KOMPAS.com - Beberapa pasangan suami istri (pasutri) memilih untuk melakukan nikah siri agar dapat segera sah secara agama dan menghindari perbuatan zina.
Seperti diketahui, nikah siri adalah suatu pernikahan yang memenuhi rukun dan syarat nikah sehingga sah secara agama, tetapi tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA).
Baca juga: Bolehkah PNS Nikah Siri?
Meski telah sah secara agama, sebuah pernikahan yang tidak dilaksanakan dihadapan petugas yang ditunjuk akan kesulitan melakukan pembuktian pernikahannya.
Baca juga: Cara Membuat Akta Kelahiran Anak di Luar Nikah, Ikut Nama Siapa?
Hal ini karena pernikahan tidak tercatat pada institusi yang berwenang, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 1974, yang menyebut bahwa “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan UU yang berlaku”.
Baca juga: Bolehkah Polisi Nikah Siri?
Oleh karena itu, berdasarkan undang-undang yang berlaku maka status perkawinan pasutri nikah siri tersebut tidak memiliki kekuatan hukum karena tidak diakui oleh negara.
Sebagai akibatnya, pasutri nikah siri akan mendapat konsekuensi hukum seperti status anak yang lahir dari perkawinan ini dianggap sebagai anak luar kawin, hingga pasangan dan anak dapat kehilangan hak memperoleh warisan atau pensiun di mata hukum.
Pertanyaan yang muncul kemudian, apa yang harus dilakukan agar status pernikahan pasutri nikah siri bisa diakui negara?
Dilansir dari laman Legal Smart Channel Badan Pembinaan Hukum Nasional, ada tiga upaya hukum yang dapat ditempuh bagi pasutri nikah siri agar status pernikahannya diakui negara.
Upaya hukum pertama yang dapat ditempuh adalah melakukan isbat nikah atau pengesahan nikah ke Pengadilan Agama.
Hal ini karena adanya perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah agar status pernikahannya diakui negara.
Syarat nikah siri yang bisa melakukan isbat nikah ke Pengadilan Agama terbatas dengan alasan berikut:
a. adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian;
b. hilangnya akta nikah;
c. adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan;
d. adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang- Undang No. 1 Tahun 1974; dan
e. perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Pernikahan ulang yang dimaksud adalah melakukan akad atau pernikahan secara agama dengan disertai dengan pencatatan pernikahan oleh pejabat yang berwenang (KUA).
Cara melakukan nikah ulang ini layaknya akad nikah secara agama seperti biasa, agar pasutri bisa memiliki akta nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah agar status pernikahannya diakui negara.
Pada kondisi tertentu, salah satu pihak baik suami atau istri bisa melakukan proses hukum di Pengadilan Agama (PA) agar status pernikahannya diakui negara.
Hal ini dapat ditempuh jika permohonan diajukan oleh salah seorang suami atau istri maka permohonan bersifat kontensius dengan mendudukkan suami atau istri yang tidak mengajukan permohonan sebagai pihak Termohon.
Dengan langkah ini, nantinya hasil terhadap gugatan pengesahan nikah akan berbentuk putusan yang menjadi landasan dikeluarkannya akta nikah.
Sumber: lsc.bphn.go.id dan kompas.com
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.