusahaan dengan masyarakat, sebelum sejumlah permintaan masyarakat diberikan.
Ada lima poin dalam surat kesepakatan tersebut. Pertama, kades diminta bersurat ke bupati terkait permukiman Desa Pasar Ketahun seluas 50 hektare.
Baca juga: Jalan Provinsi Dirusak, Gubernur Bengkulu Akhirnya Tuntut Perusahaan Tambang
Kedua, pengukuran ulang di afdeling I, apabila ada kelebihan maka harus dikembalikan ke masyarakat dikoordinasi bersama pemda. Ketiga, kompensasi Rp 1 juta masuk ke kas desa setiap bulan.
"Keempat, kejelasan kebun kas desa dan kelima menunda kegiatan replanting sampai keempat poin di atas terpenuhi," ujar Yundrik ketika dikonfirmasi melalui telepon, Jumat (15/7/2022).
Namun, belum terpenuhi poin-poin itu, pihak perusahaan malah melakukan replanting. Hal tersebut yang memicu kemarahan ratusan warga.
Selain mengabaikan surat kesepakatan, warga menuding perusahaan juga mengabaikan surat Gubernur Bengkulu Nomor: 593/1084/B.1/2022 tertanggal 24 Juni 2022 tentang penundaan replanting sebelum perusahaan memenuhi tuntutan warga yang meminta alokasi kebun plasma 20 persen dari luas HGU.
Kasat Reskrim Polres Bengkulu Utara, AKP Teguh Ari Aji saat dikonfirmasi membenarkan sempat terjadi kerusuhan.
"Memang terjadi kerusuhan di kantor perusahaan. Namun, saat ini kondisi sudah kondusif. Polisi melakukan pengamanan di lokasi agar tidak terjadi kejadian lebih besar," ujar Kasat Reskrim.
Baca juga: Kasus Jalan Provinsi Dirusak Perusahaan Tambang, Kajati: 2 Bulan Tak Ada Solusi, Saya Pidanakan
Penjelasan perusahaan Sementara, Kabag Umum PT Pamorganda, Hutahean, membantah bahwa pihaknya melanggar kesepakatan.
Menurut dia, surat itu bukan kesepakatan, tapi usul serta tuntutan dari masyarakat.
"Tidak ada surat kesepakatan, yang ada surat tuntutan dari masyarakat. Selanjutnya terkait surat gubernur, kami tidak akan memberikan komentar karena itu kewenangan gubernur. Kami hanya mengikuti aturan bahwa tak mungkin kami memberikan lahan di dalam HGU kebun kami karena ini berarti kami bisa melanggar hukum," kata Hutahean, saat dihubungi.