MATARAM, KOMPAS.com - Juhaini (41), langsung berlari keluar rumah ketika gempa dengan magnitudo 4,6 disertai gemuruh mengguncang rumahnya pagi itu, 25 Januari 2022.
Warga Pengempel Indah, Kecamatan Bertais, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) ini tak akan lupa dengan gempa yang lebih besar pada 2018 silam.
Meski saat ini sudah tinggal di rumah tahan gempa, rasa trauma akibat gempa bumi empat tahun silam masih membekas di benaknya.
Baca juga: Kisah Halimah, Korban Gempa Lombok yang Kehilangan Rumah, Kini Tinggal di Pematang Sawah
"Asli masih trauma, takut. Saya kira kayak dulu itu susulan lagi, makanya lari kita keluar, takut. Trauma kayak dulu itu masih terasa," kata Juhaini kepada Kompas.com.
Meski skala gempa pada Januari lalu tidak sebesar gempa Lombok 2018, ibu tiga anak ini tetap khawatir.
Juhaini menceritakan, saat gempa magnitudo 7,0 terjadi empat tahun lalu, ia bersama suaminya sedang berada di dalam rumah.
Tiba-tiba datang guncangan gempa bumi yang terasa sangat kencang dan berlangsung cukup lama.
Juhaini yang saat itu tengah mengandung anak ketiga berlarian ke luar rumah menuju jalan di tengah kampung.
Ia sempat terjatuh saat berusaha menyelamatkan diri. Beruntung kandungannya baik-baik saja.
Baca juga: 3 Tahun Gempa Lombok, Zuliatin: Masih Trauma, kalau Mati Lampu Saya Langsung Lari...
Suaminya yang ikut berlari ke luar rumah tertimpa tembok yang mengakibatkan kakinya cedera patah tulang.
Sementara kedua anak Juhaini yang saat itu tengah mengaji di masjid, selamat.
Kondisi saat itu gelap gulita karena seluruh aliran listrik dipadamkan akibat guncangan gempa bumi. Sinyal telepon seluler pun sempat terputus beberapa saat.
Warga yang panik berlarian menyelamatkan diri ke luar rumah. Suasana yang sebelumnya aman berubah menjadi mencekam.
Guncangan gempa malam itu dirasakan cukup lama dan kencang.
Suara teriakan, doa dan tangisan anak-anak malam itu membuat suasana semakin mencekam. Di gang-gang perumahan warga saling berpelukan, Ibu-ibu memeluk erat anak-anaknya di depan rumah mereka.
Beberapa warga mengungsi di tanah lapang untuk menghindari gempa susulan. Mereka berkumpul dan memanjatkan doa kepada sang Khalik agar selamat dari bencana.
Baca juga: Imbas Event MotoGP, Bandara Lombok Catat Kenaikan Pergerakan Penumpang Sebesar 74 Persen
Jalanan di kota Mataram pasca gempa bumi macet karena banyak warga yang tinggal di pesisir pantai berusaha mengungsi ke tempat yang lebih tinggi.
Informasi tentang potensi terjadi Tsunami membuat warga semakin panik. Kepanikan semakin mencekam saat gempa susulan terjadi.
Meski peringatan dini tsunami sudah berakhir malam itu, namun warga masih bertahan di tanah lapang karena rentetan gempa susulan masih terus terjadi.
Malam itu warga memilih tidur di luar rumah karena takut akan adanya gempa susulan yang lebih besar. Beralaskan tikar dan beratapkan langit, warga tidur di tanah lapang dan di gang-gang.
Ratusan rumah warga rusak akibat gempa bumi. Juhaini dan keluarganya ikut mengungsi di sawah bersama warga lainnya.
Baca juga: Sengkarut Bantuan Rumah Gempa di Lombok, Masih Ada Warga yang Tinggal di Tenda dan Pematang Sawah
Juhaini menuturkan, ia akhirnya melahirkan di tenda Puskesmas dan tinggal selama satu tahun bersama buah hatinya yang masih merah, di bawah terpal tenda pengungsian.
"Satu tahunan ngungsi di sawah tetangga. Ya tempat lahirnya di pengungsian. Sedih di pengungsian yang penting jaga keselamatan," kata Juhaini.
Kepala Lingkungan Pengempel Indah, Sudi Sudarsana menyebutkan, sebanyak 123 KK rumah warga mengalami rusak berat, 35 KK rusak sedang dan 65 KK mengalami rusak ringan.
Gempa bumi 2018 silam juga mengakibatkan sebanyak 223 jiwa warga Pengempel Indah mengungsi.
"Setelah gempa 2018 kondisi rumah masyarakat di sini ada yang roboh, pokoknya tidak merata, takutnya karena di sini bangunan lama semua dirobohkan semua kita ratakan dibangun ulang dan alhamdulillah sekarang sudah selesai," kata Sudi.
Membutuhkan waktu sekitar satu tahun untuk membangun kembali rumah-rumah warga yang rusak terkena gempa.
Selama proses rehab dan rekon, warga terdampak gempa mengungsi di dua titik yaitu di lahan milik PLN dan di persawahan milik warga.
Baca juga: Ketika Inaq di Desa Sade Manfaatkan Instagram hingga QRIS untuk Jual Kerajinan Tangan Khas Lombok...
Pantauan Kompas.com, saat ini warga korban gempa Lombok di Pengempel Indah telah menempati rumah masing-masing. Sebagian gang rumah warga sudah dipasangi paving blok.
Rata-rata bangunan rumah berukuran 6x6 meter persegi. Pascagempa, penataan permukiman warga di kampung ini tampak lebih rapi.
Termasuk rumah Juhaini. Tampilan rumahnya kini lebih bagus dibandingkan sebelum gempa.
Sudi mengatakan, salah satu hikmah di balik bencana gempa yakni permukiman warga lebih tertata dibandingkan sebelum gempa.
"Kalau perubahan memang sangat berubah sekali. MCK sudah dibangunkan masing-masing rumah. Dulu satu rumah bisa ditempati empat KK karena kejadian ini ada hikmahnya kita pisah. KK kita buatkan satu satu. Alhamdulillah ada hikmahnya," ujarnya.
Kendati demikian, dia tidak menyangkal rasa trauma masih ada di benak sebagian warga.
Baca juga: Video Jemaah Shalat Subuh Berhamburan Saat Gempa Lombok, Ini Penjelasannya
Meski demikian, seiring berjalannya waktu, secara perlahan rasa trauma dan takut warga mulai berkurang, tak separah tahun 2018.
"Kalau sekarang masyarakat tidak terlalu panik kayak dulu. Karena struktur bangunan sudah tahan gempa. Biasa kalau dulu langsung ribut sekarang santai karena tahu arah mau lari ke mana," ujarnya.
Jalur evakuasi pun saat ini sedang dibangun di dekat lahan PLN, luasnya sekitar 18 are.
Perbaikan rumah korban gempa di Kota Mataram tercatat sebagai yang tercepat mencapai 100 persen.
Baca juga: Kakek Berusia 71 Tahun di Lombok Barat Bunuh Mantan Istri
Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Mataram menunjukkan, total rumah rusak 15.479 unit.
Total dana yang dihabiskan mencapai Rp 268,7 miliar dengan melibatkan 1.024 kelompok masyarakat (Pokmas).
Rumah-rumah rusak ini terdiri dari kategori rusak berat (RB) 1.350 KK dengan dana Rp 67,5 miliar, rusak sedang (RS) 4.000 KK dengan dana Rp 100 miliar, dan rusak ringan (RR) 10.129 KK dengan dana Rp 101,2 miliar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.