Arkeolog Papua dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Hari Suroto mengungkapkan, kulit kayu dilukis menggunakan perwarna tradisional yang berasal dari pihmen tumbuhan, arang, tanah liat dan kapur sirih.
Motif lukisan yang dibuat bermacam-macam, mulai dari fauna, flora yang ada di Sentani dan lambang serta melukis tentang simbol-simbol keondoafian.
“Secara tradisional lukisan kulit kayu ini disebut malo atau maro, warga negara asing yang berkunjung ke Pulau Asei menyebutnya bark painting. Pada masa pemerintahan Belanda di Papua beberapa malo dikirim ke Eropa,” kata dia.
“Seniman Prancis Viot mengoleksi malo ini. Malo koleksi Viot dipamerkan di Musee d’Ethnographie du Trocadero, Paris,” tambah dia.
Hari Suroto mengatakan, salah satu mofit lukisan kulit kayu adalah motif fouw.
Motif tersebut sampai saat ini masih dilukis. Motif fouw kadang dikombinasikan dengan motif lainnya seperti motif ikan, burung, perahu, manusia dan geometris.
Baca juga: Semarang Contemporary Art Gallery, Museum Modern di Kota Lama Semarang yang Tak Boleh Dilewatkan
“Saat ini, pelukis kulit kayu Asei juga menggambarkan motif Megalitik Tutari sebagai lukisan mereka,” kata dia.
Hari Suroto mengatakan, pada umumnya motif lukisan kulit kayu Asei lebih detail, halus dan dikreasikan dengan perkembangan seni saat ini atau selera wisatawan.
Wisatawan domestik lebih suka motif lukisan tifa, burung cenderawasih, honai atau lebih bernuansa Papua dengan warna cerah, terang dan kekinian.
“Kebanyakan pelukis kulit kayu lebih banyak membuat motif daun palem, awan, cicak, kadal, ikan, buaya, kelelawar dan tikus air. Sedangkan wisatawan mancanegara lebih suka pada motif asli Sentani dengan warna asli yaitu hitam, merah dan putih,” ujar Arkeolog yang sudah puluhan tahun menjadi peneliti di wilayah Danau Sentani ini.
Lukisan fouw ini teryata terdapat dalam ukiran yang biasa berada di rumah ondoafi.
Karena rumah ondoafi adalah tempat berkumpulnya masyarakat dan sebagai tempat musyawarah untuk membicarakan sesuatu yang berkaitan dengan persoalan yang dihadapi oleh masyarakat di kampung-kampung yang ada di Sentani.
Hari Suroto menuturkan, motif geometris di Asei Pulau yang oleh masyarakat Asei disebut dengan fouw atau masyarakat Sentani menyebutnya Yoniki.
Motif ini berupa lingkaran yang berpusat pada sebuah titik.
Pusat lingkaran melambangkan ondofolo, yaitu pemimpin yang memegang kendali pemerintah adat. Selain itu, terdapat lingkaran-lingkaran yang melambangkan strata sosial masyarakat Sentani (kotelo, akona dan yobu yoholom).
Baca juga: Daftar 24 Kejahatan KKB di Papua yang Disebut Abaikan Kemanusiaan
“Pada intinya, fouw menjelaskan, setiap kegiatan dan keputusan adat diatur oleh ondofolo dan dilaksanakan secara bergotong royong oleh semua lapisan masyarakat,” tutur dia.
Motif fouw yang dilukis dalam kulit kayu ini menampilkan simbol kebasaran yang ada di rumah-rumah para ondoafi hingga saat ini.
Motif fouw dilambangkan sebagai simbol kekeluargaan dan kebersamaan bagi masyarakat Sentani pada umumnya.
“Motif fouw yang dilukiskan dalam kulit kayu melambangkan tentang kebersamaan dan kekeluargaan serta perdamaian bagi masyarakat di Sentani,” kata Hari Suroto.