Salin Artikel

Asei Pulau, Kampung Lukisan Kulit Kayu yang Terkenal di Danau Sentani

JAYAPURA, KOMPAS.com - Kampung Asei Pulau, Distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura, Papua, merupakan salah satu kampung yang terkenal sebagai kampung lukisan kulit kayu yang berada di Danau Sentani, salah satu danau terbesar di Indonesia.

Melukis di kulit kayu merupakan warisan nenek moyang yang sudah turun temurun mendarah daging bagi warga masyarakat di Kampung Asei Pulau. Mereka menggunakan media kulit kayu untuk melukis.

Kampung Asei Pulau berada tak jauh dari Stadion Utama Papua Bangkit (Lukas Enembe) yang menjadi lokasi perhelatan Pekan Olahraga Nasional (PON) ke XX 2020 yang dilaksanakan pada bulan Oktober 2021 yang lalu.

Selain itu, kampung ini berada tak jauh dari Dermaga Khalhote, salah satu lokasi yang digunakan selama ini sebagai tempat untuk pelaksanaan Festival Danau Sentani (FDS).

Dengan demikian, Kampung Asei Pulau berada secara strategis di wilayah pesisir Danau Sentani.

Hanya membutuhkan waktu sekitar 10-15 menit menggunakan speedboat (perahu motor) dari Dermaga Khalhote Sentani ke Kampung Asei Pulau.

Salah satu pelukis kulit kayu Kampung Asei Pulau, Corry Ohee mengatakan, melukis di atas kulit kayu merupakan warisan nenek moyang yang hingga kini masih terus diwariskan kepada anak dan cucu.

Tak heran, hampir semua warga di Asei Pulau ahli dalam melukis di atas kulit kayu.

“Lukisan kulit kayu ini sudah diwariskan oleh nenek moyang kami sampai saat ini. Kami masih terus lestarikannya. Hampir semua warga di Asei jago melukis,” kata Corry, kepada Kompas.com, Sabtu (05/03/2022).

Kulit kayu kombouw

Tak sembarang kulit kayu yang digunakan oleh masyarakat Asei Pulau untuk melukis.

Mereka menggunakan kulit kayu tertentu dengan tekstur yang bagus untuk melukis.

“Kulit kayu yang dijadikan sebagai media melukis, yaitu kulit dari pohon kombouw (Ficus varigatan). Kulit kayu kombouw ini memiliki tekstur yang bagus sebagai media untuk melukis,” kata Corry, yang sehari-hari bekerja sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di Provinsi Papua ini.

Corry menambahkan, dirinya sudah melukis sejak remaja hingga saat ini usianya tak mudah lagi.

Corry sendiri belajar melukis dari orangtuanya. Sejak masih remaja, Corry selalu melihat dan ikut membantu orangtuanya untuk melukis di atas kulit kayu.

“Saya sendiri sudah belajar melukis sejak remaja, hingga sampai saat ini sudah tua masih terus melukis di atas kulit kayu,” tambah dia.

Dikutip dari Buku Penggalan Cerita Dari Sentani yang ditulis oleh Maria P Mayabubun dkk menampilkan sosok seorang wanita muda Elisabet Kaigere (25) yang sudah melukis sejak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD).

Elisabeth sendiri belajar melukis dari kedua orangtuanya.

“Saya belajar melukis dari kedua orangtua saya. Sampai sekarang saya tetap melukis. Lukisan kulit kayu saya ini akan dijual sama pengunjung yang datang ke Asei Pulau,” kata dia dalam buku tersebut.


Motif lukisan

Arkeolog Papua dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Hari Suroto mengungkapkan, kulit kayu dilukis menggunakan perwarna tradisional yang berasal dari pihmen tumbuhan, arang, tanah liat dan kapur sirih.

Motif lukisan yang dibuat bermacam-macam, mulai dari fauna, flora yang ada di Sentani dan lambang serta melukis tentang simbol-simbol keondoafian.

“Secara tradisional lukisan kulit kayu ini disebut malo atau maro, warga negara asing yang berkunjung ke Pulau Asei menyebutnya bark painting. Pada masa pemerintahan Belanda di Papua beberapa malo dikirim ke Eropa,” kata dia.

“Seniman Prancis Viot mengoleksi malo ini. Malo koleksi Viot dipamerkan di Musee d’Ethnographie du Trocadero, Paris,” tambah dia.

Hari Suroto mengatakan, salah satu mofit lukisan kulit kayu adalah motif fouw.

Motif tersebut sampai saat ini masih dilukis. Motif fouw kadang dikombinasikan dengan motif lainnya seperti motif ikan, burung, perahu, manusia dan geometris.

“Saat ini, pelukis kulit kayu Asei juga menggambarkan motif Megalitik Tutari sebagai lukisan mereka,” kata dia.

Hari Suroto mengatakan, pada umumnya motif lukisan kulit kayu Asei lebih detail, halus dan dikreasikan dengan perkembangan seni saat ini atau selera wisatawan.

