Salin Artikel

Bagaimana Nasib Mata Air di Wadas jika Ada Penambangan Andesit? Ini Jawaban Ganjar

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengaku sudah tahu soal kekhawatiran itu.

Berdasarkan paparan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) kepadanya, Ganjar mengakui memang ada lebih dari 20 sumber mata air dalam kawasan Desa Wadas.

Namun, hanya ada satu yang masuk dalam kawasan penambangan andesit.

Mata air yang berada di lokasi penambangan, kata Ganjar, sudah tidak dipergunakan warga.  Pasalnya, air dari sumber itu keruh dan terdapat padatan yang terlarut.

Selain itu, di kawasan perbukitan yang bakal jadi lokasi penambangan, disebut Ganjar, juga tidak ditemukan muka air tanah.

Tim yang memeriksa kawasan itu juga diklaim sudah menggali hingga kedalaman 50 meter, tapi tidak menemukan sumber air.

"Sumber air di kaki perbukitan Wadas ada, tapi debitnya fluktuatif," sebut Ganjar.

Terkait kekhawatiran hilangnya mata pencarian mereka setelah adanya penambangan andesit, Ganjar mengklaim kehidupan di Wadas tidak akan terganggu.

Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) ini bahkan menyatakan siap memberikan beasiswa kepada anak-anak Wadas yang terdampak tambang.

Selain itu, bantuan berupa bibit tanaman bakal segera diberikan kepada petani-petani di desa tersebut.


Sebagai informasi, proyek Bendungan Bener merupakan akar persoalan dari perlawanan warga Wadas.

Sebab, keberadaan proyek tersebut menjadi ancaman kerusakan lingkungan dan hilangnya mata pencarian warga.

Bendungan Bener merupakan salah satu Proyek Strategis nasional (PSN) yang akan memasok sebagian besar kebutuhan air ke Bandara Yogyakarta International Airport (YIA) di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Menurut catatan Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), Bendungan Bener rencananya akan memiliki kapasitas 100,94 meter kubik.

Proyek bendungan ini memerlukan pasokan batuan andesit sebagai material pembangunan.

Oleh pemerintah, kebutuhan pasokan batu andesit ini diambil dari Desa Wadas. Namun demikian, sebagian warga menolak penambangan batuan andesit di desa mereka.

Ancaman kerusakan lingkungan Dikutip dari laman resmi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, walhi.or.id, proyek tambang di Desa Wadas ini merupakan tambang quarry atau penambangan terbuka yang rencananya berjalan selama 30 bulan.

Penambangan batu itu dilakukan dengan cara dibor, dikeruk, dan diledakkan menggunakan 5.300 ton dinamit atau 5.280.210 kilogram, hingga kedalaman 40 meter.

Tambang quarry batuan andesit di Desa Wadas menargetkan 15,53 juta meter kubik material batuan andesit untuk pembangunan Bendungan Bener.

"Jika hal itu terjadi, maka akan menghilangkan bentang alam dan tidak ada bedanya dengan memaksa warga untuk hidup dengan kerusakan ekosistem," demikian dikutip dari siaran pers Walhi.

Sementara itu, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Asep Komaruddin menilai, penambangan batu andesit di Desa Wadas berpotensi menimbulkan tanah longsor dan kekeringan.

Padahal, lahan di desa tersebut menjadi sumber penghidupan warga berkat hasil perkebunan dan pertanian.


Mengacu Pasal 45 huruf e Peraturan Daerah Nomor 27 Tahun 2011 tentang Tata Rencana dan Tata Ruang Wilayah (RTRW), kata Asep, Kecamatan Bener merupakan kawasan rawan bencana kekeringan.

“Artinya ketika terjadi penambangan batuan di Desa Wadas yang merupakan area perbukitan, maka potensi kekeringan akan meningkat,” katanya kepada Kompas.com, Rabu (9/2/2022).

Menurut Asep, penolakan warga Desa Wadas terhadap rencana penambangan di wilayah mereka bukan tanpa alasan.

Sebab, Wadas menjadi wilayah resapan air yang menyimpan cadangan air melimpah untuk warga.

Selain itu, menurut Pasal 54 Perda RTRW, Kecamatan Bener merupakan kawasan yang diperuntukkan bagi perkebunan berupa kelapa, cengkeh, kopi robusta, aren dan kakao.

“Maka rencana pembangunan material di Desa Wadas untuk Bendungan Bener telah mengabaikan dan melanggar Perda Nomor 27 Tahun 2011 tentang RTRW tepatnya Pasal 42 huruf c, Pasal 45 huruf e dan Pasal 54 itu,” kata dia.

Risiko hilangnya pekerjaan

Atas polemik ini, muncul petisi "Hentikan Rencana Pertambangan Batuan Andesit di Desa Wadas" di laman change.org.

Petisi tersebut dibuat oleh Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempadewa).

Dari laman petisi terungkap, luas lahan di Desa Wadas yang akan dikeruk untuk penambangan andesit mencapai 145 hektar.


Warga menolak rencana penambangan tersebut sebab hal itu berpotensi merusak 28 titik sumber mata air.

Rusaknya sumber mata air akan berakibat pada kerusakan lahan pertanian, dan lebih lanjut warga kehilangan mata pencarian.

"Kami akan kehilangan mata pencarian. Lahan pertanian kami akan rusak," demikian dikutip dari laman petisi.

Dikhawatirkan, penambangan tersebut juga akan menyebabkan Desa Wadas semakin rawan longsor.

Apalagi, berdasarkan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Purworejo 2011-2031, Kecamatan Bener, termasuk di dalamnya Desa Wadas, merupakan bagian dari kawasan rawan bencana tanah longsor.

https://regional.kompas.com/read/2022/02/18/070000978/bagaimana-nasib-mata-air-di-wadas-jika-ada-penambangan-andesit-ini-jawaban

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke