Dr. Antonius Budisusila, SE, M.Soc.Sc, salah satu staf Pengajar Prodi Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Sanata Dharma (USD), sudah saatnya pemerintah tegas dalam memberantas kartel minyak goreng.
Alasannya, kata Budi, keberadaan kartel atau gabungan perusahaan sejenis yang bertujuan mengendalikan produksi, persaingan dan harga, hanya menyengsarakan rakyat.
"Bagaimanapun pasar minyak goreng bersifat oligopolis dan terjadi kartel. Sejumlah perusahaan besar di menguasai 68.2 persen pangsa pasar. Saya pribadi mengutuk keras kalau nasib rakyat dimain-mainkan seperti ini," katanya kepada Kompas.com, Rabu (20/4/2022).
Baca juga: KPPU Usut Dugaan Kartel Penimbunan 1,1 Juta Liter Minyak Goreng di Deli Serdang
Sementara itu, kata Budi, menghadapi kartel minyak goreng tak mudah. Hal ini dipengaruhi beberapa faktor, salah satunya soal orientasi produksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) perkebunan belum untuk minyak goreng.
"Kebijakan menghadapi kartel tidak sederhana, karena kekuasaan pasar relatif susah untuk dikendalikan. Terlebih lagi, BUMN perkebunan sebagai penyeimbang tidak diorientasikan untuk produksi minyak goreng," katanya.
Selain itu, lanjut Budi, ketika sistem kartel menjadi tak terkendali akan berimbas pada pengambil kebijakan.
Salah satu dampak yang saat ini dirasakan masyarakat adalah kelangkaan minyak goreng.
"Dalam sistem kartel yang tidak terkendali, pasar menjadi kolusif dengan pengambil kebijakan. Hal tersebut menjadi sangat erat kaitannya dengan penentuan besaran tarif, quota ekspor dan pajak ekspor. Hal ini yang membuat kejaksaan menangkap dirjen terkait penetapan kuota ekspor berlebih, yang membuat kelangkaan minyak goreng domestik," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.