Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diduga Ikut Rusak Kantor Perkebunan Karet di Bengkulu, Sejumlah Warga Diperiksa Polisi

Kompas.com - 17/07/2022, 09:46 WIB
Firmansyah,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

BENGKULU, KOMPAS.com- Polisi memeriksa sejumlah orang yang diduga terlibat dalam perusakan kantor perkebunan karet di Desa Talang Baru dan Desa Pasar Ketahun, Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara.

Pemeriksaan berlangsung setelah polisi menerima laporan dari PT Pamorganda, pemilik kantor yang dirusak.

"Laporan telah kami terima. Sementara kami masih memeriksa para saksi pengerusakan. Polisi akan bersikap profesional sesuai prosedur dalam menindaklanjuti laporan itu," kata Kepala Kepolisian Resor Bengkulu Utara Andy Pramudya Wardana saat dihubungi, Minggu (17/7/2022).

Baca juga: Konflik Petani dan Perusahaan Karet di Bengkulu, Ini Penjelasan Dua Belah Pihak

Wardana mengatakan, ada sekitar 20 polisi disiagakan di lokasi kejadian untuk menghindari keributan susulan.

Sejauh ini kondisi Desa Talang Baru dan Pasar Ketahun disebut sudah kondusif.

Sedangkan Manajer Administrasi PT Pamorganda, Paten Siagian, mengakui telah melaporkan perusakan kantornya ke polisi.

"Kami telah laporkan aksi perusakan itu disertai bukti kerusakan, saksi, dan juga video warga yang melakukan aksi perusakan," kata Paten Siagian, Sabtu (16/7/2022).

Baca juga: Sempat Viral karena Dirusak, Ternyata Proyek Jembatan Wisata di Tanjungpinang Tengah Diusut Polisi

Sebagai informasi, kantor PT Pamorganda dirusak massa pada Kamis (14/7/2022).

Akibat aksi itu, kaca, pintu, meja, kursi dan peralatan kantor rusak parah. Aktivitas kantor itu pun terhenti.

Massa menjadi beringas karena perusahaan itu dianggap mengabaikan beberapa kesepakatan yang pernah disepakati dengan warga sekitar.

Sekretaris Desa Pasar Ketahun, Yundrik Azandi membenarkan bahwa warganya merupakan bagian dari massa yang mendatangi kantor PT Pamorganda.

Yundrik mengatakan, memang ada surat kesepakatan yang diketahui pihak kepolisian, Pemda Bengkulu Utara, dan perusahaan.

Surat tersebut berisikan pihak perusahaan menunda penanaman (replanting) di lahan yang berkonflik antara perusahaan dengan masyarakat, sebelum sejumlah permintaan masyarakat diberikan.

Ada lima poin dalam surat kesepakatan tersebut. Pertama, kades diminta bersurat ke bupati terkait permukiman Desa Pasar Ketahun seluas 50 hektare.

Baca juga: Jalan Provinsi Dirusak, Gubernur Bengkulu Akhirnya Tuntut Perusahaan Tambang

Kedua, pengukuran ulang di afdeling I, apabila ada kelebihan maka harus dikembalikan ke masyarakat dikoordinasi bersama pemda. Ketiga, kompensasi Rp 1 juta masuk ke kas desa setiap bulan.

"Keempat, kejelasan kebun kas desa dan kelima menunda kegiatan replanting sampai keempat poin di atas terpenuhi," ujar Yundrik ketika dikonfirmasi melalui telepon, Jumat (15/7/2022).

Namun, belum terpenuhi poin-poin itu, pihak perusahaan malah melakukan replanting. Hal tersebut yang memicu kemarahan ratusan warga.

Selain mengabaikan surat kesepakatan, warga menuding perusahaan juga mengabaikan surat Gubernur Bengkulu Nomor: 593/1084/B.1/2022 tertanggal 24 Juni 2022 tentang penundaan replanting sebelum perusahaan memenuhi tuntutan warga yang meminta alokasi kebun plasma 20 persen dari luas HGU.

Kasat Reskrim Polres Bengkulu Utara, AKP Teguh Ari Aji saat dikonfirmasi membenarkan sempat terjadi kerusuhan.

"Memang terjadi kerusuhan di kantor perusahaan. Namun, saat ini kondisi sudah kondusif. Polisi melakukan pengamanan di lokasi agar tidak terjadi kejadian lebih besar," ujar Kasat Reskrim.

Baca juga: Kasus Jalan Provinsi Dirusak Perusahaan Tambang, Kajati: 2 Bulan Tak Ada Solusi, Saya Pidanakan

Penjelasan perusahaan Sementara, Kabag Umum PT Pamorganda, Hutahean, membantah bahwa pihaknya melanggar kesepakatan.

Menurut dia, surat itu bukan kesepakatan, tapi usul serta tuntutan dari masyarakat.

"Tidak ada surat kesepakatan, yang ada surat tuntutan dari masyarakat. Selanjutnya terkait surat gubernur, kami tidak akan memberikan komentar karena itu kewenangan gubernur. Kami hanya mengikuti aturan bahwa tak mungkin kami memberikan lahan di dalam HGU kebun kami karena ini berarti kami bisa melanggar hukum," kata Hutahean, saat dihubungi.