Wisatawan domestik lebih suka motif lukisan tifa, burung cenderawasih, honai atau lebih bernuansa Papua dengan warna cerah, terang dan kekinian.

“Kebanyakan pelukis kulit kayu lebih banyak membuat motif daun palem, awan, cicak, kadal, ikan, buaya, kelelawar dan tikus air. Sedangkan wisatawan mancanegara lebih suka pada motif asli Sentani dengan warna asli yaitu hitam, merah dan putih,” ujar Arkeolog yang sudah puluhan tahun menjadi peneliti di wilayah Danau Sentani ini.

Fouw simbol kekeluargaan

Lukisan fouw ini teryata terdapat dalam ukiran yang biasa berada di rumah ondoafi.

Karena rumah ondoafi adalah tempat berkumpulnya masyarakat dan sebagai tempat musyawarah untuk membicarakan sesuatu yang berkaitan dengan persoalan yang dihadapi oleh masyarakat di kampung-kampung yang ada di Sentani.

Hari Suroto menuturkan, motif geometris di Asei Pulau yang oleh masyarakat Asei disebut dengan fouw atau masyarakat Sentani menyebutnya Yoniki.

Motif ini berupa lingkaran yang berpusat pada sebuah titik.

Pusat lingkaran melambangkan ondofolo, yaitu pemimpin yang memegang kendali pemerintah adat. Selain itu, terdapat lingkaran-lingkaran yang melambangkan strata sosial masyarakat Sentani (kotelo, akona dan yobu yoholom).

“Pada intinya, fouw menjelaskan, setiap kegiatan dan keputusan adat diatur oleh ondofolo dan dilaksanakan secara bergotong royong oleh semua lapisan masyarakat,” tutur dia.

Motif fouw yang dilukis dalam kulit kayu ini menampilkan simbol kebasaran yang ada di rumah-rumah para ondoafi hingga saat ini.

Motif fouw dilambangkan sebagai simbol kekeluargaan dan kebersamaan bagi masyarakat Sentani pada umumnya.

“Motif fouw yang dilukiskan dalam kulit kayu melambangkan tentang kebersamaan dan kekeluargaan serta perdamaian bagi masyarakat di Sentani,” kata Hari Suroto.


Menhir lambang fouw

Lukisan bermotif fouw di Asei Pulau tidak terlepas dari menhir berlambang fouw yang terdapat tak jauh dari Kampung Asei Pulau. Keberadaan menhir di tepian Danau Sentani.

Hari Suroto menyampaikan, menhir ini berkaitan erat dengan sejarah leluhur dan kehidupan masyarakat di Asei Pulau.

Menhir ini nampak terlihat jelas, saat permukaan air Danau Sentani turun. Menhir berukuran lebar sekitar 30 sentimeter dan panjang sekitar 50 sentimeter.

“Keberadaan menhir ini sudah ada sejak masa prasejarah, ketika manusia waktu itu sudah tinggal menetap, mengenal bercocok tanam, mencari ikan, dan berburu,” ujar dia.

Lebih lanjut, Hari Suroto membeberkan bahwa berdasarkan konteks budaya yang berkembang pada masa prasejarah, maka menhir ini diperkirakan berusia sejaman dengan batu berlukis di Situs Megalitik Tutari.

Hari Suroto menyatakan, menhir ini memiliki ukiran bermotif fouw. Fouw adalah motif milik ondoafi berbentuk spiral.

Makna dari simbol ini adalah ikatan kebersamaan dan kekeluargaan. Makna inilah yang sampai saat ini terus dipertahankan oleh masyarakat Asei Pulau.

“Dalam kehidupan orang Sentani secara kekeluargaan hidupnya saling mengikat antara satu dengan yang lainnya,” pungkas dia.

Harga lukisan

Harga lukisan kulit kayu yang dihasilkan oleh masyarakat Asei Pulau ini dijual dengan harga yang bervariasi mulai dari harga puluhan ribu hingga jutaan rupiah.

“Lukisan kulit kayu ini di jual dengan harga paling murah Rp 5.000 hingga Rp 5.000.000,” kata Corry.

Hasil penjualan lukisan ini akan digunakan untuk membiayai sekolah anak-anak dan membiayai kebutuhan rumah tangga sehari-hari.

“Uang yang didapatkan dari penjualan lukisan ini digunakan untuk membiayai kebutuhan sehari-hari, baik anak yang sekolah maupun kebutuhan rumah tangga,” ujar Corry.

Elisabeth dalam buku Penggalan Cerita Dari Sentani mengatakan, dirinya menjual lukisan dari hasil buah tangannya dengan harga Rp 50.000 hingga Rp 700.000.

“Pendapatan perbulan tergantung pembeli yang membelinya. Uang dari hasil jual lukisan ini akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya,” ucap dia.

https://regional.kompas.com/read/2022/03/05/145642078/asei-pulau-kampung-lukisan-kulit-kayu-yang-terkenal-di-danau-sentani

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke