LABUAN BAJO, KOMPAS.com - Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) saat ini sedang mengembangkan kawasan pariwisata berkelanjutan dan terintegrasi di Hutan Bowosie Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Direktur Utama BPOLBF, Shana Fatina, menjelaskan, kawasan pariwisata terintegrasi tersebut menempati lahan seluas 400 hektar atau sekitar 1,98 persen dari seluruh luas kawasan Hutan Bowosie yang mencapai 20.193 hektar.
Baca juga: Dijadikan Kawasan Wisata, Kelestarian Mata Air di Hutan Bowosie Labuan Bajo Tetap Dijamin
Shana menyebut, konsep pengembangan berupa ecotourism atau wisata alam berupa hutan yang alami. Harapannya, wisatawan betah dan belama-lama berada di hutan itu.
Namun, saat tim BPOLBF melakukan survei ke dalam hutan setahun yang lalu, kondisi Hutan Bowosie disebut sangat memprihatikan. Sebagian besar hutan telah dirusak oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Banyak titik lokasi yang ditebang, bahkan sebagian besar dibakar.
"Kami harus lakukan peremajaan agar hutan terlihat asri kembali. Karena wisata hutan daya tariknya tentunya pepohonan. Bagaimana bisa menarik wisatawan jika pohonnya ditebang dan dibakar,” ujar Shana di Labuan Bajo, Selasa (8/3/2022).
Baca juga: Pengembangan Pariwisata Hutan Bowosie Labuan Bajo Akan Serap 10.000 Tenaga Kerja
Menurutnya, Hutan Bowosie tidak hanya ditebang dan dibakar, sebagian lokasi sudah berubah menjadi lahan pertanian dengan jenis tanaman semusim yang rendah mengikat tanah dan air.
Pihaknya akan lebih banyak menanam daripada menebang agar hutan kembali terlihat seperti semula dan mempunyai daya tarik wisata.
BPOLBF mengaku saat ini sudah melakukan koordinasi dengan pihak terkait untuk menelusuri perusakan yang terjadi di Hutan Bowosie yang akan dikelola BPOLBF.