 

Sebelumnya, kata Hutahean, telah dilakukan audiensi antara perusahaan dengan pemerintah kabupaten, termasuk provinsi. Hasil audiensi menyebutkan, tidak ada masalah dalam HGU PT Pamorganda.

"Kami punya bukti-bukti audiensi dengan Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara, termasuk gubernur, BPN, bahwa kami tidak ada masalah," ungkapnya.

Baca juga: Curi 30 Kg Cabai, Pria di Malang Tertangkap Basah Pemilik Kebun

Ia juga mengatakan, alasan perusahaan tidak berani mengeluarkan 50 hektare lahan dalam HGU untuk permukiman warga, karena apabila diberikan akan ada dampak buruk bagi perusahaan.

"Pertama, kalau kami berikan 50 hektare lahan untuk permukiman, kami bisa terkena masalah hukum karena HGU ini sama saja kami ngontrak dengan pemerintah. Kalau kami keluarkan 50 hektare, bisa masuk penjara karena tidak sesuai dengan aturan bila HGU telah diberikan. Perusahaan wajib mempertanggungjawabkannya," beber dia.

Lalu masalah kedua, apabila perusahaan memberikan, maka desa-desa lain akan menuntut hal serupa. Jika semua permintaan dipenuhi, maka habislah lahan HGU PT Pamorganda.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KLB Diare di Pesisir Selatan Sumbar, Ada 150 Kasus dan 4 Orang Meninggal

KLB Diare di Pesisir Selatan Sumbar, Ada 150 Kasus dan 4 Orang Meninggal

Regional
Guru Honorer di Maluku Dipecat Setelah 11 Tahun Mengabdi, Pihak Sekolah Berikan Penjelasan

Guru Honorer di Maluku Dipecat Setelah 11 Tahun Mengabdi, Pihak Sekolah Berikan Penjelasan

Regional
Pikap Pelat Merah Angkut Ribuan Liter Miras di Gorontalo

Pikap Pelat Merah Angkut Ribuan Liter Miras di Gorontalo

Regional
Pengantin Wanita Tak Datang di Pernikahan, Pria di Lamongan Rugi Rp 24 Juta, Kenal di Medsos

Pengantin Wanita Tak Datang di Pernikahan, Pria di Lamongan Rugi Rp 24 Juta, Kenal di Medsos

Regional
Sempat Tertutup Longsor, Jalur Ende-Wolotopo NTT Sudah Bisa Dilalui Kendaraan

Sempat Tertutup Longsor, Jalur Ende-Wolotopo NTT Sudah Bisa Dilalui Kendaraan

Regional
Kronologi Pembunuhan Wanita PSK di Kuta Bali, Korban Ditikam dan Dimasukkan dalam Koper

Kronologi Pembunuhan Wanita PSK di Kuta Bali, Korban Ditikam dan Dimasukkan dalam Koper

Regional
7 Bacalon Bupati dan Wakil Bupati Daftar di PDI-P untuk Pilkada Pemalang

7 Bacalon Bupati dan Wakil Bupati Daftar di PDI-P untuk Pilkada Pemalang

Regional
Kades Terdakwa Kasus Pemerkosaan di Mamuju Divonis Bebas, Kejari Ajukan Kasasi

Kades Terdakwa Kasus Pemerkosaan di Mamuju Divonis Bebas, Kejari Ajukan Kasasi

Regional
Kakak Angkat di Ambon Bantah Telantarkan Adik di Indekos

Kakak Angkat di Ambon Bantah Telantarkan Adik di Indekos

Regional
7 Pria Perkosa Anak di Bawah Umur di Bangka, 5 Pelaku Masih Buron

7 Pria Perkosa Anak di Bawah Umur di Bangka, 5 Pelaku Masih Buron

Regional
Ibu dan Anak di Ende Tertimpa Material Longsor, 1 Tewas

Ibu dan Anak di Ende Tertimpa Material Longsor, 1 Tewas

Regional
Diduga Dipukuli Anak Kandung Pakai Kursi, Ibu di Palembang: Lama-lama Saya Bisa Mati karena Dia

Diduga Dipukuli Anak Kandung Pakai Kursi, Ibu di Palembang: Lama-lama Saya Bisa Mati karena Dia

Regional
Marliah Kaget Tiba-tiba Jadi WNA Malaysia, Padahal Tak Pernah ke Luar Negeri

Marliah Kaget Tiba-tiba Jadi WNA Malaysia, Padahal Tak Pernah ke Luar Negeri

Regional
Marliah Kaget Tiba-tiba Jadi WNA Malaysia, Padahal Tak Pernah ke Luar Negeri

Marliah Kaget Tiba-tiba Jadi WNA Malaysia, Padahal Tak Pernah ke Luar Negeri

Regional
Sebelum Mutilasi Istrinya, Tarsum Sempat Titipkan Anak dan Ingin Merantau ke Kalimantan

Sebelum Mutilasi Istrinya, Tarsum Sempat Titipkan Anak dan Ingin Merantau ke Kalimantan

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com