Sebagai informasi, proyek Bendungan Bener merupakan akar persoalan dari perlawanan warga Wadas.
Sebab, keberadaan proyek tersebut menjadi ancaman kerusakan lingkungan dan hilangnya mata pencarian warga.
Bendungan Bener merupakan salah satu Proyek Strategis nasional (PSN) yang akan memasok sebagian besar kebutuhan air ke Bandara Yogyakarta International Airport (YIA) di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Baca juga: Ratusan Mahasiswa di Malang Demo, Kecam Tindakan Represif Aparat di Desa Wadas
Menurut catatan Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), Bendungan Bener rencananya akan memiliki kapasitas 100,94 meter kubik.
Proyek bendungan ini memerlukan pasokan batuan andesit sebagai material pembangunan.
Oleh pemerintah, kebutuhan pasokan batu andesit ini diambil dari Desa Wadas. Namun demikian, sebagian warga menolak penambangan batuan andesit di desa mereka.
Ancaman kerusakan lingkungan Dikutip dari laman resmi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, walhi.or.id, proyek tambang di Desa Wadas ini merupakan tambang quarry atau penambangan terbuka yang rencananya berjalan selama 30 bulan.
Baca juga: Sempat Dicopot, Spanduk Penolakan Tambang Kembali Dipasang di Jalanan Desa Wadas
Penambangan batu itu dilakukan dengan cara dibor, dikeruk, dan diledakkan menggunakan 5.300 ton dinamit atau 5.280.210 kilogram, hingga kedalaman 40 meter.
Tambang quarry batuan andesit di Desa Wadas menargetkan 15,53 juta meter kubik material batuan andesit untuk pembangunan Bendungan Bener.
"Jika hal itu terjadi, maka akan menghilangkan bentang alam dan tidak ada bedanya dengan memaksa warga untuk hidup dengan kerusakan ekosistem," demikian dikutip dari siaran pers Walhi.
Sementara itu, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Asep Komaruddin menilai, penambangan batu andesit di Desa Wadas berpotensi menimbulkan tanah longsor dan kekeringan.
Padahal, lahan di desa tersebut menjadi sumber penghidupan warga berkat hasil perkebunan dan pertanian.