SELASA Siang, 23 November 2021 lalu, saya bertemu dengan Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat yang akrab disapa Mbak Reri.
Di kediaman dinasnya, di Jalan Denpasar Jakarta, saya hadir bersama dua rekan dari kelompok pengajian strategis Hang Lekir (HL) 717, Dimas Azisoko Harmoko dan Sucipto.
Sementara Mbak Reri didamping beberapa wartawan senior, Elman Saragi dan Saur Hutabarat serta mantan Bupati Bojonegoro Kang Yoto.
Setelah makan siang, Mbak Reri membagikan kepada kami sejumlah buku, antara lain yang berjudul “Ratu Kalinyamat - Perempuan Perintis Antikolonialisme 1549 - 1579” dan “Ratu Kalinyamat - Sejarah atau Mitos?”.
Buku-buku ini diterbitkan dalam rangka menyampaikan kembali usulan mengangkat Ratu Kalinyamat dari Jepara menjadi pahlawan nasional.
Kepada hadirin, Mbak Reri menyampaikan keprihatinannya, usaha untuk mengangkat Ratu Kalinyamat sebagai pahlawan ini dibayang-bayangi stigma buruk bagi Ratu Kalinyamat ini.
“Di wilayah pantura Jawa sejak beberapa lama telah muncul ketroprak dengan lakon Ratu Kalinyamat lonte (pelacur),” ujar Mbak Reri dengan nada dan mimik penuh keprihatinan.
“Hal ini harus kita atasi,” ujarnya.
Sementara itu, Suyoto atau yang akrab dipanggil Kang Yoto langsung mengatakan, “Ratu Kalinyamat lonte ini bisa jadi judul tulisan.”
Perkataan Kang Yoto ini betul, karena ini merupakan daya pikat tersendiri bila ihwal Ratu Kalinyamat ini dijadikan tulisan.
Bagi saya, wartawan, unsur menarik adalah salah satu faktor untuk menarik orang membaca tulisan.
Ratu Kalinyamat atau Retna Kencana, menurut buku-buku yang diberikan kepada saya, adalah tokoh perempuan yang sangat terkenal sejak abad ke-16.
Ratu cantik dan perkasa ini, kata buku-buku itu, empat kali mengirimkan armada lautnya dari Jepara (Jawa Tengah utara) menyerang Portugis yang hendak menguasasi wilayah-wilayah di Asia pertengahan abad ke-16.
“Kami merencanakan untuk mengusulkan lagi Ratu Kalinyamat jadi pahlawan nasional,” kata Mbak Reri.
“Ratu Kalinyamat adalah tokoh berparas cantik, gagah berani seperti dilukiskan penulis Portugis Diogo de Couto dalam bukunya Da Asia sebagai De Kranige Dame (perempuan pemberani),” kata tulisan dalam buku Ratu Kalinyamat - Perempuan Perntis Antikolonialisme 1549 - 1579.